Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Disahkan, Tapi Naskah Final UU Cipta Kerja Belum Ada, Kok Bisa?

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/ZAKARIAS DEMON DATON
Spanduk penolakan omnibus law UU Cipta Kerja dibentang pada dua tenda berkemah di depan Kantor Gubernur Kaltim, Jalan Gajah Mada, Samarinda, Sabtu (10/10/2020).
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Satu minggu sejak disahkan oleh DPR dan pemerintah pada Senin (5/10/2020), belum ada naskah final Undang-Undang Cipta Kerja.

Pada Kamis (8/10/2020), anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Soebagyo mengatakan, masih ada beberapa penyempurnaan yang dilakukan pada RUU Cipta Kerja.

"Artinya, bahwa memang draf ini dibahas tidak sekaligus final, itu masih ada proses-proses yang memang secara tahap bertahap itu kan ada penyempurnaan," kata dia.

Dikutip dari Kompas.com Senin (12/10/2020), beredar juga draf Undang-Undang Cipta Kerja dengan versi terbaru. Kali ini, terdapat draf berjumlah 1035 halaman.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di halaman terakhir, terdapat kolom untuk tanda tangan pimpinan DPR Aziz Syamsuddin.

Sebelumnya pada 5 Oktober, beredar dokumen yang berjudul "5 OKT 2020 RUU Cipta Kerja-Paripurna". Dokumen tersebut berjumlah 905 halaman.

Sementara itu, di situs DPR (dpr.go.id), draf RUU Cipta Kerja yang diunggah berjumlah 1.028 halaman, tetapi tidak memiliki tanggal yang jelas.

Misteri naskah final ini menambah daftar kritikan publik terhadap UU Cipta Kerja yang sejak awal menuai kontroversi.

Lantas, bagaimana sebenarnya aturannya?

Baca juga: Beredar Lagi Versi Baru RUU Cipta Kerja, yang Mana Draf Finalnya?

Disebut pelanggaran konstitusi

Menanggapi kondisi tersebut, Dosen Hukum Administrasi dan Keuangan Negara Fakultas Hukum Universitas Bengkulu (UNIB) sekaligus Peneliti di Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Beni Kurnia Illahi mengatakan, pengubahan naskah undang-undang setelah disahkan merupakan pelanggaran konstitusi dan asas dalam UU Nomor 12 Tahun 2011.

Menurut Beni, sebuah produk hukum sudah sah diundangkan setelah melalui proses pengesahan di sidang paripurna.

"Ini hal paling aneh yang terjadi sepanjang masa proses pembentukan undang-undang di DPR," kata Benny kepada Kompas.com, Senin (12/10/2020).

"Karena ketika pemerintah dan DPR mengesahkan di paripurna, maka secara konkret itu telah dinyatakan sebagai produk hukum," lanjutnya.

Beni menuturkan, sikap pemerintah dan DPR menunjukkan bahwa mereka berkolaborasi untuk menghancurkan konsep negara hukum yang telah dibangun oleh the Founding Fathers.

Sebab, seluruh aspek proses pembentukan undang-undang tak lagi sesuai dengan asas-asas dan prinsip pembentukan peraturan undang-undang yang baik.

"Artinya, memang kongkalikong atau keterlibatan pemerintah dan DPR hari ini sengaja dilakukan untuk mengobrak-abrik konsep negara hukum," jelas dia.

Hal itu terbukti dengan pengesahan UU Cipta Kerja yang tidak disertai naskah final.

Baca juga: Muncul Draf RUU Cipta Kerja 1.035 Halaman, Formappi: Tak Mungkin Hanya Tambahan Perbaikan Typo

Melanggar asas keterbukaan

Beni menambahkan, belum adanya naskah final seminggu setelah disahkannya UU Cipta Kerja juga melanggar asas keterbukaan yang harus ada dalam setiap pembentukan undang-undang.

Menurut Beni, UU Cipta Kerja sejak awal memang dibuat dengan iktikad buruk.

Sebab produk hukum yang dilahirkan sangat banyak, serta dinilai mengebiri hak-hak masyarakat, sehingga mendapat banyak penolakan.

Dengan kondisi ini, ia melihat bahwa pemerintah dan DPR mungkin ingin memasukkan substansi-substansi yang belum ada dalam undang-undang tersebut.

"Saya yakin pemerintah dan DPR lagi mempersiapkan substansi mana yang menguntungkan pihak-pihak yang terlibat dalam UU Cipta Kerja ini, khususnya para investor," tutur dia.

Dengan kondisi saat ini, pihaknya berharap masyarakat senantiasa mendorong DPR untuk lebih transparan dan akuntabel dalam pengundangan naskah UU Cipta Kerja.

Sehingga ketika telah diundangkan sudah ada kepastian hukum terehadap undang-undang tersebut.

"Dengan begitu masyarakat bisa menyusun strategi advokasi berikutnya untuk menyikapi kontroversial UU Cipta Kerja. Seperti pengujian UU tersebut ke MK, atau mendorong Presiden mengeluarkan Perpu," jelas dia. 

Baca juga: Survei Sebut Perusahaan Lebih Bisa Diandalkan daripada Pemerintah Selama Pandemi

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi