Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Partikel Virus Bisa Bertahan hingga Dua Bulan di Dalam Tubuh, Ini Saran Epidemiolog

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock
Ilustrasi tes swab Covid-19 untuk mendeteksi infeksi virus corona.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Salah satu syarat pasien Covid-19 dinyatakan sembuh adalah apabila telah menjalani tes swab Polymerase Chain Reaction (PCR) dan hasilnya negatif.

Namun, terdapat beberapa kasus ketika pasien telah dirawat cukup lama, tetapi setelah dilakukan tes PCR hasil yang ditunjukan masih saja positif.

Seperti diberitakan Kompas.com, 24 Juni 2020, seorang pasien tanpa gejala di Brebes, Jawa Tengah harus menjalani 14 kali tes PCR sebelum akhirnya dinyatakan sembuh.

Sebelumnya, pasien tersebut telah menjalani karantina selama lebih dari dua bulan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain di Brebes, kasus serupa juga ditemukan di Buleleng, Bali.

Diberitakan Kompas.com, 20 April 2020, seorang pasien dalam pengawasan yang sedang dalam masa isolasi, hasil tes PCR-nya selalu berubah-ubah.

Tes dilakukan sekitar 10 kali, dengan hasil terus berubah, yakni dari positif ke negatif, kemudian positif lagi. Padahal pasien itu telah menjalani isolasi selama 30 hari.

Baca juga: Sudah Mati, Sisa Virus Masih Bisa Terdeteksi Alat Tes PCR dalam Jangka Waktu Lama

Sisa virus dan reinfeksi

Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan, hasil tes PCR yang semula negatif kemudian selang beberapa waktu kemudian menjadi positif, bisa disebabkan oleh sisa-sisa virus dalam tubuh yang masih terdeteksi saat dilakukan tes.

"Tes PCR bukan mendeteksi virus secara spesifik, tapi bagian-bagian dari virus itu, partikel-partikelnya. Dalam literatur, ada yang bertahan sampai dua bulan, walaupun jarang," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (10/10/2020).

Dicky mengatakan, hasil positif tes PCR yang dilakukan setelah sebelumnya pasien dinyatakan sembuh, tidak serta merta menunjukan bahwa pasien itu masih terinfeksi.

"Memang secara riset sejauh ini, kekebalan yang didapat itu bertahan dua sampai tiga bulan. Sementara, kasus reinfeksi tercepat terjadi di bulan keempat atau kelima. Artinya, kalau reinfeksi dia sakit lagi," kata Dicky.

Dicky menyebut bahwa strain virus corona baru SARS-CoV-2 di Indonesia sudah lengkap. Sehingga, potensi reinfeksi juga bisa terjadi.

Namun, Dicky mengatakan bahwa reinfeksi diakui terjadi hanya jika terjadi setelah dua bulan sebelumnya dinyatakan negatif.

"Saran saya, sebagai dokter, untuk memastikan dugaan ke arah infeksi, bisa dilihat dari tampilan klinisnya. Demam, batuk, sesak napas, patut kita curigai ada suatu yang mengarah, entah Covid-19 atau bukan, yang jelas harus diperiksa lebih lanjut," kata Dicky.

Baca juga: WHO Perbarui Kriteria Pasien Sembuh Covid-19, Tidak Perlu Dua Kali Swab Negatif

Efisiensi tes PCR

Di sisi lain, Dicky mengingatkan bahwa tes PCR tidak boleh sembarang dilakukan. Salah satu alasannya adalah keterbatasan kapasitas untuk tes tersebut di Indonesia.

"Jadi lebih baik PCR itu diprioritaskan pada kasus-kasus yang memang untuk mendiagnosa Covid-19. Sehingga, untuk menentukan pulih atau tidak, lebih pada diagnosa fisik ataupun tampilan klinis, dan pemeriksaan lain yang menunjang," kata Dicky.

"Tidak ujug-ujug langsung ke PCR. Untuk kasus-kasus seperti itu, apalagi tidak muncul gejala klinis ya buat apa PCR? Lebih baik suruh istirahat saja, dan jangan kemana-mana sampai diobservasi," ujarnya melanjutkan.

Pasien sembuh menurut WHO

Sebelumnya, seperti diberitakan Kompas.com, 26 Juni 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menerbitkan pedoman sementara yang diperbarui tentang manajemen klinis Covid-19 dan rekomendasi untuk mengeluarkan pasien dari isolasi.

Menurut WHO, pasien Covid-19 yang memenuhi sejumlah ketentuan, bisa dikeluarkan dari isolasi rumah sakit tanpa memerlukan pengujian ulang.

Hal itu berbeda dari rekomendasi awal WHO yang mengharuskan pasien untuk pulih secara klinis dan memiliki dua hasil tes swab negatif dari sampel berurutan yang diambil setidaknya 24 jam terpisah.

Dicky menyebut, rekomendasi WHO yang telah diperbarui itu dikeluarkan atas dasar terbatasnya kapasitas tes PCR.

"Harganya tinggi, sedangkan yang urgent saja lama dan susah. Jadi betul-betul harus selektif. Jangan dibebani pada hal-hal yang tidak esensial," kata Dicky.

Baca juga: Studi: Virus Corona Bisa Bertahan di Kulit Manusia Sekitar 9 Jam

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi