Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan
Bergabung sejak: 24 Mar 2020

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Mencari Makna Hidup “Gegara” Corona

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi.
Editor: Heru Margianto


PAGEBLUK Corona memaksa saya mengkarantina diri di dalam rumah sehingga memperoleh banyak waktu merenung demi mencari makna hidup.

Agama saya Nasrani tidak menghalangi saya mempelajari ajaran-ajaran agama lain sesuai petunjuk Nabi Muhammad s.a.w. “Belajarlah sampai ke negeri Cina”.

Misalnya Buddhisme yang berasal dari India namun menjadi besar di Cina berkisah tentang perjuangan Siddharta Gautama mencari makna kehidupan.

Semula saya sulit memahami makna kisah manusia meninggalkan takhta kekuasaan, kekayaan harta benda dan gemerlap keduniawian lain-lainnya akibat melihat manusia tua, sakit dan mati.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Maka semula saya menganggap kisah tersebut sekadar hasil khayalan berlebihan belaka. Tidak masuk akal dangkal saya kenapa akibat hanya melihat orang tua, sakit dan mati lalu Siddharta Gautama harus meninggalkan segenap gemerlap keduniawian.

Apalagi masih ditambah tega melepas tanggung jawab sebagai suami terhadap istri serta ayah terhadap anak.

Kesadaran

Gegara virus Corona memaksa saya stay at home sehingga punya lebih banyak waktu untuk merenung maka sedikit demi sedikit saya mulai sedikit memahami makna kearifan yang terkandung di dalam kisah Siddharta Gautama yang kemudian menjadi Sang Buddha.

Pada masa pagebluk Corona saya tersadar bahwa setiap saat saya bisa terpapar Corona mau pun penyakit lainnya. Setiap detik saya bertambah usia untuk makin tua yang berarti makin mendekati masa akhir saya di dunia fana.

Sementara melalui teknologi telekomunikasi audio visual, saya menyaksikan mau pun membaca berita bagaimana setiap insan manusia tanpa kecuali di segenap pelosok planet bumi menjadi tua, jatuh sakit dan meninggalkan dunia fana ini.

Saya mulai dapat memahami gejolak sanubari Siddharta Gautama ketika melihat manusia tua, sakit dan mati. Gejolak perasaan yang menyadarkan bahwa pada hakikatnya manusia hanya makhluk hidup yang tidak berdaya melawan kodrat pasti menjadi tua, sakit dan mati.

Kodrati

Secara kodrati manusia menjadi tua dan dalam perjalanan hidup memang senantiasa terancam berbagai penyakit sebelum kemudian dijamin pasti mati.

Kepastian menjadi tua (apabila tidak mati pada saat dilahirkan), sakit dan mati merupakan kodrat mutlak yang tidak bisa dihindari apalagi dilawan oleh manusia.

Semasa hidup, manusia bisa menumpuk kekayaan harta benda semahakayaraya mungkin. Sayang, harta benda tidak bisa dibawa ke alam baka sambil tidak mampu melawan maut yang tidak bisa disuap.

Manusia bisa meraih kekuasaan sampai yang paling berkuasa pun tidak akan kuasa melawan kodrat menjadi tua, sakit kemudian mati.

Di alam baka, kekuasaan tiada guna. Kekuasaan duniawi dan kekayaan harta benda hanya ilusi dunia fana yang semuanya akan lenyap.

Donald Trump, Xi Yinping, Vladimir Putin, Angela Merkel, Boris Johnson, Jack Ma, Elon Musk, Bill Gates beserta segenap mahakayarayawan dan segenap kepala negara di marcapada ini juga pasti menjadi tua, sakit dan mati.

Mungkin manusia akan menemukan vaksin untuk mencegah dan obat untuk menyembuhkan penyakit akibat virus Corona namun mustahil manusia tidak makin tua, abadi sehat walafiat dan tidak bakal mati. Penyebab kematian bukan hanya virus Corona namun juga begitu banyak jenis virus lain-lainnya.

Sebenarnya penyakit yang mustahil disembuhkan adalah kehidupan sebab hanya mereka yang hidup yang bisa mati.

Kematian tidak hanya akibat penyakit sebab juga bisa akibat kecelakaan lalu lintas di jalan raya mau pun di dalam rumah seperti di dapur mau pun kamar mandi dan kamar tidur.

Mati juga bisa akibat gempa bumi, tsunami, kebakaran, tanah longsor, ledakan gunung berapi sampai digigit ular berbisa atau disengat kalajengking atau lebah atau tersedak ketimun atau kejatuhan durian runtuh dan lain-lainnya.

Juga bisa perang atau kekerasan yang dilakukan sesama manusia.

Pendek kata kreativitas penyebab kematian tak kenal batas keanekaragamannya. Bisa saja setelah usai menulis naskah ini, mendadak jantung saya berhenti berdetak maka langsung meninggalkan dunia fana ini.

Atau bisa saja ada yang tega memolisikan saya dengan atau tanpa alasan yang bisa dicari-cari sehingga kemudian saya yang sudah lansia dan sakit-sakitan ini mati sekarat di dalam penjara.

Ojo dumeh

Kisah Sidharta Gautama meninggalkan keduniawiaan yang gemerlap namun fana menyadarkan saya untuk senantiasa berupaya ojo dumeh.

Tidak ada alasan untuk takabur akibat saya hanya sesosok makhluk hidup yang sama sekali tidak berdaya melawan kodrat hukum alam untuk menjadi tua (apabila tidak mati muda), serta pasti pernah jatuh sakit (walau pun rajin minum jamu) dan akhirnya pasti meninggalkan dunia fana ini.

Pada hakikatnya hidup sekadar sejenak mampir ngombe alias singgah minum sebentar saja . Maka dalam menempuh perjalanan hidup yang hanya sejenak ini, sebaiknya saya senantiasa berupaya menunaikan Jihad Al-Nafs demi sesedikit mungkin berbuat buruk sambil berupaya sesebanyak mungkin berbuat baik terhadap sesama manusia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi