Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Pemerintah Sebut Aksi Tolak UU Cipta Kerja Dipicu Hoaks hingga Kericuhan Dibiayai Asing

Baca di App
Lihat Foto
Aji YK Putra
Massa aksi demo penolakan RUU Omnibus Law di Palembang,Sumatera Selatan membakar ban di tengah jalan sembari melakukan orasi, setelah terlibat benterok dengan aparat kepolisian, Kamis (8/10/2020).
|
Editor: Jihad Akbar

KOMPAS.com - Gelombang aksi unjuk rasa menolak pengesahan omnibus law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja berlangsung di sejumlah daerah beberapa hari terakhir.

Pada Kamis (8/10/2020), sejumlah aksi di beberapa daerah berujung dengan adanya kericuhan.

Diberitakan Kompas.com pada Jumat (9/10/2020), Presiden Jokowi mensinyalir demonstrasi menolak UU Cipta Kerja dilatarbelakangi disinformasi dan hoaks.

"Saya melihat adanya unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja yang pada dasarnya dilatarbelakangi oleh disinformasi mengenai substansi dari UU ini dan hoaks di media sosial," kata Jokowi dalam konferensi pers virtual dari Istana Kepresidenan, Bogor, Jumat (9/10/2020).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sementara itu, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto meyakini ada dalang dari kericuhan usai demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja.

Diberitakan Kompas.com, Selasa (13/10/2020), ia juga menduga adanya pihak asing yang membiayai.

"Ini pasti ada dalangnya. Ini pasti anasir-anasir ini. Ini pasti anasir yang dibiayai asing. Enggak mungkin seorang patriot mau bakar (fasilitas umum) milik rakyat," kata Prabowo.

Baca juga: Kala BEM SI Sindir Jokowi Kabur, Tuding Pemerintah Putar Balikkan Narasi

Cukup jelaskan UU Cipta Kerja

Terkait pernyataan pemerintah tersebut, Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio, menilai pemerintah sebenarnya hanya cukup menjelaskan tentang UU Cipta Kerja.

Sebab, kata dia, hal tersebut yang diinginkan masyarakat saat ini, tidak lebih dari itu.

"Apakah masyarakat sudah paham kalau demo itu ada yang mensponsori? Masyarakat sih enggak terlalu peduli juga. Karena pertanyaan mereka bukan itu," kata Hendri saat dihubungi Kompas.com, Selasa (13/10/2020).

Hendri mengatakan, salah satu hal yang menjadi pertanyaan masyarakat saat ini adalah draf asli dari RUU Cipta Kerja yang disahkan DPR RI pada 5 Oktober 2020.

"Yang mana sih sebetulnya draf final yang asli? Yang versi 1.035 halaman, 905 halaman, atau versi 812 halaman yang baru hari ini diungkapkan. Itu saja pemerintah gagap menanggapi itu," ujar dia.

"Yang disuruh menjelaskan Sekjen DPR. Sekjen jawabannya juga lucu, masalah format kertas. Maksud saya begini, yang ditunggu masyarakat kan penjelasan dari UU Cipta Kerja itu. Maka jelaskan soal itu, jangan menjelaskan hal selain itu," lanjutnya.

Baca juga: Prabowo Yakin Kerusuhan Demo Tolak UU Cipta Kerja Dibiayai Asing

Saling curiga

Menurut Hendri, pernyataan-pernyataan pejabat publik yang tidak menjawab pertanyaan masyarakat tentang substansi UU Cipta Kerja tidak menyelesaikan masalah.

Ia menilai pernyataan pemerintah tersebut justru membuat masyarakat saling curiga.

"Sebetulnya ini mudah saja selesainya. Jelaskan apa yang diinginkan oleh masyarakat. Jadi masyarakat bertanya, ya sudah, pemerintah dan DPR menjelaskan," kata Hendri.

Hendri mengharapkan pemerintah lebih bijak dalam mengkomunikasi suatu pesan politik.

"Sehingga masyarakat tidak tambah bertanya-tanya, atau menduga-duga situasi saat ini, dan lari dari substansi yang diinginkan oleh rakyat," imbuhnya.

Baca juga: Terkait Dugaan Hoaks atas UU Cipta Kerja...

Kejelasan draf RUU Cipta Kerja

Pada Senin (12/10/2020) malam, beredar draf RUU Cipta Kerja dengan jumlah 812 halaman.

Diberitakan Kompas.com, Selasa (13/10/2020), Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar menyatakan, draf tersebut merupakan hasil perbaikan terkini yang dilakukan DPR.

Sebelumnya, beredar draf RUU Cipta Kerja dengan jumlah 1.208, 905, dan 1.035 halaman. Saat itu, Indra mengonfirmasi bahwa yang berjumlah 1.035 halaman adalah dokumen terkini.

Namun, perbaikan masih terus dilakukan. Dokumen berjumlah 1.035 halaman itu kemudian menjadi 812 halaman, setelah diubah dengan pengaturan kertas legal.

Saat ini, dokumen tersebut beredar dengan nama penyimpanan "RUU Cipta Kerja-Penjelasan".

Namun, Indra enggan menjawab saat ditanya perihal perubahan substansi. Dia menuturkan, Kesekjenan DPR hanya mengurus soal administrasi.

Indra juga menyebut draf RUU Cipta Kerja tersebut belum dikirim ke presiden.

Baca juga: Draf RUU Cipta Kerja Diperbarui Lagi, Berubah Jadi 812 Halaman

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Sumber: Kompas.com
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi