Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Tie-Dye, Simbol Perlawanan Masyarakat Amerika Tahun 1960-an

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK
,
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Dunia fesyen selalu menawarkan perubahan tren mode di setiap tahunnya. Meskipun tidak ada yang menjamin mode baru itu benar-benar sesuatu yang baru. 

Contohnya motif tie dye atau ikat celup yang terkenal dengan pola dan permainan warna cerahnya.

Belakangan ini motif yang terkesan abstrak ini banyak dipilih untuk dibuat menjadi setelan baju tidur, baik anak, dewasa, laki-laki, maupun perempuan.

Mengutip Vox, motif ini menjadi salah satu tren besar di musim panas 2019 yang diakui oleh Vogue.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Simbol perlawanan

Di Amerika Serikat, teknik pewarnaan yang satu ini erat dikaitkan dengan budaya tandingan yang muncul di tahun 60-an.

Berdasarkan Heroine, motif tidak beraturan ini adalah lambang penolakan masyarakat Amerika ketika itu terhadap norma-norma sosial yang ketat yang diberlakukan pada tahun 50-an.

Mereka menolak tindak kekerasan, kapitalisme, materialisme, dan keseragaman yang ada.

Budaya hippie pun membuat motif ini untuk mengungkapkan cinta dan kasih sayang yang belum ditemukan dalam kehidupan ketika itu.

Sementara bagi mereka yang tumbuh di era berikutnya, lebih dikenal sebagi kegiatan kerajinan tangan yang dilakukan anak-anak.

Baca juga: Hanya Satu-satunya, Kaus Supreme Tie-Dye Dijual Seharga Rp 777 Juta

Namun ternyata sejarah di balik motif ini, jauh lebih panjang dari sekadar tahun 1960, mereka disebut sudah ada sejak 4.000 tahun sebelum masehi.

Teknik warna ikat ini menjadi budaya di banyak negara dunia, termasuk India, China Indonesia, hingga Nigeria.

Mereka telah memanfaatkan teknik ini selama ratusan tahun lamanya. Meski menggunakan dasar teknik yang sama, masing-masing wilayah menghasilkan gaya dan ciri khas yang bisa membedakannya dari hasil teknik yang sama di negara lain.

Sampel paling awal dari kesenian warna ikat ini ditemukan di Peru.

Meski begitu, kurator Museum Tekstil Universitas George Washington, Lee Talbot tetap menyebut seni ini muncul dengan sendirinya di berbagai belahan dunia, tidak diketahui siapa yang pertama kali mencetuskannya.

Hanya saja, keberadaannya semakin menyebar luas seiring perdagangan internasional yang dilakukan oleh negara-negara dunia di waktu yang lalu.

Baca juga: Kembalinya Motif Tie Dye Penuh Warna

Proses pembuatan motif tie dye

Proses pembuatan motif tie dye sesungguhnya relatif mudah. Kita hanya perlu memuntir kain hingga menyusut dan membentuk bulatan.

Setelah itu memberikannya batasan, baik menggunakan karet atau benang, untuk memisahkan bagian-bagian yang ingin diwarnai.

Harapannya, agar warna yang diberikan di bagian tertentu tidak merembes ke bagian yang lainnya.

Jika sudah, maka kita harus mendiamkan kain dengan warna yang masih basah itu hingga mengering. Sehingga ketika dibuka, motif ikat yang dibuat sebelumnya dapat terlihat.

Sebenarnya teknik pewarnaan kain yang satu ini sudah ada sejak lama, dan sempat hits di waktu-waktu sebelumnya.

Misalnya dengan dibuat di selembar kaos polos dan dijadikan baju santai. Ada juga yang dibuat untuk membuat jaket, hoodie, jumper, dan sebagainya.

Baca juga: Menengok Tren Busana Muslim, dari Polosan ke Tie Dye

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi