Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Jurassic Park di TN Komodo, Ini Kata Pengamat Pariwisata

Baca di App
Lihat Foto
Instagram @gregoriusafioma
Unggahan Akun Instagran @gregoriusafioma mengenai kondis pembangunan di Pulau Rinca.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Pemerintah berencana membangun Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Salah satunya adalah pembangunan "Jurassic Park" di Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo, Manggarai Barat.

Pulau ini bakal disulap menjadi destinasi wisata premium dengan pendekatan konsep geopark atau wilayah terpadu yang mengedepankan perlindungan dan penggunaan warisan geologi dengan cara yang berkelanjutan.

Rencana ini pun mendapat perhatian besar dan beragam komentar dari warganet.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Twitter, dalam dua hari terakhir, kata kunci "Jurassic Park", "#SaveKomodo", "#SelamatkanKomodo", dan "Pulau Rinca" bergantian menghiasi trending topik Indonesia.

Banyak warganet mengecam rencana itu, karena dinilai berdampak buruk bagi kelangsungan hidup komodo. Petisi untuk menyelamatkan komodo pun mulai menggema.

Baca juga: Walhi Kecam Pembangunan Jurassic Park Komodo, Tak Berbasis Keilmuan

Tanggapan pengamat pariwisata

Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) Azril Azhari mengaku tidak sepakat dengan rencana pemerintah terkait pembangunan "Jurassic Park" itu.

Sebab menurut Azril, salah satu faktor penting dari pariwisata adalah menjaga lingkungan.

Sementara Indonesia banyak mendapat kritikan dalam upaya peningkatan pariwisata tersebut. 

"Kalau saya sih menentang. Komodo kan satu-satunya di dunia, apakah mau dikorbankan? Jika pemerintah ingin mencari uang dari situ, kerugiannya jauh lebih besar daripada devisa," kata Azril kepada Kompas.com, Senin (25/10/2020).

Menurut Azril ada tiga dampak utama yang akan muncul dalam pembangunan Jurassic Park di Taman Nasional Pulau Komodo tersebut.

Pertama, dampak ekonomi. Dengan pembangunan ini, pihak yang paling diuntungkan adalah investor, seperti yang terjadi di Mandalika, Nusa Tenggara Barat.

"Kedua sosial budaya, dan ketiga lingkungan. Dampak lingkungan inilah yang paling terasa," jelas dia.

Baca juga: Trending #SaveKomodo, Ini Sederet Fakta Seputar Komodo

Wisata alam lebih diminati

Apabila pemerintah tetap ingin melanjutkan pembangunan itu, Azril mengusulkan, taman itu dibangun di tempat lain yang berdekatan. Dengan demikian, Pulau Rinca akan tetap terjaga keasliannya.

Sebab wisata alam saat ini jauh lebih banyak diminati daripada wisata buatan. Selain itu, wisatawan juga akan melihat bagaimana satu negara dalam mengolah alam dan lingkungannya.

Dengan pembangunan Jurassic Park, tentu akan bertentangan dengan kecenderungan wisatawan saat ini.

"Akhirnya pengunjung akan merasa kasian ketika berkunjung. Apalagi Jurrasic Park itu kan buatan, bukan asli, padahal orang sekarang lebih suka yang alami," jelas dia.

Apa yang salah?

Di sisi lain, pihaknya mengakui bahwa kunjungan wisata di Taman Nasional Komodo selama ini memang kurang menarik banyak wisatawan.

Hal itu tak sebanding dengan statusnya sebagai satu-satunya tempat di dunia yang menjadi habitat komodo.

"Nah ini yang salah apanya? bisa manajemen, bisa promosinya yang kurang. Tetapi yang paling menonjol adalah pengemasannya," tutur dia.

Azril menilai, Indonesia terkenal lemah dalam urusan pengemasan jika dibandingkan Malaysia dan Thailand.

Baca juga: Jurassic Park, Penolakan Warga, dan Upaya Perlindungan Habitat Komodo

Roadmap pariwisata

Dia pun menyayangkan pemerintah yang jarang melibatkan para ahli pariwisata dalam upaya membuat konsep atau road map pariwisata Indonesia.

Karena itu, konsep wisata yang digunakan saat ini cenderung ngawur dan tidak memiliki dasar ilmiahnya.

Terlebih, Indonesia saat ini belum memiliki perencanaan tenaga kerja pariwisata dan rencana induk pembangunan sektor wisata.

"Jadinya analisisnya ngawur karena perencanaan tenaga kerjanya tidak ada. Berarti kan tidak ada yang ngerti pariwisata," papar dia.

"Bagaimana mau membangun pariwisata, kalau SDM-nya tidak ada, programnya juga tidak ada," ungkapnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi