Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masih Terus Didemo, Pemerintah Thailand Janji Tetap Lindungi Monarki

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/REUTERS/SOE ZEYA TUN
Warga memperlihatkan salam tiga jari saat melakukan protes anti-pemerintah di Bangkok, Thailand, Kamis (15/10/2020). Puluhan ribu orang turun ke jalan memprotes keputusan Pemerintah mengeluarkan dekrit darurat yang melarang kerumunan dan pembatasan media.
Penulis: Mela Arnani
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Pemerintah Thailand berjanji akan tetap melindungi monarki meskipun puluhan ribu pengunjuk rasa pro-demokrasi berkumpul di Bangkok dan kota-kota lain selama akhir pekan.

Pengunjuk rasa menuntut untuk konstitusi baru dan pembatasan kekuasaan raja. 

Demonstran kembali menentang keputusan darurat yang melarang pertemuan publik lebih dari lima orang.

Sekitar 10.000 orang turun ke jalan dan mengelilingi Monumen Kemenangan Bangkok dan memblokir lalu lintas di sekitar pusat bisnis utama.

Baca juga: Pemerintah Thailand Akan Investigasi Media, Aksi Pindah ke Telegram

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha mendukung gagasan parlemen yang mengadakan sesi darurat untuk menemukan jalan keluar dari krisis politik saat ini, tapi dia menyebut pemerintah harus melindungi monarki.

"Pemerintah telah melakukan yang terbaik untuk berkomopromi. Yang saya minta adalah menghindari perusakan infrastruktur pemerintah dan publik," kata Prayut seperti dikutip dari CNN Internasional, 19 Oktober 2020.

"Seperti yang kita lihat kemarin ada sebuah insiden, ada perkelahian di antara pengunjuk rasa. Saya akan mendesak mereka untuk ekstra hati-hati," lanjut dia.

Prayut menambahkan, pemerintah dan semua warga negara Thailand berkewajiban melindungi monarki.

Ancaman hukuman penjara

Gerakan anti pemerintah Thailand semakin berani, bahkan beberapa tagar anti-monarki yang sedang trending di media sosial diteriakkan di jalanan Bangkok.

Pengunjuk rasa mempertaruhkan hukuman penjara yang lama dengan melangar tabu lama untuk mengkritik monarki.

Para pemimpin protes telah ditangkap dengan tuduhan seperti penghasutan, di mana dapat dihukum penjara selama tujuh tahun.

Pada Jumat (16/10/2020), dua aktivis ditangkap dengan tuduhan melakukan kekerasan terhadap Ratu, setelah iring-iringan mobilnya dihalangi oleh massa anti-pemerintah.

Dua orang tersebut kemungkinan menghadapi tuntutan hukuman seumur hidup.

Baca juga: Aksi Masih Terus Terjadi, Pemerintah Thailand Akan Investigasi Media

Namun, ancaman penjara, penangkapan para pemimpin protes, dan dekrit darurat tak menghalangi gerakan protes, yang menuntut reformasi monarki dan membuat Raja bertanggung jawab atas konstitusi.

Gerakan ini dimulai dengan sungguh-sungguh setelah mantan jenderal dan pemimpin kudeta Prayur kembali berkuasa menyusul sengketa pemilihan umum pada 2019.

Tuntutan utama lainnya dari para pengunjuk rasa yaitu agar rancangan undang-undang yang dirancang ulang oleh militer karena memungkinkan militer memegang kekuasaan politik.

Demokrasi sejati tidak dapat terjadi di Thailand, hingga penguasa yang terdiri dari monarki, elit politik militer, dan golongan orang kaya direformasi.

Peringatan kepada media

Polisi telah memerintahkan Komisi Penyiaran dan Telekomunikasi Nasional Thailand untuk menyelidiki empat media lokal terkait liputan protesnya.

Pemberitahuan yang dikeluarkan polisi pada Jumat menyebut media lokal termasuk Voice TV, The Reporters, dan The Standrard, mengunggah konten yang dianggap menggangu keamanan nasional, perdamaian, dan moral publik di bawah tindakan darurat yang baru.

Apabila liputan diketahui melanggar hukum, maka dapat menghadapi penangguhan operasi dan konten digital dihapus.

Wakil juru bicara kepolisian Kritsana Pattanacharoen mengumumkan pembentukan komite manajemen informasi media yang bertugas menyelidiki semua media dan informasi elektronik yang mempengaruhi keamanan internal.

Baca juga: Semakin Ditekan Demonstran, PM Thailand Panggil Kembali Parlemen

Sementara itu, Klub Koresponden Asing Thailand mengeluarkan pernyataan yang mengatakan keputusan baru tersebut secara samar-samar mendefinisikan kriteria liputan berita, dan menyatakan keprihatinan bahwa jurnalis dapat ditangkap hanya karena melakukan pekerjaannya.

"FCCT mendesak pihak berwenang untuk menghormati peran dan tanggung jawab semua media di Thailand," ujarnya.

Thailand memiliki salah satu undang-undang yang melarang kritik terhadap Raja, Ratu, pewaris, atau bupati.

Hukum membawa hukuman penjara maksimal 15 tahun.

Meniru Hong Kong dan Telegram

Kerumunan selama akhir pekan disemangati oleh bentrokan antara polisi dan pengunjuk rasa di Bangkok pada Jumat lalu.

Polisi anti huru hara mendekati pengunjuk rasa di persimpangan Pathumwan dan menembakkan meriam air dengan pewarna biru yang tak terhapuskan untuk membubarkan massa.

Tindakan tersebut membuka babak baru bagi gerakan protes yang dipimpin mahasiswa di Thailand semakin memanas sejak Juli.

Pada akhir pekan, pengunjuk rasa datang dalam jumlah yang lebih besar, di mana pihak berwenang gagal mencegah kerumunan orang berkumpul dengan menutup sistem kereta layang di kota dan bagian-bagian kereta bawah tanah.

Baca juga: Demo Thailand Mirip Demo Hong Kong, Ini 5 Kesamaannya

Para demonstran menggunakan taktik diam-diam yang terinspirasi oleh protes Hong Kong 2019 untuk menghindari pihak berwenang.

Protes tanpa pemimpin diselenggarakan di platform Telegram, dengan lokasi yang diumumkan di media sosial.

Sepanjang hujan lebat yang terjadi, pengunjuk rasa menyerukan Perdana Menteri Prayut untuk mundur dan pihak berwenang untuk membebaskan pengunjuk rasa yang ditahan.

Jumlah kerumumnan diperkirakan sekitar 20.000 orang dan 74 orang ditangkap di tiga lokasi.

Prayut, yang membantah telah merekayasa pemilihan umum tahun lalu, menegaskan tak akan mundur.

Pada Minggu, ia memperingatkan bahwa meningkatnya jumlah massa anti-pemerintah di seluruh negara mungkin digunakan oleh para penggiat untuk memicu kekerasan.

Istana belum mengomentari protes ini.

"Negara membutuhkan orang-orang yang mencintai negara dan mencintai institusi kerajaan," kata Raja Thailand Maha Vajiralongkom.

Dimulai oleh mahasiswa, gerakan protes menarik dukungan dari berbagai lapisan masyarakat dan selebriti Thailand semakin menunjukkan dukungan mereka dengan memposting pesan ke jutaan pengikut mereka.

Baca juga: Update Bantuan Subsidi Gaji: Ini 5 Hal yang Perlu Pekerja Ketahui!

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi