Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Riset: 500.000 Bayi Meninggal dalam Setahun karena Polusi Udara

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/NURWAHIDAH
Ilustrasi bayi
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Hampir setengah juta kasus kematian dini terjadi pada bayi karena polusi udara dalam satu tahun terakhir. 

Melansir The Guardian, Rabu (21/10/2020), data menunjukkan bahwa kasus-kasus kematian tersebut kebanyakan terjadi di negara-negara berkembang.

Paparan polutan tersebut berbahaya untuk bayi yang masih berada dalam kandungan. 

Polutan itu dapat menyebabkan terjadinya kelahiran prematur atau berat badan yang rendah pada bayi saat lahir.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kedua faktor ini berasosiasi dengan tingkat kematian bayi yang lebih tinggi.

Menurut data dari laporan tersebut, hampir dua pertiga dari kasus kematian 500 ribu bayi yang terdata berhubungan dengan polusi udara dalam ruangan.

Penemuan ini dilaporkan dalam State of Global Air tahun 2020. Analisis laporan tersebut dilakukan pada data-data kematian di dunia seiring dengan berkembangnya penelitian yang menghubungkan polusi udara dengan masalah-masalah kesehatan.

Baca juga: Anak-anak dan Covid-19, serta Pelajaran Berharga dari Kematian Bayi 9 Bulan (1)

Dampak polusi udara

Bayi yang lahir dengan berat badan rendah, lebih rentan terkena infeksi dan pneumonia. Selain itu, paru-paru dari bayi-bayi tersebut kemungkinan juga tidak dapat berkembang secara sempurna.

"Mereka lahir dalam lingkungan dengan polusi tinggi dan lebih rentan dari anak-anak lain di usia yang sama," kata Presiden Health Effects Institute, Dan Greenbum.

Selain kematian, ahli mengungkapkan bahaya polusi udara ini kepada anak-anak juga dapat menyebabkan kerusakan-kerusakan lain.

"Ada juga kerusakan pada otak dan organ-organ lain karena polusi ini. Jadi, bertahan saja tidak cukup. Kita harus menurunkan polusi udara karena dampak terhadap organ-organ ini juga," kata Profesor Epidemiologi di UCLA, Beate Ritz.

Beberapa dampak ini cenderung ada dan tidak terdeteksi selama bertahun-tahun.

Baca juga: Polusi Udara Terbukti Sebabkan Gangguan Otak pada Anak dan Dewasa Muda

Negara dengan paparan polusi udara tertinggi

Berdasarkan laporan dari State of Global Air 2020, disebutkan bahwa negara dengan paparan polusi udara tertinggi secara global dicatatkan India, disusul negara-negara lain seperti Nepal, Niger, Qatar, dan Nigeria. 

Mengutip Hindustan Times, Rabu (19/10/2020), dari 20 negara dengan penduduk terpadat, 14 di antaranya mencatatkan perbaikan secara bertahap pada kualitas udara.

Akan tetapi, India, Bangladesh, Niger, Pakistan, dan Jepang termasuk negara-negara yang mencatatkan sedikit peningkatan tingkat polusi udara.

Kemudian, ada setidaknya 6,7 juta kematian secara global pada tahun 2019 yang berkaitan dengan paparan jangka panjang dari polusi udara, faktor yang meningkatkan risiko stroke, serangan jantung, diabetes, kanker paru-paru, dan penyakit-penyakit paru-paru kronis lainnya.

Dari 87 faktor risiko kesehatan berdasarkan jumlah kasus kematian di tahun 2019 menunjukkan bahwa polusi udara menjadi risiko keempat tertinggi penyebab kematian, yaitu setelah tekanan darah tinggi, rokok, dan risiko makanan.

Di India sendiri, polusi udara menjadi faktor risiko tertinggi yang menyebabkan kematian.

Baca juga: Apakah Masker Juga Lindungi Kita dari Polusi Udara?

Perlu penelitian lebih lanjut

Sebelumnya, para ahli medis telah memperingatkan selama bertahun-tahun tentang dampak udara kotor pada orang-orang dengan usia lanjut dan mereka yang memiliki riwayat pendidikan.

Namun demikian, penelitian soal hubungan kematian bayi di dalam kandungan dengan polusi udara belum terlalu banyak.

"Kami belum sepenuhnya paham mekanisme apa pada tahap ini, tetapi sesuatu memang terjadi dan menyebabkan berkurangnya pertumbuhan bayi dan berat badannya. Ada hubungan epidemiologis yang terlihat pada penelitian-penelitian di berbagai negara," kata Ilmuwan Utama di Health Effects Institute.

Beberapa penelitian juga menduga bahwa orang-orang yang terpapar polusi udara dapat memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kematian akibat Covid-19. Namun, temuan tersebut masih bersifat awal.

Greenbaum sendiri mengatakan perlunya dilakukan lebih banyak penelitian untuk memahami perbedaan apa yang terjadi secara pasti akibat polusi udara.

Baca juga: Singapura Hentikan Pendaftaran Pasien Uji Coba Obat Antibodi Covid-19

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi