KOMPAS.com - Para siswa di sekolah al-Wehdah, Taiz, Yaman kembali memulai tahun ajaran baru dengan kondisi bangunan yang hancur akibat dihantam artileri.
Di antara atap gedung yang runtuh dan puing-puing dinding sekolah, mereka terlihat antusias belajar di hari pertamanya.
Tak ada pintu kelas dan jendela, apalagi meja untuk belajar.
Para siswa juga hanya menggunakan buku lama untuk mencatat pelajaran mereka saat duduk di ruang kelas dengan didampingi oleh beberapa guru.
Di Yaman, hampir sepertiga anak-anak tidak dapat kembali ke sekolah. Para siswa di sekolah al-Wehdah termasuk yang beruntung.
Sekolah al-Wehdah hancur akibat serangan udara pada 2016 silam.
Ali Sultan, salah satu orang tua siswa menunjukkan sebuah tanda peringatan dengan huruf merah yang tertulis di dinding pembatas.
"Waspadalah terhadap ranjau," bunyi tanda peringatan itu.
Sekolah tersebut terletak di tengah-tengah ladang ranjau yang sebagian telah dibuka agar para siswa bisa kembali belajar.
"Kami dihadapkan pada pilihan yang sulit, meninggalkan mereka di rumah atau menghadapi risiko membawa mereka ke sini untuk belajar di reruntuhan ini," kata Sultan, dikutip dari AFP, Jumat (9/10/2020).
Para siswa itu kembali ke sekolah setahun setelah pemogokan.
Baca juga: Perjanjian Pertukaran 1.081 Tahanan jadi Harapan Penyelesaian Perang di Yaman
Menurut Sultan, mereka telah melewati masa-masa sulit akibat pertempuran di wilayah yang dikuasai oleh pasukan pemerintah itu.
Direktur Pendidikan Provinsi Taiz Abdel Wassae Chaddad mengatakan, tercatat ada 47 sekolah di Taiz yang hancur total akibat peperangan.
Menurutnya, ia terpaksa menutup sekolah-sekolah itu dan memberitahu siswa untuk pergi ke sekolah lain yang dapat menampung mereka.
Karena kondisi itu, beberapa terpaksa menempuh perjalanan jauh demi mendapat akses pendidikan.
Mencegah generasi yang hilang
Di ruang kelas, Jamila al-Wafi menulis pelajaran hari itu dengan pensil di balok penyangga, alih-alih di papan tulis.
Para siswa, yang duduk di lantai, mengikutinya dengan penuh perhatian. Mereka membuat catatan dengan hati-hati di buku latihan mereka.
"Kami memiliki 500 siswa. Kami menyerukan kepada seluruh dunia dan komunitas bisnis untuk menyelamatkan sekolah," kata Wafi.
"Itu bisa runtuh kapan saja," lanjutnya.
Di halaman, anak-anak melakukan beberapa latihan ringan untuk memulai hari, kemudian mengantre dengan tenang menunggu kelas dimulai.
Baca juga: PBB: Pasokan Senjata Barat dan Iran Picu Kejahatan Perang di Yaman Selama 6 Tahun
2 juta anak tidak sekolah
Menurut data PBB, sekitar dua juta dari total tujuh juta anak usia sekolah di Yaman tak bisa bersekolah sama sekali.
Lebih dari 2.500 sekolah telah dibatalkan komisi, dua pertiga telah rusak dalam serangan, sementara yang lain digunakan oleh tentara sebagai tempat berlindung bagi orang-orang yang terusir dari rumah mereka karena pertempuran.
"Meski berbahaya, kami akan terus bekerja untuk mencegah generasi yang hilang dari siswa yang kurang berpendidikan," tutur Wafi.
Pertempuran di Yaman telah menewaskan puluhan ribu orang yang sebagian besar adalah warga sipil. Perang itu mengakibatkan krisis kemanusiaan salahs atu yang terburuk di dunia.
Sekitar 3,3 juta orang telah mengungsi dan 24 juta atau lebih dari 80 persen populasi Yaman membutuhkan bantuan.
Baca juga: Melihat Kondisi Yaman, yang Harus Bertahan di Antara Perang dan Corona
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.