Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terkait Dugaan Hoaks atas UU Cipta Kerja...

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/AGIE PERMADI
Tampak massa aksi melakukan pelemparan batu terhadap para petugas saat pengawalan demo tolak omnisbus law UU Cipta Kerja di Gedung DPRD Jabar, Kamis (8/10/2020), hal tersebut mengakibatkan kericuhan dan kerusakan sejumlah fasilitas umum di sekitar lokasi demo.
|
Editor: Jihad Akbar

KOMPAS.com - Kabar persebaran hoaks usai pengesahan omnibus law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja menjadi perhatian pemerintah.

Bahkan, diberitakan Kompas.com pada Jumat (9/10/2020), Presiden Joko Widodo menilai aksi unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja dilatarbelakangi oleh disinformasi dan hoaks.

"Saya melihat adanya unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja yang pada dasarnya dilatarbelakangi oleh disinformasi mengenai substansi dari UU ini dan hoaks di media sosial," kata Jokowi dalam konferensi pers virtual dari Istana Kepresidenan, Bogor.

Terkait dugaan persebaran hoaks atas UU Cipta Kerja, polisi pun turut menindaklanjutinya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilansir Kompas.com, Jumat (9/10/2020), Polri menyatakan telah menangkap seseorang yang diduga sebagai pelaku penyebar hoaks di media sosial Twitter.

VE (36) diduga menyebarkan hoaks terkait UU Cipta Kerja melalui akun Twitter @videlyaeyang. Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yowono mengatakan, VE ditangkap di Makassar, Sulawesi Selatan.

"Contohnya uang pesangon dihilangkan, kemudian UMP/UMK dihapus, kemudian semua hak cuti, tidak ada kompensasi, dan lain-lain, ada 12 gitu ya," kata Argo.

Menurut kepolisian, yang disampaikan VE tersebut tidak sesuai dengan isi UU Cipta Kerja yang disahkan DPR.

Baca juga: Diduga Sebar Hoaks soal UU Cipta Kerja, Pemilik Akun @videlyaeyang Ditangkap Polisi

Draf UU Cipta Kerja belum final

Sementara itu, meski sudah disahkan DPR RI saat rapat paripurna pada 5 Oktober 2020, draf UU Cipta Kerja ini ternyata belum rampung 100 persen.

Hal ini sebagaimana disampaikan anggota Badan Legislatif (Baleg) DPR RI Firman Soebagyo yang diberitakan Kompas.com pada Jumat (9/10/2020).

"Memang draf ini dibahas tidak sekaligus final, itu masih ada proses-proses yang memang secara tahap bertahap ada penyempurnaan," kata Firman, Kamis (8/10/2020).

Hal serupa juga disampaikan Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi. Pihaknya mengaku masih akan melakukan sejumlah koreksi, tetapi sebatas koreksi redaksional, bukan substansional.

"Kami sudah sampaikan, kami minta waktu bahwa Baleg dikasih kesempatan untuk me-review lagi. Takut-takut ada yang salah titik, salah huruf, salah kata, atau salah koma. Kalau substansi tidak bisa kami ubah, karena sudah keputusan," jelas dia.

Baca juga: Draf UU Cipta Kerja yang Rupanya Belum Final...

Diberitakan Kompas.com, Senin (12/10/2020), saat ini beredar tiga draf RUU Cipta Kerja. 

Pertama, draf berjudul "5 OKT 2020 RUU Cipta Kerja-Paripurna" yang diberikan seorang pimpinan Badan Legislatif DPR kepada wartawan sebelum rapat paripurna. Dokumen ini berjumlah 905 halaman.

Kedua, draf RUU Cipta Kerja yang berada di situs dpr.go.id. Dokumen ini berjumlah 1.028 halaman, tetapi tidak memiliki tanggal yang jelas.

Ketiga, draf beredar di kalangan akademisi dan wartawan dengan nama penyimpanan "RUU CIPTA KERJA - KIRIM KE PRESIDEN.pdf". Belum diketahui secara pasti mengenai sumber awal draf RUU Cipta Kerja versi 1.035 halaman ini. Pihak DPR pun belum memberikan konfirmasi.

Baca juga: Beredar Lagi Versi Baru RUU Cipta Kerja, yang Mana Draf Finalnya?

Penetapan hoaks

Belum jelasnya draf final UU Cipta Kerja itu pun memunculkan pertanyaan terkait penetapan suatu informasi menjadi hoaks.

Kompas.com pun mencoba menghubungi pihak kepolisian untuk mendapatkan penjelasan.

Namun, Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono hanya memberikan jawaban singkat.

"Nanti sama-sama kita ikuti di sidang pengadilan ya," kata Argo, Senin (12/10/2020).

Ia mengajak agar mengikuti proses penyidikan yang dilakukan kepolisian.

"Ikuti saja proses sidiknya," jawab dia.

Baca juga: Draf Final RUU Cipta Kerja Belum Ada, Presiden dan DPR Dinilai Lakukan Disinformasi

Kata pakar hukum

Terkait penangkapan dengan tudingan dugaan hoaks UU Cipta Kerja, pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai sebagai tindakan yang prematur.

"Karena berita aslinya belum jelas, maka tidak ada yang disebut berita bohong, tidak ada sifat melawan hukumnya," kata Fickar seperti diberitakan Kompas.com pada Senin (12/10/2020).

Menurut pandangannya, polisi di sini telah melakukan pelanggaran asas legalitas seperti tertuang dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP.

"Apa yang dibilang bohong, yang resmi dan asli saja tidak atau belum ada. Dan kalau kemudian ada, maka tindak pidananya tidak bisa retroaktif, sangkaannya gugur karena melanggar asas legalitas," jelas dia.

Lebih jauh, Fickar menyebut polisi bisa terjebak menjadi alat politik apabila hal serupa kembali terulang pada waktu yang akan datang.

Baca juga: Draf UU Cipta Kerja Belum Final, Polisi Dinilai Tak Bisa Tetapkan Tersangka Hoaks

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi