Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Sosiolog soal Demonstrasi Terkadang Berujung Ricuh

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG
Kericuhan terjadi saat demonstrasi menolak UU Cipta Kerja di kawasan Istana Negara, Jakarta, Kamis (8/10/2020).
|
Editor: Jihad Akbar

KOMPAS.com – Omnibus law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang diinisiasi pemerintah dan disahkan DPR RI menuai kritik dari sejumlah pihak.

Kalangan buruh hingga mahasiswa menilai UU tersebut merugikan masyarakat pekerja. Selain itu, ada pula yang menganggap UU Cipta Kerja dibuat dengan tergesa-gesa

Pengesahan omnibus law itu pun memicu demonstrasi di sejumlah daerah. 

Kompas.com, pada Kamis (8/10/2020) mencatat, setidaknya ada 9 lokasi aksi yang berujung dengan kericuhan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Namun, jika menilik ke belakang, demonstrasi berujung pada kericuhan bukan hanya terjadi kali ini saja.

Di waktu-waktu sebelumnya, demonstrasi tekadang juga berakhir ricuh.

Baca juga: Jokowi Sebut Penolak UU Cipta Kerja Bisa Judicial Review, Bagaimana Cara Mengajukannya?

Lantas, apa yang menyebabkan demonstrasi terkadang menjadi ricuh?

Sosiolog Universitas Gajah Mada (UGM), Sidiq Harim, menilai demonstrasi yang berujung ricuh sebetulnya bukanlah peristiwa mengejutkan.

Meski, kata dia, siapa pun pasti mengharapkan aspirasi dapat disampaikan dengan damai.

“Karakteristik kerumunan yang tidak mudah dikontrol rentan terhadap provokasi,” jelas Sidiq.

Ia menjelaskan tindakan anarkistis sebenarnya bisa sangat subjektif.

Namun, apabila hal tersebut dilakukan di tengah kerumunan massa bisa berubah menjadi tindakan kolektif.

“Tapi, pertanyaannya yang lebih krusial sebenarnya siapa yang anarkis, bukan kenapa anarkis,” kata dia.

Ia mengatakan pada era informasi berlebih terjadi seperti sekarang, akan mudah untuk menuduh siapa penyebab kericuhan, namun sulit untuk membuktikan.

Baca juga: Larang Mahasiswa Demo UU Cipta Kerja, Kemendikbud Dianggap Pasung Kemerdekaan Kampus

Terkait aksi penolakan UU Cipta Kerja, bukan kericuhan yang terjadi, Sidiq menilai yang terjadi adalah reaksi publik terhadap "kekerasan" sistematis pihak yang terlibat serta mendukung pembuatan UU tersebut.

“Kekerasan itu enggak keliatan bentuknya, tapi terasa dan membangkitkan amarah publik,” pungkasnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi