Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Libur Panjang, Ini Pesan untuk Orangtua agar Lindungi Anak dari Covid-19

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
Kepadatan kendaraan menuju Jalan Raya Puncak, Gadog, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (22/8/2020). Tingginya antusias warga untuk berlibur di kawasan Puncak Bogor pada libur panjang Tahun Baru Islam 1 Muharam 1442 Hijriah dan libur akhir pekan membuat kepadatan terjadi di sejumlah titik, Sat Lantas Polres Bogor memberlakukan sistem buka tutup jalur dan sistem lawan arus (contraflow) untuk mengurai kemacetan. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/hp.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com – Libur panjang karena cuti bersama pada 28 Oktober hingga 1 November 2020 menimbulkan kekhawatiran karena aktivitas masyarakat yang memilih berlibur.

Pergerakan orang dari satu daerah ke daerah lain pada masa pandemi virus corona ini dinilai berpotensi terjadi penyebaran dan penularan virus corona. 

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito meminta masyarakat untuk mempertimbankan rencananya berkegiatan di luar rumah di masa pandemi saat libur panjang nanti.

"Keputusan untuk keluar rumah harus dipikirkan secara matang dan mempertimbangkan semua risiko yang ada," ujar Wiku melalui keterangan tertulis, Rabu (21/10/2020).

Sementara itu, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (22/10/2020), Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), DR. dr. Aman Bhakti Pulungan, SpA(K), FAAP, FRCPI (Hon), juga mengingatkan hal yang sama.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

“Setiap habis libur panjang kasus anak akan meningkat dan kasus Covid-19 anak meningkat,” ujar Aman.

Ia mengatakan, sebaiknya para orangtua mempertimbangkan kembali jika hendak liburan. 

“Jangan liburan dulu, kalau mau liburan jangan ke kerumunan. Tapi kalau liburan dibawa ke gunung, atau daerah tertentu yang tidak terekspos orang lain,”kata dia.

Aman juga tak merekomendasikan untuk liburan dengan menginap di hotel yang berpotensi bertemu dengan orang banyak. 

Hal ini perlu menjadi perhatian karena kasus penularan virus corona juga terjadi pada anak-anak.

Baca juga: Libur Panjang Akhir Oktober, Ini Saran Epidemiolog untuk Cegah Lonjakan Corona

Kasus Covid-19 pada anak

Kasus Covid-19 pada anak di Indonesia masih tinggi. Jika menilik data dari laman resmi Covid-19 milik pemerintah, kasus Covid-19 pada anak adalah sebanyak 2,5 persen untuk usia 0-5 tahun.

Sementara, untuk yang berusia 6-18 tahun sebanyak 8 persen. pada 2 Oktober 2020, Kompas.com memberitakan, kasus Covid-19 pada anak di Indonesia menjadi yang tertinggi di Asia.

Aman mengatakan, gejala Covid-19 pada anak seperti gejala pada umumnya.

namun, ada beberapa kondisi yang perlu diwaspadai yakni saat anak batuk pilek dan anggota keluarga ada yang terkonfirmasi positif, maka orangtua patut waspada.

Selain itu, orangtua juga harus mewaspadai jika anak mengalami:

  • Gejala batuk terus menerus dan sesak apalagi kebiruan di wajah.
  • Mengalami kondisi lemas, malas minum.
  • Berbicara tidak jelas hingga penurunanan kesadaran dan kejang.
  • Mengalami diare, muntah-muntah dan demam tinggi

Jika anak-anak mengalami kondisi demikian, maka harus dipastikan apakah orangtua memiliki perilaku hidup yang tidak bersih sehingga menyebabkan anak-anak berpotensi terkena Covid-19.

Perlu diketahui, Covid-19 pada anak tak selalu menunjukkan gejala. Beberapa anak juga yang hanya bergejala ringan hingga ringan sekali sekali.

Pesan untuk orangtua

Menurut Aman, ada beberapa penyebab kasus Covid-19 pada anak masih tinggi. Ia menilai, masih kurangnya kepatuhan masyarakat terhadap 3M, 3T, dan 3K.

Prinsip 3M yakni mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak. Untuk 3M ini, menurut dia, masih banyak yang menggunakan masker dengan cara yang tidak benar. Misalnya, mengenakan masker tanpa menutupi hidung dan mulut.

Bahkan, saat berbicara kerap kali melepas masker mereka dengan alasan khawatir terdapat kesalahan bicara.

Padahal, ia mencontohkan, para dokter ketika berbicara selalu tetap mengenakan masker dan tetap lancar dalam berkomunikasi.

Aman berpesan, orangtua harus bisa memberikan contoh dan mengajarkan kepada anaknya cara mengenakan masker yang benar. Demikian pula dengan menjnaga jarak.

"Sudah enggak pakai masker, dia enggak jaga jarak. Otomatis susah jadinya," kata Aman.

Selain itu, 3T yaitu Tracing, Testing dan Treatment juga menjadi perhatian. Menurut Aman, Indonesia masih kurang dalam hal testing dan tracing.

Di beberapa daerah, seperti DKI Jakarta, testing dan tracing memang telah banyak dilakukan, tetapi di beberapa daerah masih kurang.

Selain itu, hasil tes di Indonesia tidak keluar dengan cepat. Sementara, untuk treatment, Indonesia sudah ada kemajuan.

Hal penting lain yang harus jadi perhatian adalah kesadaran akan 3K, yakni menghindari kamar yang tertutup, kerumunan, dan kontak erat.

Kamar yang tertutup termasuk ruangan-ruangan seperti kantor, bioskop atau restoran.

Menurut Aman, idealnya tempat-tempat tersebut memiliki ventilasi yang adequate. Adapun mengenai kontak erat, sebaiknya tak melakukan kontak erat lebih dari 15 menit dengan selain keluarga. 

“Kita ini tak akan selesai 1-2 tahun ini dengan Covid-19, jadi kita harus hidup dengan Covid dengan melaksanakan 3 M, 3T, dan 3K,” ujar dia.

Baca juga: 10 Mitos tentang Virus Corona Penyebab Covid-19, Masihkah Anda Percaya?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi