Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik RUU Cipta Kerja dan Pemerintah yang Dinilai Defensif...

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO
Mahasiswa menuju Istana Negara, Jakarta untuk menggelar unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja, Kamis (8/10/2020).
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Pembahasan kilat dan pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja oleh DPR RI masih terus menuai pro dan kontra.

Pasca-pengesahan RUU Cipta Kerja, Senin (5/10/2020), berlangsung aksi demonstrasi menolak RUU yang dinilai merugikan buruh itu, di sejumlah wilayah di Indonesia.

Sebagian pihak menyoroti tertutupnya pembahasan UU tersebut selama proses pembahasan bersama pemerintah.

Sorotan juga diarahkan pada sejumlah pasal kontroversial yang dinilai akan merugikan kaum pekerja.

Gelombang aksi unjuk rasa berlangsung sejak Selasa (6/10/2020) hingga Kamis (8/10/2020), diwarnai kericuhan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah merespons berbagai aksi dan aspirasi penolakan ini dengan menyebut bahwa reaksi yang muncul karena banyaknya misinformasi soal isi RUU Cipta Kerja.

Sementara, hingga saat ini, draf final resmi belum bisa diakses di laman DPR. Draf yang diperoleh pekerja media berasal dari individu anggota Dewan.

Belum ada kejelasan, mana draf yang disahkan dalam sidang paripurna DPR pekan lalu. 

Dalam pernyataannya, Presiden Joko Widodo mempersilakan pihak-pihak yang masih merasa tidak puas terhadap UU Cipta Kerja, untuk mengajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi.

Baca juga: Menkominfo: Naskah Final UU Cipta Kerja Dipublikasikan Setelah Jadi Lembaran Negara

Pemerintah dinilai defensif

Pengamat komunikasi politik Hendri Satrio menilai, hingga hari ini, pemerintah masih belum mendengarkan keluhan dari pihak-pihak yang menolak pengesahan UU Cipta Kerja.

Menurut dia, pemerintah justru lebih menunjukkan sikap defensif daripada mendengarkan aspirasi mereka yang menolak UU ini.

"Kenapa saya katakan defensif? Karena respons dari pemerintah adalah 'Silakan, kalau Anda kurang puas ajukan judicial review ke MK (Mahkamah Konstitusi)," kata Hendri saat dihubungi Kompas.com, Senin (12/10/2020).

Hendri mengatakan, respons semacam itu bukan respons untuk mendengarkan.

Jika mendengarkan aspirasi publik, maka pemerintah seharusnya membuka ruang diskusi.

"Dan bersama-sama maju ke MK dengan masukan dari publik tadi. Itu pemimpin yang mendengarkan, tapi kalau kemudian responsnya 'Silakan judicial review ke MK', itu namanya defensif," ujar dia.

Permasalahan lain dari komunikasi pemerintah, menurut Hendri, tentang ketidakjelasan mengenai keberadaan naskah resmi UU Cipta Kerja yang sudah disahkan.

Hendri mengaku menerima draf final RUU Cipta Kerja setebal 905 halaman yang disahkan saat rapat paripurna pekan lalu. 

"Saya dapat dari Mas Ahmad Sahroni, Nasdem. Tapi kan banyak keluhan dari masyarakat, yang belum dapat (draf itu). Bahkan beberapa anggota DPR yang hadir pada saat itu mengatakan mereka enggak punya drafnya," kata Hendri.

"Kalau benar pada saat pengesahan anggota DPR yang hadir di situ banyak yang tidak pegang draf final, tapi (rapat) itu juga dihadiri Menteri, itu seperti njorokin Presiden ke jurang," lanjut dia.

Hendri menjelaskan, implikasi dari hal itu, Presiden bisa dianggap memanipulasi proses penyusunan undang-undang. 

"Itu harus dijelaskan. Sebetulnya polemik itu yang benar yang mana sih. Kan itu enggak pernah, sampai saat ini, dijelaskan," kata Hendri.

Baca juga: Draf RUU Cipta Kerja Tidak Jelas, Ada Potensi Masuknya Pasal-pasal Selundupan

Buka ruang diskusi

Menanggapi pernyataan resmi Jokowi tentang UU Cipta Kerja, Hendri mengatakan, pernyataan yang disampaikan Presiden cukup runut, dan secara komunikasi sudah baik.

Namun, hal itu dinilainya belum cukup.

"Karena, ada beberapa yang dikeluhkan oleh masyarakat harusnya dijelaskan lebih detail, dengan dilengkapi contoh-contoh. Kemarin Presiden berusaha menjelaskan itu, tapi memang belum masuk ke ranah yang dituju dan detail," kata Hendri.

"Nah, ini harus dijelaskan lebih detail lagi, oleh para Menteri terkait. Jadi, jangan berhenti sampai di situ," lanjut dia.

Di sisi lain, Hendri mengatakan, mereka yang menolak UU Cipta Kerja juga harus berusaha mendengarkan. 

"Jadi jangan cuma menuntut, tapi dalam prosesnya mereka juga mendengarkan. Mendengarkan bukan berarti hanya mendengar saja, tetapi juga bisa membaca," ujar dia.

"Kalau dua-duanya sama-sama mau mendengarkan, maka penjelasan yang komprehensif itu baru berguna. Kalau DPR dan Pemerintah enggak mau dengerin, sementara masyarakat penolak juga begitu, nanti enggak akan ada ujung-pangkalnya," kata Hendri.

Hendri menyebutkan, omnibus law adalah hal baru di Indonesia sehingga wajar jika timbul polemik yang begitu keras.

Dia menyarankan pemerintah untuk membuka ruang diskusi yang mengakomodasi keterlibatan publik.

Hal ini dinilainya masih menjadi catatan pemerintah, terkait upaya menyosialisasikan suatu kebijakan publik.

"Mereka mengandalkan buzzer. Kalau buzzer kan satu arah. Tidak dibuka ruang publik, tapi dikampanyekan, dipromosikan. Sekuat-kuatnya sebuah promosi, itu tidak ada dialog, sehingga yang ada adalah menambah kekesalan," kata Hendri.

Hal paling mendesak yang harus segera dilakukan oleh pemerintah maupun DPR saat ini adalah membuka kepada publik keberadaan naskah resmi UU Cipta Kerja yang telah disahkan.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Rekam jejak omnibus law UU Cipta Kerja

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi