Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Profil Prayuth Chan-ocha, PM Thailand yang Menolak Mundur Usai Didemo

Baca di App
Lihat Foto
AFP / CHARLY TRIBALLEAU
Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-o-cha.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha pada Jumat (16/10/2020) menolak mundur karena menganggap tak melakukan kesalahan apa pun.

Penolakan itu terjadi setelah para demonstran menyuarakan sejumlah tuntutannya, termasuk pengunduran diri Prayuth.

Gelombang besar protes di Thailand telah berlangsung sejak Februari 2020 dan sempat terhenti karena pandemi virus corona.

 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Para mahasiswa menilai, kesuksesan Prayuth kembali berkuasa lewat pemilu tahun lalu karena Undang-Undang yang telah diubah untuk memperkuat partai pro-militer.

Baca juga: Ramai di Medsos Gubernur Riau Pelesiran ke Thailand Saat Kabut Asap, Ini Penjelasannya...

Berikut profil Prayuth Chan-ocha:

Dikutip dari BBC, 8 September 2020, Prayuth lahir pada 21 Maret 1954 dari keluarga militer di Provinsi Nakhon Ratchasima.

Setelah menyelesaikan pendidikan tingkat menengahnya dari Sekolah Wat Nuannoradit, ia dikirim ke Sekolah Persiapan Akademi Angkatan Bersenjata dan bergabung dengan Akademi Militer Kerajaan Chulachomklao.

Sebagai pendukung setia keluarga kerajaan, Prayuth memiliki kesempatan untuk bekerja di Resimen Infantri ke-21 atau dikenal sebagai Pengawal Raja.

Baca juga: Malaysia Laporkan Lonjakan Kasus Covid-19, Dipicu oleh Pemilu Sabah

Karier militer

Pada Oktober 2003, ia diangkat menjadi komandan Divisi Infanteri Kedua dari Pengawal Kerajaan.

Tiga tahun kemudian, Prayuth dipromosikan menjadi komandan wilayah Angkatan Darat pada 2006 karena mendukung panglima militer Jenderal Anuphong Phaochinda selama kudeta tahun itu.

Kudeta tersebut dilakukan untuk menggulingkan pemerintahan perdana menteri saat itu Thaksin Shinawatra.

Kesetiaan Prayuth kepada Anuphong berubah menjadi kemitraan setelah mereka membentuk kelompok pemimpin militer yang dikenal sebagai Macan Timur.

Baca juga: Saat Militer Disebut Dibutuhkan untuk Menegakkan Disiplin Protokol Kesehatan Covid-19...

Pada Oktober 2009, Prayuth diangkat sebagai Wakil Kepala Angkatan Darat Thailand.

Setahun kemudian, ia menggantikan posisi Anupang sebagai panglima tertinggi Angkatan Darat Thailand pada 25 September 2010.

Pada Juni 2011, ia meninggalkan posisinya dan menegaskan bahwa tentara tidak akan ikut campur dalam politik.

Ia juga mengimbau para pemilih untuk mendukung "orang baik" dalam pemilu.

Imbauan ini secara luas ditafsirkan sebagai petunjuk untuk memilih Yingluck Shinawatra, saudara perempuan Thaksin.

Baca juga: Artis Masuk Politik, Haruskah Miliki Bekal Ilmu dan Pengalaman?

Kudeta 2014

Prayuth kemudian mengambil keuntungan dari konflik politik antara pemerintah Yingluck dan partai oposisi dan mengumumkan kudeta pada 22 Mei 2014.

Selanjutnya, pemerintahan militer yang secara resmi dikenal sebagai Dewan Nasional untuk Perdamaian dan Ketertiban (NCPO) menangguhkan konstitusi dan memilihnya sebagai perdana menteri negara pada 21 Agustus 2020.

Prayuth memberlakukan konstitusi sementara yang memberi kewenangan pemerintah militer untuk berkuasa secara bebas.

Baca juga: Selain Qasem Soleimani, AS Juga Targetkan Jenderal Militer Kedua Iran

Pasal 44 dari konstitusi memastikan kewenangan absolutnya untuk mengeluarkan perintah terhadap aktivitas apa pun yang dianggap pemerintah sebagai ancaman terhadap ketertiban, keamanan nasional, atau monarki.

Bersama dengan pembatasan pada kebebasan sipil, media, dan perbedaan pendapat, Prayuth mengambil langkah untuk mengubah citranya menjadi seorang pemimpin yang baik hati.

Ia menulis lagu berjudul "Kembalikan Kebahagiaan Thailand" dan menyiarkannya secara luas di radio dan stasiun televisi.

Baca juga: Plus Minus Pembangunan Pangkalan Militer di Natuna...

Tak hanya itu, The Nation Books menerbitkan biografinya berjudul "Namanya Tu", berisi perjalanannya menjadi seorang pemimpin dan lebih banyak menonjolkan sisi lembutnya daripada kepribadian otoriternya.

Prayuth menuai kontroversi karena perilakunya yang impulsif dan marah terhadap media setelah menjadi kepala negara.

Namun, sikap itu berubah menjelang pemilu 2019. Tim kampanye Prayuth justru aktif di berbagai media sosial dan mengunggah foto-fotonya.

Dalam pemilu tersebut, Partai Palang Pracharath menominasikan Prayuth sebagai kandidat perdana menteri.

Parlemen Thailand yang didominasi oleh anggota pemerintahan militer kemudian memilihnya sebagai perdana menteri pada 5 Juni 2019.

Baca juga: Melihat Perbandingan Kekuatan Militer Iran dan Amerika

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi