Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapan dan Berapa Lama Waktu yang Baik untuk Tidur Siang?

Baca di App
Lihat Foto
petrenkod
Ilustrasi tidur siang menggunakan hammock
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Setelah melakukan aktivitas berjam-jam sejak pagi, tidur siang menjadi kebutuhan bagi banyak orang untuk kembali mendapatkan kebugaran tubuh.

Dari sisi kesehatan, tidur siang juga memiliki segudang manfaat, seperti mencegah penyakit jantung, stroke, dan lain-lain.

Pakar kesehatan tidur RS Mitra Keluarga dr Andreas Prasdja, RPSGT, mengatakan, waktu terbaik untuk tidur atau istirahat siang adalah di jam-jam setelah makan siang.

"Jam-jam setelah makan siang itu baik, kira-kira jam 13.00 atau jam 14.00," kata dr Andreas kepada Kompas.com, Sabtu (10/10/2020).

Untuk usia produktif, durasi waktu tidur yang disarankan adalah 15-20 menit.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tidur siang untuk tingkatkan produktivitas

Andreas mengatakan, konteks tidur siang adalah untuk meningkatkan produktivitas, bukan membayar utang tidur.

Oleh karena itu, durasi tidur pun tak perlu lama.

Saat tidur, kata dia, kemampuan otak, produktivitas, performa, serta stabilitas emosianal akan dibangun.

Efek itu tak bisa digantikan oleh zat apa pun.

"Sayangnya, sampai sekarang belum ada satu zat pun yang bisa menggantikan efek restoratif tidur, bahkan kafein sekali pun," ujar dia.

Baca juga: Berbahayakah Tidur dengan Kipas Angin Menyala Sepanjang Malam?

"Sebab kafein kan cuma buat melek, seolah-olah seger tapi kan otak yang sudah lelah tidak terbantukan sama sekali," lanjut Andreas.

Namun, ia mengingatkan, agar tidak tidur terlalu sore karena akan mengganggu jam tidur malam.

Andreas menjelaskan, selama ribuan tahun otak manusia memiliki siklus waktu yang sama, yaitu pagi hingga sore untuk beraktivitas dan malam untuk istirahat.

Menurutnya, siklus tersebut mengikuti cahaya.

Akan tetapi, manusia sekarang memiliki ekspos cahaya yang tidak beraturan, bahkan mereka bisa terpapar cahaya selama 24 jam.

"Kalau jaman dahulu kan matahari, sekarang ada cahaya buatan, belum lagi dari gadget. Jadi mata kaya disenter terus, itu sebabnya ada Delayed Sleep Wake Phase Disorder (DSWPD). Nah itu kan pergeseran jam tidur, bukan insomnia. Itu ada karena ekspos cahaya yang gk pernah diatur," kata Andreas.

Baca juga: Mengalami Sulit Tidur? Coba Cek Penyebab, Ini Cara Mengatasinya

"Gangguan tidur sebenarnya kan dimulai sejak ditemukannya bola lampu. Jam kerja jadi bergeser, ekspos cahaya pun jadi bergeser," ujar dia.

Andreas mengatakan, gangguan tidur memiliki dampak negatif bagi tubuh, salah satunya adalah menurunnya daya tahan tubuh.

Sebab, daya tahan tubuh manusia hanya akan bekerja optimal pada saat tidur.

"Mau vitamin seberapa banyak, tapi kurang tidur ya risiko tetap tinggi," kata dr Andreas.

Menurut dia, salah satu tolak ukur tidur seseorang sehat adalah tubuh merasa segar dan tidak merasa kantuk di siang hari, meski tanpa kafein.

Namun, jika mata tetap mengantuk walau memiliki waktu tidur yang cukup, maka itu berarti seseorang mengidak hipersomnia atau kantuk berlebihan.

"Ini harus diperiksakan dan jangan diabaikan," kata Andreas.

Baca juga: Benarkah Kurang Tidur Sebabkan Seseorang Tak Bisa Menikmati Hal Positif dalam Hidupnya?

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: 6 Makanan dan Minuman untuk Bantu Tidur Lebih Nyenyak

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi