Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demo UU Cipta Kerja, Tindakan Kekerasan, dan Desakan Reformasi Kepolisian...

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/MOHAMAD HAMZAH
Seorang polisi menembakan gas air mata saat berupaya mengamankan aksi unjuk rasa mahasiswa yang menolak disahkannya RUU Cipta Kerja di Jalan Samratulangi Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (8/10/2020). Aksi unjuk rasa oleh ribuan mahasiswa dari berbagai universitas di Kota Palu tersebut diwarnai kericuhan dan mengakibatkan sejumlah mahasiswa serta polisi terluka.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Aksi penolakan terhadap UU Cipta Kerja yang digelar beberapa waktu lalu melibatkan massa yang tidak sedikit dan di antaranya berujung kisruh dan munculnya tindakan kekerasan.

Tindak kekerasan itu ada yang dilakukan oleh pengunjuk rasa bahkan aparat yang bertugas.

Koalisi Reformasi Sektor Keamanan yang merupakan gabungan dari Kontras, Imparsial, Amnesty Internasional Indonesia, Public Virtue Institute, LBH Jakarta, Setara Institute, HRWG, Elsam, PBHI, LBH Masyarakat, Pil-Net, ICW dan LBH Pers mencatatnya.

Baca juga: Mengapa Aksi Demonstrasi di Indonesia Identik dengan Bakar-bakar di Tengah Jalan?

Mereka melihat adanya sikap berlebihan dari aparat kepolisian dalam menangani aksi demonstrasi UU Cipta Kerja.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bahkan koalisi ini mengecam tindakan brutal kepolisian dan menyebut mereka kembali menunjukkan sikap militeristik.

Khususnya pada aksi unjuk rasa di berbagai daerah yang digelar pada 6-8 dan 13 Oktober 2020.

Baca juga: Viral, Unggahan Kemenkominfo Akan Blokir Medsos Usai Terjadinya Demo Omnibus Law UU Cipta Kerja, Benarkah?

Salah satu tindakan berlebihan yang dimaksud adalah yang terjadi di Kwitang, Pasar Senen, Jakarta Pusat, Selasa (13/10/2020).

Saat itu, anggota kepolisian menembakkan gas air mata pada warga saat tidak ada ancaman yang signifikan, sehingga dipertanyakan mengapa kekuatan itu dipergunakan.

Di sana warga pun disebutkan mereka menjadi korban.

Baca juga: Aksi Demo Penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja di 9 Daerah Berlangsung Ricuh, Mana Saja?

Kekuatan berlebihan

Keseluruhan peristiwa tersebut dinilai memperlihatkan bahwa kepolisian mengutamakan penggunaan kekuatan berlebihan (excessive use of force).

Komite ini juga mencatat adanya pembatasan akses informasi dan upaya menghalangi akses bantuan hukum yang dilakukan oleh kepolisian.

Akibatnya banyak orang ditangkap dan mengalami hal-hal tidak manusiawi.

Baca juga: Mengintip Spesifikasi Mobil Water Cannon Polisi yang Digunakan untuk Mengamankan Demo UU Cipta Kerja

Saat ditanyakan soal mereka yang hilang dan ditahan saat melakukan demonstrasi, staf Divisi Hukum Kontras, Andi Muhammad Rezaldy, menyebut orang-orang tersebut sejauh ini belum diketahui secara pasti keberadaannya.

"Sejauh ini belum ada perkembangan, (mereka) belum diketahui keberadannya, karena ya sulit untuk akses informasi dan bantuan hukum," kata Andi yang juga tergabung dalam Tim Advokasi untuk Demokrasi seperti dalam rilis yang diterima Kompas.com, Rabu (14/10/2020).

Padahal anggota Polri semestinya menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM) dalam menjalankan tugasnya.

Baca juga: Anggota Polri di Jawa Timur Disebut Terkenal Banyak yang Selingkuh, Apa yang Terjadi dan Mengapa?

Desakan reformasi kepolisian

Koalisi Reformasi Sektor Keamanan menilai polisi telah melakukan sejumlah pelanggaran dari apa yang terjadi saat aksi demo UU Cipta Kerja.

Pelanggaran itu adalah penggunaan kekuatan berlebihan, pembubaran massa aksi yang tidak sesuai prinsip dan tahapan yang ada, dan melakukan penangkapan secara sewenang-sewenang.

Untuk itu Koalisi Reformasi Sektor Keamanan mengemukakan 4 desakan pada sejumlah pihak.

Baca juga: Akhir Pelarian Djoko Tjandra dan Cerita Tiga Jenderal

Pertama, mereka mendesak Presiden Joko Widodo memerintahkan Kapolri segera mereformasi kepolisian secara menyeluruh yang menyentuh aspek kultural, struktural, dan instrumental, dengan mengedepankan prinsip-prinsip pemolisian demokratik.

Desakan kedua ditujukan pada Kapolri agar memerintahkan seluruh Kapolda di berbagai wilayah di Indonesia untuk menghentikan tindak kekerasan dan penggunaan kekuatan yang berlebihan terhadap massa aksi.

Serta melakukan evaluasi terhadap penggunaan kekuatan yang sudah dijalankan;

Selanjutnya, koalisi juga mendesak agar Kabareskrim dan Kepala Propam Mabes Polri segera memeriksa anggota yang diduga melakukan pelanggaran hukum atau HAM, baik secara pidana maupun etik.

Terakhir, desakan ditujukan pada Ketua Komnas HAM dan Ketua Ombudsman RI agar bersama membuat tim ad hoc dan menginvestigasi secara mandiri tindak kekerasan dan penggunaan kekuatan berlebihan dalam penanganan aksi demonstrasi.

Baca juga: Mengenal Apa Itu Gas Air Mata, Efek, dan Cara Mengurangi Dampaknya...

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Gas Air Mata Si Pembubar Massa

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi