KOMPAS.com - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) mencatat adanya peningkatan aktivitas kegempaan hybrid pada Gunung Merapi.
Bahkan, peningkatan aktivitas kegempaan hybrid mencapai dua kali lipat.
Informasi itu disampaikan oleh akun Twitter @infomitigasi pada Sabtu (10/10/2020).
Akun tersebut juga mengunggah foto yang menampilkan diagram batang mengenai aktivitas kegempaan di Gunung Merapi dalam 90 terakhir.
Dalam diagram tersebut, terlihat bahwa aktivitas kegempaan paling tinggi terjadi pada Jumat (9/10/2020).
Baca juga: Hidup Penuh Berkah di Lereng Gunung Merapi
Aktivitas kegempaan di Merapi
Berdasarkan laporan pengamatan dari BPPTKG, pada Jumat (9/10/2020), aktivitas kegempaan yang terjadi di Gunung Merapi dapat dilihat melalui rekaman seismograf.
Disebutkan terjadi 7 kali guguran, 5 kali low frequency, 79 kali hybrid atau fase banyak, 11 kali vulkanik dangkal, 1 kali tektonik, dan 11 kali hembusan.
Berdasarkan pengamatan guguran dijelaskan bahwa guguran lava tidak teramati secara visual pada periode ini.
Apa yang bisa dimaknai dari meningkatnya aktivitas kegempaan hybrid?
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono mengungkapkan, gempa hybrid merupakan kombinasi antara gempa dangkal dan dalam.
"Kombinasi gempa dangkal dan dalam. Tapi konteksnya gempa vulkanik, bukan tektonik," ujar Daryono saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (10/10/2020).
Menurut dia, aktivitas kegempaan hybrid ini tidak signifikan.
Sebab, aktivitas kegempaan hybrid lebih disorot dalam kajian penelitian.
Baca juga: Petani Sayur Merapi: Daripada Busuk Sia-sia, Lebih Baik Disedekahkan
Sementara, Kepala Bidang Mitigasi Guning Api dari Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Hendra Gunawan, mengatakan, aktivitas kegempaan hybrid ini berindikasi adanya pertumbuhan kubah lava.
"Itu ada indikasi ada pertumbuhan kubah lava. Kecepatan pertumbuhan kubah akan cepat bila jumlah kegempaan hybrid sampai ratusan kali per harinya," ujar Hendra saat dihubungi terpisah oleh Kompas.com pada Sabtu (10/10/2020).
Meski demikian, status Gunung Merapi tetap Waspada (level II) yang telah ditetapkan sejak 21 Mei 2018.
Rekomendasi
Dengan laporan tersebut, PVMBG menyebutkan, Merapi masih memiliki potensi ancaman bahaya.
Ancaman bahaya itu berupa luncuran awan panas dari runtuhnya kubah lava serta jatuhan material vulkanik dari letusan eksplosif.
Dengan adanya aktivitas ini, PVMBG mengimbau agar tidak ada aktivitas manusia dalam radius 3 km dari puncak Merapi.
Selain itu, masyarakat diminta agar mengantisipasi bahaya abu vulkanik dari kejadian awan panas maupun letusan eksplosif.
Masyarakat juga diminta mewaspadai bahaya lahar tertama saat terjadi hujan di sekitar puncak Merapi.
Baca juga: Dari Lereng Merapi ke Cantelan Pagar, Gerakan Berbagi Sayuran di Saat Pandemi