Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setahun Jokowi-Ma'ruf, Berikut Ini Catatan dari Sektor Ekonomi

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG
Warga beraktivitas di pemukiman padat penduduk di bantaran Sungai Ciliwung, Manggarai, Jakarta, Minggu (28/7/2019). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, persentase penduduk miskin DKI Jakarta pada Maret 2019 adalah 3,47 persen atau sebesar 365,55 ribu orang. Saat ini pemerintah DKI Jakarta melakukan pilot project di beberapa wilayah dengan mengutamakan program KJP, Kesehatan, dan Pendidikan yang ditargetkan dapat mengurangi kemiskinan.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin genap berusia satu tahun pada hari ini, Selasa (20/10/2020).

Di tahun pertama dari lima tahun masa jabatan, Jokowi-Maruf harus dihadapkan dengan kemunculan virus corona penyebab Covid-19 yang mewabah di seluruh dunia.

Pandemi Covid-19 tidak hanya menjadi ancaman bagi kesehatan dan keselamatan rakyat Indonesia, tetapi juga turut memberi dampak bagi perekonomian nasional.

Akibat sifat virus corona yang mampu menular antar manusia, sejumlah aktivitas masyarakat terpaksa harus dihentikan guna mencegah penularan semakin meluas.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Namun, sebagai konsekuensinya, aktivitas ekonomi ikut terhambat dan dengan demikian membuat perekonomian mengalami kelesuan.

Baca juga: Satu Tahun Jokowi-Maruf Amin, Pemberantasan Korupsi Dapat Rapor Merah

Masalah ekonomi satu tahun pemerintahan Jokowi-Maruf Amin

Pengamat Ekonomi dari INDEF, Bhima Yudhistira Adhinegara mencatat, ada sejumlah permasalah di sektor ekonomi selama satu tahun masa pemerintahan Jokowi-Maruf Amin.

Krisis pandemi

Pertama adalah masih tingginya penularan Covid-19 di masyarakat yang membuat mobilitas masyarakat menjadi rendah.

"Indonesia termasuk ke dalam 18 negara dengan kasus Covid-19 terbanyak di dunia versi Worldometers. Tingginya kasus positif Covid-19 membuat mobilitas masyarakat rendah," kata Bhima dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (20/10/2020).

Bhima mengatakan, pertumbuhan ekonomi nasional mengalami penurunan hingga menyentuh level -5,32 persen akibat terlambatnya penanganan Covid19 yang dilakukan Pemerintah.

Sementara itu, Bhima menyebut, China yang merupakan negara asal pandemi mencatatkan pertumbuhan positif 3,2 persen di periode yang sama.

"Vietnam juga tumbuh positif 0,3 persen karena adanya respons cepat pada pemutusan rantai pandemi, dengan lakukan lockdown dan merupakan negara pertama yang memutus penerbangan udara dengan China," kata Bhima.

Baca juga: Cara Cek Bantuan UMKM Rp 2,4 Juta, Login di eform.bri.co.id/bpum

Utang luar negeri

Selain itu, Bhima juga menyoroti langkah pemerintah untuk terus menambah utang dalam bentuk valuta asing (valas) di tengah situasi pandemi.

"Di tengah situasi pandemi, pemerintah terus menambah utang dalam bentuk penerbitan utang valas yang rentan membengkak jika ada guncangan dari kurs rupiah," ujar dia.

Bhima mengatakan, berdasarkan data International Debt Statistics 2021 yang dikeluarkan Bank Dunia, Indonesia tercatat menempati urutan ke-7 tertinggi di antara negara berpendapatan menengah dan rendah dalam Utang Luar Negeri (ULN).

Jumlah utang Indonesia adalah 402 miliar dollar Amerika Serikat, jauh lebih besar dari pada Argentina, Afrika Selatan dan Thailand.

Sementara itu, pemerintah pada tahun 2020 ini menerbitkan Global Bond sebesar 4,3 miliar dollar AS dan jatuh tempo pada 2050 atau tenor 30,5 tahun.

"Artinya, pemerintah sedang mewariskan utang pada generasi masa depan," kata Bhima.

Dia menyebut, setiap satu orang penduduk Indonesia di era pemerintahan Jokowi-Maa’ruf Amin tercatat menanggung utang Rp 20,5 juta.

Perhitungan itu didapat dari total utang pemerintah sebesar Rp 5.594,9 triliun per Agustus 2020 dibagi 272 juta penduduk.

Baca juga: Unggah Foto Selfie saat Demo di Thailand Bisa Diancam Penjara 2 Tahun

Inflasi terlalu rendah

Di sisi lain, Bhima mengatakan terjadi penurunan level inflasi Indonesia, yang menjadi terlalu rendah karena adanya tekanan pada daya beli masyarakat.

"Deflasi bahkan terjadi dalam beberapa bulan dengan inflasi inti (core inflation) hanya 1,86 persen per September 2020," kata Bhima.

Dia menjelaskan, inflasi yang rendah berakibat pada harga jual barang yang tidak sesuai dengan ongkos produksi dari produsen. Bahkan, Bhima menambahkan, tidak sedikit produsen yang menawarkan harga diskon agar stok tahun sebelumnya bisa habis terjual.

"Dalam jangka panjang jika inflasi tetap rendah maka produsen akan alami kerugian bahkan terancam berhenti beroperasi," ujar dia.

Imbas dari berhentinya operasi, akan berdampak pada pekerja. Bhima mengatakan, pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terus mengalami kenaikan.

"Diperkirakan, jumlah karyawan yang di PHK dan dirumahkan mencapai 15 juta orang. Hasil survey ADB (Asian Development Bank) menunjukkan UMKM di Indonesia terus lakukan pengurangan karyawan setiap bulannya," kata Bhima.

Dia menyebut, situasi di tahun 2020 sangat berbeda dari krisis 1998 dan 2008, ketika PHK di sektor formal dapat ditampung di sektor informal/UMKM.

"Saat ini 90 persen UMKM membutuhkan bantuan finansial untuk memulai usahanya kembali," ujar dia.

Baca juga: Gejala Norovirus di Indonesia, Penyebab, Penanganan, dan Pencegahannya

Satu tahun yang akan datang

Bhima mengatakan, angka kemiskinan diperkirakan mencapai lebih dari 12-15 persen akibat jumlah orang miskin baru yang meningkat.

Data Bank Dunia mencatat terdapat 115 juta kelas menengah rentan miskin yang dapat turun kelas akibat bencana termasuk pandemi Covid-19.

Selain itu, Bhima juga menyebut, jurang ketimpangan antara orang kaya dengan orang miskin akan semakin melebar pasca pandemi Covid-19.

"Ketimpangan semakin meningkat karena orang kaya terus menabung di bank, dengan lebih sedikit membelanjakan uang nya. Sementara itu, masyarakat miskin tidak memiliki cukup tabungan," kata Bhima.

Dia juga menyoroti pemerintah dan DPR yang di tengah situasi pandemi justru mengesahkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang kontraproduktif terhadap upaya pemulihan ekonomi.

"Dengan draft yang berubah-rubah pasca paripurna DPR, serta implikasi dirilisnya 516 aturan pelaksana, UU Cipta Kerja membuat ketidakpastian regulasi di Indonesia meningkat," kata Bhima.

Baca juga: Cara Cek Bantuan UMKM Rp 2,4 Juta, Login di eform.bri.co.id/bpum 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi