Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aksi Masih Terus Terjadi, Pemerintah Thailand Akan Investigasi Media

Baca di App
Lihat Foto
AFP/LILLIAN SUWANRUMPHA
Massa pro-demokrasi menggelar aksi unjuk rasa menentang dekrit darurat oleh Pemerintah Thailand, di Bangkok, Thailand, Kamis (15/10/2020). Puluhan ribu orang turun ke jalan memprotes keputusan Pemerintah mengeluarkan dekrit darurat yang melarang kerumunan dan pembatasan media.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Aksi demonstrasi besar di Bangkok, Thailand, memasuki hari keenam pada Senin (19/10/2020).

Demonstrasi tetap digelar meski pemerintah Thailand telah melarang segala bentuk aktivitas perkumpulan massa.

Pemerintah Thailand terus berupaya menekan eskalasi demonstrasi dengan berbagai upaya. Salah satunya dengan membatasi aktivitas jurnalistik di negara itu.

Dilansir dari Reuters, Senin (19/10/2020), Kepolisian Thailand baru saja memerintahkan investigasi terhadap empat kantor berita.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perintah investigasi itu dikeluarkan berdasarkan Dekrit Darurat yang telah diterbitkan pada pekan lalu, dalam rangka menghentikan aksi unjuk rasa terhadap pemerintah dan Kerajaan Thailand.

Perintah investigasi ini kontan memicu amarah dari berbagai media. Mereka menuding hal ini sebagai serangan terhadap kebebasan pers yang dilakukan oleh Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha.

Baca juga: Profil Prayuth Chan-ocha, PM Thailand yang Menolak Mundur Usai Didemo

Investigasi konten

Berdasarkan dokumen kepolisian bertanggal 16 Oktober 2020, investigasi dilakukan terhadap konten dari empat kantor berita, sekaligus laman Facebook dari kelompok demonstran.

"Kami menerima informasi dari unit intelijen bahwa konten dan informasi yang menyimpang telah digunakan dan disebarluaskan sehingga menimbulkan kebingungan serta memicu keresahan masyarakat," kata juru bicara polisi Kissana Phathanacharoen dalam konferensi pers.

Dia mengatakan, otoritas penyiaran dan Kementerian Digital Thailand akan menyelidiki dan mengambil tindakan yang sesuai, seraya menambahkan bahwa tidak ada rencana untuk mengekang kebebasan pers.

Putchapong Nodthaisong, juru bicara Kementerian Digital, mengatakan, telah meminta perintah pengadilan untuk menghapus konten dari empat media dan halaman Facebook demonstran.

Selain itu, dia menyebut ada lebih dari 300.000 konten yang dinilai telah melanggar hukum Thailand.

Baca juga: Sederet Skandal Raja Thailand Maha Vajiralongkorn

Sikap media Thailand

Prachatai, outlet media independen, dan termasuk salah satu yang sedang diselidiki, menyebut perintah investigasi ini sebagai tindakan sensor terhadap pers.

"Sebuah kehormatan bagi kami untuk melaporkan info akurat tentang hak asasi manusia dan perkembangan politik di Thailand, kami akan berusaha sebaik mungkin untuk terus melakukannya," tulis Prachathai English dalam unggahannya di Twitter, Senin (19/10/2020).

Sementara itu, The Manushya Foundation, sebuah yayasan independen yang mengkampanyekan kebebasan online, menyebut tindakan tersebut sebagai upaya untuk membungkam media yang bebas.

“Karena pelarangan protes tidak berhasil, pemerintah yang didukung militer berharap menciptakan ketakutan agar tidak ada yang berani mengatakan kebenaran,” kata direktur yayasan itu Emilie Palamy Pradichit.

"Kami mendesak media untuk melawan tindakan ini," lanjut dia.

Dilansir dari Thai Enquirer, Senin (19/10/2020), menyusul keputusan otoritas Prayut Chan-ocha untuk menyelidiki dan mungkin menutup beberapa outlet berita Thailand, termasuk Standard, Reporter, Prachathai, dan Voice TV, dewan redaksi Thai Enquirer menyampaikan sikap resmi mereka sebagai berikut:

"Jurnalisme bukanlah kejahatan, penyensoran bukanlah pilihan".

Baca juga: Gelombang Protes Terus Berlangsung, PM Thailand Menolak Mundur

Sikap pemerintahan Prayut Chan-ocha yang akan memilih menyensor media digital saat darurat nasional adalah indikasi dari sifat pemerintahan yang sesungguhnya.

Apakah penyensoran itu seluruhnya atau sebagian, keduanya tidak dapat diterima dalam masyarakat yang bebas dan adil.

Alih-alih berdialog, membuka ruang diskusi dan akses bagi pers, pemerintah memilih untuk mengambil sikap otoriter, dengan menutup, dan mengintimidasi jurnalis yang bekerja untuk menyajikan berita.

Pemerintah Prayut Chan-ocha seharusnya, alih-alih menyensor pers, membaca konten media digital untuk memahami keresahan dan sudut pandang dari orang-orang, yang mereka klaim telah mereka wakilkan.

Thai Enquirer menyerukan kepada pemerintah untuk segera membatalkan perintah pembungkaman dan membuka ruang dialog dengan pers, oposisi, dan rakyat,"

Pernyataan sikap tersebut ditandatangani oleh Cod Satrusayang, Pemimpin Redaksi dari Thai Inquirer.

Baca juga: Demonstrasi Besar di Thailand, 30.000 Orang Turun ke Jalan

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi