Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Website Diretas Menjadi "Dewan Penghianat Rakyat", Ini Penjelasan Sekjen DPR

Baca di App
Lihat Foto
Twitter: Melatikaaaa
Tangkapan layar video adanya peretasan pada situs resmi DPR.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Sebuah video yang menampilkan adanya perubahan nama beranda pada situs resmi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ramai di media sosial, Kamis (8/10/2020).

Dalam video berdurasi 15 detik itu, situs resmi DPR, www.dpr.go.id, tertulis "Dewan Penghianat Rakyat Republik Indonesia".

Video itu diunggah oleh akun Twitter Melatikaaa, @melatikaaa_.

"Anak IT yang tersakiti
sumber : tiktok #JokowiKabur," tulis Melatikaaa dalam twitnya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Disorot karena Sahkan Omnibus Law UU Cipta Kerja, Apa Tugas dan Wewenang DPR?

Hingga Kamis (8//10/2020), unggahan tersebut telah di-retwit sebanyak 1.800 kali dan telah disukai sebanyak lebih dari 6.900 oleh pengguna Twitter lainnya.

Baca juga: Mengenal Arti Centang Biru di Twitter dan Cara Mendapatkannya...

Lantas, benarkah laman DPR RI tengah diretas?

Saat dikonfirmasi, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI Indra Iskandar, membenarkan kabar diretasnya situs resmi DPR RI tersebut.

"Iya, ada upaya untuk hack, sampai hari ini membanjiri web DPR dengan virus-virusnya," ujar Indra kepada Kompas.com, Kamis (8/10/2020).

Baca juga: Ramai soal Riwayat Pendidikan Mulan Jameela, DPR: Salah Ketik Saja

Menurutnya, upaya peretasan ini sudah dimulai sejak Senin (5/10/2020) sekitar pukul 19.00 WIB.

Indra menjelaskan, saat ini kondisi situs resmi DPR belum pulih total karena mereka harus memagari ribuan virus yang dikirimkan oleh oknum-oknum tertentu dan tidak bertanggung jawab.

"Masih belum normal. Sekitar 30 menit lalu masih ada sekitar 5.000 sampai 6.000 virus yang berusaha masuk. Biasanya per hari hanya 500 sampai 600 saja," ujar Indra.

Baca juga: Sistem Kekebalan Tubuh, Gejala Parah Covid-19, dan Mutasi Virus Corona...

Ia menambahkan, ribuan virus itu dikirimkan untuk melumpuhkan situs resmi DPR.

Meski begitu, pihak DPR telah bekerja sama dengan sejumlah instansi guna memproteksi laman resmi dan memperbaiki sistem.

"Kami kerja sama dengan instansi lain, seperti Telkom, Bareskrim, sama-sama memagari website DPR. Meski agak sulit dan berat untuk masuk, karena memang dibanjiri terus dengan BIOS virus," imbuhnya.

Baca juga: Viral Politisi Nasdem Tertidur Saat Pelantikan DPR, Fadil: Banyak Acara...

Pengesahan omnibus law UU Cipta Kerja

Perlu diketahui, saat ini DPR tengah menjadi sorotan masyarakat lantaran mengesahkan omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi UU dalam waktu yang relatif singkat.

Ada 11 klaster yang dimuat dalam UU Cipta Kerja ini, antara lain:

1. Penyederhanaan perizinan tanah
2. Persyaratan investasi
3. Ketenagakerjaan
4. Kemudahan dan perlindungan UMKM
5. Kemudahan berusaha
6. Dukungan riset dan inovasi
7. Administrasi pemerintahan
8. Pengenaan sanksi
9. Pengendalian lahan
10. Kemudahan proyek pemerintah
11. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

Baca juga: 7 Tuntutan Buruh Terkait RUU Cipta Kerja

Selain proses pengesahan yang relatif singkat, ada beberapa poin yang menjadi sorotan terkait omnibus law UU Cipta Kerja tersebut.

Pertama yakni soal penghapusan upah minimum kota/kabupaten (UMK) dan digant dengan upah minimum provinsi (UMP). Penghapusan itu dinilai membuat upah pekerja lebih rendah.

Selain itu, masih kaitannya dengan kontrak kerja.

Baca juga: Kena PHK, Bisakah Mengajukan Pencairan Dana JHT ke BPJamsostek?

Dalam RUU Cipta Kerja salah satu poin Pasal 61 mengatur perjanjian kerja berakhir pada saat pekerjaan selesai.

Sementara, Pasal 61A menambahkan ketentuan kewajiban bagi pengusaha untuk memberikan kompensasi kepada pekerja yang hubungan kerjanya berakhir.

UU Cipta Kerja juga tak lagi menyebutkan batas waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pegawai kontrak, seperti dalam Pasal 59 ayat 4.

Baca juga: Nasib Buruh di Tengah Pandemi Covid-19: Dari PHK hingga Kartu Prakerja

Dalam pasal itu, hanya disebutkan ketentuan mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan PKWT diatur dengan peraturan.

Padahal, dalam UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003, batas waktu perpanjangan PKWT paling lama adalah dua tahun, dan hanya bisa diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun.

Dengan aturan ini, RUU Cipta Kerja dinilai merugikan pekerja karena ketimpangan relasi kuasa dalam pembuatan kesepakatan.

Sebab, jangka waktu kontrak akan berada di tangan pengusaha yang berpotensi membuat status kontrak pekerja menjadi abadi. Bahkan, pengusaha diniali bisa mem-PHK pekerja sewaktu-waktu.

Baca juga: Total 1,9 Juta Pekerja Di-PHK dan Dirumahkan akibat Pandemi Virus Corona

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Sejumlah Poin Omnibus Law UU Cipta Kerja yang Menuai Sorotan

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi