Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Hasil PCR Seseorang di Beda Lokasi Tes Bisa Berbeda?

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/hp
Warga menjalani swab test di GSI Lab (Genomik Solidaritas Indonesia Laboratorium), Cilandak, Jakarta, Sabtu (3/10/2020). Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menetapkan batas harga tertinggi swab test mandiri dengan metode real-time polymerase chain reaction (RT PCR) yaitu sebesar Rp.900.000.
|
Editor: Jihad Akbar

KOMPAS.com - 

KOMPAS.com - Tes swab Polymerase Chain Reaction (PCR) diketahui menjadi metode uji yang diakui akurat dalam mendeteksi infeksi virus corona pada seseorang.

Ada cara lain yang banyak dilakukan, yakni tes cepat atau rapid test, tetapi ini tidak dapat dijadikan acuan apakah seseorang mengidap Covid-19 atau tidak.

Terkait uji PCR, sebagai metode deteksi Covid-19 yang valid, tentu hasilnya tidak akan menimbulkan keraguan pada pihak yang melakukannya.

Namun, apa jadinya ketika seseorang melakukan tes PCR dua kali di tempat yang berbeda dalam waktu yang sama, tetapi hasilnya berbeda. Ada yang positif, ada yang negatif.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hal ini menjadi pertanyaan bagi para warganet. Salah satunya akun Twitter @FaizalOktaW.

"Enggak iya, ini PCR lho. Kok  bisa sampe pemeriksaan pertama dan kedua beda hasil. Berarti yang pertama positif palsu dong? 20 orang lebih lho ini gak sedikit. Harus lebih menelusuri dalam dan luas, bagaimana kok bisa kayak gitu? Dan apakah bisa jadi lab lain kejadian serupa?" tanya dia.

Sementara itu, akun @anantuk juga mempertanyakan soal perbedaan hasil PCR tes Covid-19 di beda tempat.

"Hasil PCR antar RS hasilnya bisa beda-beda itu kira-kira kenapa ya?" tulisnya.

Baca juga: IDI Khawatir Demo Picu Lonjakan Kasus Covid-19

Epidemiolog dari Universitas Airlangga (Unair), Windu Purnomo, menyebut perbedaan hasil PCR antara 2 lokasi pengetesan itu bisa saja terjadi.

Menurutnya, hal tersebut terjadi karena adanya proses pengujian yang tidak dilakukan sesuai standar.

"Kan ada, ketika sama-sama PCR, di sini kok negatif, di situ kok positif, ya karena salah satunya (tes) pasti enggak standar," kata Windu, Jumat (9/10/2020).

Menurutnya, dalam melakukan PCR, semua proses harus dilakukan sesuai dengan standar yang berlaku. Mulai dari proses penyimpanan sampel hingga cara menyimpannya.

Dia menegaskan menjaga sampel ini sangat penting, karena jika kondisunya berubah, maka dapat memengaruhi hasil akhir dari uji PCR yang dilakukan.

Baca juga: Ancaman Lonjakan Kasus Corona karena Demo, Pemerintah Diminta Hati-hati Buat Regulasi

"Kalau media penyimpanannya dan cara penyimpanannya ini tidak standar, virusnya keburu mati. Jadi yang seharusnya (hasil PCR) positif, bisa negatif, karena (virus dalam sampel yang diambil melalui tes usap) sudah mati, gitu," jelas dia.

Terlebih, saat ini proses pengujian di laboratorium biasanya memakan waktu antre yang tidak sebentar, karena banyaknya sampel yang harus diuji.

Selama waktu tunggu itu ada kemungkinan virus mati apabila proses dan media penyimpanammya tidak sesuai standar.

"Kalau cool chain-nya tidak standar, terlalu panas, sering dibuka, suhunya akan menjadi naik.
Kalau naik, spesimennya nanti bisa rusak, kalau salah penyimpanan, atau terlalu lama tidak (segera) dicek," jelas Windu.

Baca juga: Update Corona Global: 37 Juta Orang Positif | Debat Capres AS Digelar Virtual

Oleh karena itu, Windu memandang pentingnya sebuah laboratorium memiliki kapasitas yang tinggi.

Ini penting untuk meminimalisir risiko terjadinya kerusakan sampel akibat terlalu lama menunggu atau diproses melalui media yang tidak sesuai standar.

Namun, ketika proses penyimpanan sampel swab dilakukan sesuai standar, tidak akan ada kerusakan pada sampel yang akan diuji di laboratorium.

"Oh iya, makanya semua kan harus sesuai dengan SOP, prosedurnya, peralatannya, kalau tidak hasilnya false," pungkas Windu. 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi