Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Catatan Setahun Jokowi-Maruf Amin: Pandemi dan Demokrasi

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/PUSPA PERWITASARI
Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden nomor urut 01 Joko Widodo (ketiga kanan) dan Maruf Amin (kedua kanan) menyapa masyarakat Tangerang saat Karnaval Indonesia Satu di Banten, Minggu (7/4/2019).
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Maruf Amin genap memasuki usia satu tahun pada hari ini, Selasa (20/10/2020).

Dalam satu tahun masa kepemerintahan itu, Jokowi-Maruf dihadapkan dengan sejumlah tantangan seperti pandemi Covid-19 dan penolakan terhadap omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja, yang diwarnai dengan aksi demonstrasi besar di sejumlah kota di Indonesia.

Pada 2 Maret 2020, Jokowi secara resmi mengumumkan Kasus 1 dan Kasus 2 positif Covid-19. Sejak saat itu, jumlah kasus positif terus bertambah hingga hari ini.

Berdasarkan data dari Worldometers, Senin (19/10/2020), Indonesia kini berada di peringkat 19 dunia, peringkat 5 Asia, dan peringkat pertama di Asia Tenggara, dalam hal total kasus konfirmasi positif Covid-19.

Terakhir, yang tengah menghangat, aksi massa dan penolakan terhadap omnibus law UU Cipta Kerja yang masih terus bergulir sejak DPR mengesahkan RUU tersebut menjadi UU dalam rapat paripurna pada 5 Oktober 2020.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik mengenai UU Cipta Kerja juga diwarnai dengan informasi yang simpang siur.

Salah satunya adalah tentang draf resmi RUU Cipta Kerja yang beredar dalam versi berbeda-beda di masyarakat, bahkan setelah RUU itu disahkan menjadi UU.

Baca juga: 2 Periode Jokowi, Utang Luar Negeri RI Bertambah Rp 1.721 Triliun

Evaluasi berbagai sisi

Pengamat politik dari Universitas Paramadin, Hendri Satrio, mengatakan, evaluasi terhadap kinerja pemerintahan Jokowi selama satu tahun terakhir, perlu melihat berbagai aspek permasalahan yang terjadi dalam setahun ini.

"Pak Jokowi memulai pemerintahan dengan mengatakan, 'Saya laksanakan tanpa beban'. Hal itu Beliau sampaikan karena ini merupakan periode terakhir menjabat, dan tidak mungkin dipilih lagi," kata Hendri saat dihubungi Kompas.com, Senin (19/10/2020).

Menurut Hendri, pernyataan itu memunculkan optimistis masyarakat, yang mengharapkan Jokowi bisa lepas dari pagar atau batasan yang diberikan oleh partai politik.

"Namun, nampaknya partai politik tetap menjadi perhitungan Pak Jokowi, terutama pada saat pembentukan Kabinet Kerja jilid II," kata Hendri.

Di masa awal pemerintahan, Hendri menilai, beberapa keputusan kontroversial sempat terjadi. Misalnya, penunjukan Staf Khusus Milenial, yang dua di antaranya kini sudah mengundurkan diri.

"Tapi salah satu terobosan Pak Jokowi yang cukup berani dan harus diapresiasi adalah mengajak oposisi, Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Gerindra dan lawannya saat Pilpres, untuk bergabung ke dalam kabinet," ujar Hendri.

"Itu adalah sebuah optimisme rekonsiliasi yang menurut saya baik sekali," kata dia.

Baca juga: Setahun Jokowi-Maruf: Menhan Prabowo dan Proyek Food Estate

Pandemi Covid-19

Meski memberikan sejumlah apresiasi di masa awal pemerintahan Jokowi, Hendri memberikan sejumlah catatan, terutama berkaitan dengan penanganan pemerintah terhadap pandemi Covid-19 di Indonesia.

"Pada masa awal ketika pandemi Covid-19 mengganggu dunia dan Indonesia, sayangnya, disikapi dengan gagap oleh pemerintahan pak Jokowi," kata Hendri.

Dia menyoroti kinerja Kementerian Kesehatan yang tidak dengan sigap merespons pandemi, dengan dalih tidak ingin menimbulkan kepanikan di masyarakat.

Akan tetapi, sikap ini justru terkesan meremehkan persoalan Covid-19.

"Berkali-kali saya sampaikan bahwa Pak Jokowi memang tidak membentuk Kabinet Kerja untuk menghadapi tantangan yang berat. Namun, Covid-19 akhirnya hadir dan harus menjadi perhitungan matang serta harus bisa dilalui oleh pemerintahan Pak Jokowi," kata Hendri.

Maka, alih-alih meneruskan beberapa program kerja yang disampaikan pada saat kampanye, Hendri menyebutkan, pemerintahan Jokowi-Maruf akhirnya terfokus pada masalah kesehatan dan keuangan.

"Terutama kesehatan. Sampai hari ini masih berusaha mengejar vaksin dan menurunkan tingkat penularan Covid-19 agar lebih rendah," ujar dia.

Baca juga: Setahun Jokowi-Maruf: Pandemi Covid-19 dan Munculnya Harapan atas Vaksin

Keikutsertaan kerabat di Pilkada

Hal lain yang menjadi catatan Hendri adalah mengenai demokrasi dan toleransi.

Dalam hal demokrasi, dia menyoroti Jokowi yang mempersilakan kerabatnya untuk maju di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.

Seperti diberitakan Kompas.com, 17 Juli 2020, PDI Perjuangan resmi mengusung Gibran Rakabuming Raka, putra Jokowi, dan Teguh Prakosa sebagai pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Solo pada Pilkada 2020.

Selain Gibran, seperti diberitakan Kompas.com, 22 Juli 2020, ada sejumlah kerabat Jokowi yang turut meramaikan kontestasi Pilkada 2020. 

Ada Bobby Nasution yang merupakan menantu Jokowi. Bobby menjadi calon wali kota Medan dan sudah mendaftarkan diri di sejumlah partai politik, yakni Gerindra, Nasdem, dan PDI-P.

Selanjutnya, Doli Sinomba Siregar, yang merupakan paman dari Bobby. Ia mengikuti Pilkada Kabupaten Tapanuli Selatan dan sudah mendaftarkan diri ke sejumlah partai, yakni PDI-P, PPP, dan Hanura.

Ada juga Wahyu Purwanto yang merupakan adik ipar Jokowi dan mengikuti Pilkada Gunungkidul melalui Partai Nasdem.

Baca juga: Sandiaga Uno Jadi Jurkam di Pilkada Solo 2020, Gibran: Saya Senang Sekali

Mencederai demokrasi

Di sisi lain, Hendri menyoroti beberapa proses penyusunan undang-undang yang dinilainya terkesan tergesa-gesa. Menurut Hendri, hal ini mencederai atau mengurangi esensi dari demokrasi itu sendiri.

Salah satunya polemik UU Cipta Kerja. Proses penyusunannya dianggap tidak melibatkan aspirasi kaum pekerja, dibahas secara tergesa-gesa, dan dinilai tidak transparan kepada masyarakat.

Seperti diberitakan Kompas.com, Kamis (15/10/2020), pakar hukum tata negara Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti berpendapat, penyusunan RUU Cipta Kerja tidak cukup diselesaikan dalam 9 bulan.

Ia membandingkan penyusunan RUU Cipta Kerja dengan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).

RUU PKS belum juga tuntas kendati telah dibahas selama 4 tahun, dan bahkan ditarik dari program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas.

Bivitri menjelaskan, penyusunan undang-undang melalui metode omnibus seperti RUU Cipta Kerja semestinya memakan waktu yang lama.

Pasalnya, penyusunan RUU Cipta Kerja perlu melibatkan banyak pemangku kepentingan karena banyaknya ketentuan undang-undang yang diubah.

Melihat sejumlah catatan di tahun pertama masa pemerintahan Jokowi-Maruf, Hendri berharap, pada tahun kedua nanti, Jokowi bisa menempatkan kesehatan, ekonomi, serta demokrasi sebagai fokus pemerintah hingga akhir masa jabatannya.

"Demokrasi memang tidak bisa disentuh, tapi gara-gara demokrasi pemerintahan Jokowi-Maruf ini ada, dan demokrasi bisa menjadi catatan sejarah yang baik bagi Pak Jokowi dan Pak Maruf," kata Hendri.

Baca juga: Ketika Jokowi Berkali-kali Mengatakan Tanpa Beban di Periode Kedua...

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi