Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi Terbaru Mengonfirmasi Efektivitas Remdesivir sebagai Obat Corona

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK/Tobias Arhelger
Ilustrasi remdesivir
|
Editor: Jihad Akbar

KOMPAS.com - Obat khusus untuk mengatasi virus corona belum ditemukan. Meski begitu, penelitian menunjukkan beberapa obat menunjukkan perkembangan yang baik.

Salah satunya adalah remdesivir. Pada 3 Oktober, dokter yang merawat Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa Trump menerima remdesivir intravena selama lima hari.

Kemudian, sebuah penelitian yang dipublikasikan baru-baru ini memastikan manfaat remdesivir untuk mengobati orang yang dirawat di rumah sakit karena Covid-19.

Dilansir The New York Times, remdesivir adalah obat pertama yang mendapat izin darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) untuk digunakan pada pasien Covid-19. Pembuatnya adalah perusahaan Gilead Sciences.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Remdesivir dapat menghambat replikasi virus baru dengan memasukkannya ke dalam gen virus baru.

Awalnya, obat ini digunakan sebagai antivirus untuk penyakit ebola dan hepatitis C.

Baca juga: Ini Kandidat Obat Covid-19 yang “Menjanjikan”, Salah Satunya Remdesivir

Penelitian terbaru mengenai remdesivir dipublikasikan di New England Journal of Medicine pada 8 Oktober.

Dalam penelitian itu, para peneliti memastikan manfaat remdesivir untuk mengobati orang yang dirawat di rumah sakit karena Covid-19.

Dikutip dari Time, Kamis (8/10/2020), dalam penelitian terbaru, peneliti memberikan data yang lebih rinci tentang bagaimana obat tersebut mempengaruhi metrik termasuk berapa lama orang perlu diberikan oksigen tambahan atau ventilator.

Penelitian dipimpin tim dari National Institute of Allergy and Infectious Diseases. Itu adalah data akhir dari studi yang mereka mulai pertama kali pada bulan Mei.

Sebanyak 1.062 orang terlibat dalam penelitian itu sebagai relawan yang secara acak mendapatkan remdesivir IV (intravena) atau plasebo hingga 10 hari selama di rumah sakit.

Semua peserta menunjukkan bukti infeksi saluran pernapasan, sebagian besar pneumonia, dan 85 pesen dianggap menderita penyakit parah.

Baca juga: 8 Fakta Remdesivir untuk Indonesia, dari Harga hingga Efek Samping

Adapun, yang dimaksud sakit parah adalah mereka yang setidaknya satu dari tiga gejala, yaitu:

“Data ini memperkuat nilai remdesivir pada pasien yang dirawat di rumah sakit,” kata direktur asosiasi penelitian klinis di divisi mikrobiologi dan penyakit menular di NIAID, Dr. John Beigel.

Penelitian pendahuluan memberikan data kematian setelah 15 hari. Sementara itu, penelitian lengkap mengamati peserta penelitian selama 28 hari.

Pada akhirnya peneliti menemukan mereka yang menerima remdesivir dibandingkan. Hasilnya hanya 11 persen meninggal, dibandingkan dengan mereka yang menerima plasebo 15 persen meninggal.

"Meskipun itu bukan perbedaan yang signifikan secara statistik, ini masih merupakan peningkatan yang signifikan," kata Beigel.

Baca juga: China Akhirnya Gabung dalam Distribusi Vaksin Covid-19 Global

Penelitian ini tidak cukup besar untuk memasukkan jumlah kematian yang cukup secara statistik di setiap kelompok.

Dia mencatat tingkat kematian, diambil bersama dengan metrik lain, termasuk fakta bahwa orang yang memakai remdesivir menggunakan oksigen lebih sebentar dan lebih sedikit di rumah sakit.

Selain itu, catat Beigel, obat tersebut tampaknya membantu tidak hanya orang-orang yang mengalami gejala selama lebih dari 10 hari, tetapi juga yang menunjukkan gejala kurang dari 10 hari.

Itu mengarahkan para peneliti untuk mempelajari lebih khusus bagaimana obat tersebut memengaruhi pasien yang berada pada tahap awal Covid-19.

Uji coba tersebut sedang mengeksplorasi apakah remdesivir dapat mengurangi perkembangan Covid-19, bahkan pada orang yang tidak dirawat di rumah sakit, dan berpotensi mencegah mereka menjadi cukup sakit sehingga perlu dirawat.

“Mengetahui bagaimana infeksi virus pernapasan bekerja dan bagaimana obat ini bekerja, itu masuk akal. Tidak ada alasan untuk berpikir bahwa itu tidak akan berhasil untuk menyembuhkan pasien. Tetapi mereka perlu melakukan studi," kata Beigel.

Satu-satunya tantangan saat ini adalah remdesivir adalah obat IV atau intravena. Obat seperti itu diberikan melalui injeksi atau infus melalui intravena.

Baca juga: Ancaman Lonjakan Kasus Corona karena Demo, Pemerintah Diminta Hati-hati Buat Regulasi

Sementara itu, logistik pengelolaan infus IV untuk orang yang tidak dirawat di rumah sakit dapat membatasi penggunaannya.

Meski begitu produsen obat tersebut, Gilead Sciences, mengatakan sedang menguji versi obat yang dihirup yang akan lebih mudah dikonsumsi pasien.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi