KOMPAS.com - Dewan Perawat Internasional (ICN) menyebutkan banyaknya perawat yang meninggal akibat virus corona.
Angka terbaru yang dikumpulkan oleh federasi dari 130 asosiasi perawat nasional menunjukkan bahwa 1.500 perawat telah meninggal dunia sejak pandemi dimulai di seluruh dunia.
Ini sama dengan jumlah perawat yang diyakini terbunuh selama empat tahun Perang Dunia Pertama.
Baca juga: Kisah Perawat di China Terkait Virus Corona: Digunduli hingga Bekerja Saat Hamil Tua
Namun, ICN menyebut angka itu diperkirakan terlalu rendah karena hanya mencakup perawat 44 negara yang menyediakan data.
"Fakta bahwa banyak perawat telah meninggal selama pandemi ini dan meninggal selama Perang Dunia I sangat mengejutkan," kata kepala eksekutif federasi Howard Catton, dilansir dari Independent, Sabtu (31/10/2020).
"Sejak Mei 2020, kami telah menyerukan pengumpulan data standar dan sistematis tentang infeksi serta kematian petugas kesehatan," sambungnya.
Baca juga: Ramai soal Penolakan Jenazah Covid-19, Dokter: Pasien Meninggal, Virus Pun Mati
Analisis terpisah dari tingkat infeksi global oleh ICN menunjukkan setidaknya 20.000 petugas layanan kesehatan telah meninggal akibat Covid-19.
Namun, data itu bersifat ekstrapolasi karena tidak adanya angka konkret.
Menurut Catton, pencetus keperawatan modern (Florence Nightingale) yang lahir 200 tahun lalu akan marah pada minimnya upaya untuk membuat katalog yang tepat dari jumlah korban petugas kesehatan selama pandemi.
"2020 adalah tahun perawat dan bidan internasional serta peringatan 200 tahun kelahiran Florence Nightingale. Saya yakin dia akan sangat sedih dan marah tentang kurangnya data ini," jelas dia.
"Selama Perang Krimea, Florence menunjukkan bagaimana pengumpulan dan analisis data dapat meningkatkan pemahaman kita tentang risiko terhadap kesehatan, meningkatkan praktik klinis, menyelamatkan nyawa, serta itu termasuk perawat dan petugas kesehatan," sambungnya.
Baca juga: 5 Faktor yang Membuat Tenaga Kesehatan Kerap Jadi Korban Pertama Covid-19
Ia menjelaskan, perawat harus berada di garis depan dalam pembangunan kembali sistem kesehatan global yang lebih baik ketika krisis pandemi berakhir.
"Perawat marah karena kurangnya kesiapan, tetapi mereka juga marah karena kurangnya dukungan yang mereka terima," tutur dia.
Di Inggris, beberapa perawat memperingatkan NHS harus menyesuaikan pendekatannya untuk gelombang kedua virus corona yang sedang mengintai.
Baca juga: Virus Corona di Inggris Menyebar Lebih Cepat dari Skenario Terburuk Pemerintah
Jess Moorhouse, perawat perawatan intensif yang bekerja di rumah sakit darurat London Nightingale mengatakan, rasio perawat terhadap pasien yang sakit kritis harus ditingkatkan.
Di waktu normal, satu peawat mengurusi satu pasien dengan perawatan intensif. Namun, tumbangnya perawat di Nightingale membuat satu perawat untuk setiap enam pasien.
"Jika hal ini tidak dapat diperbaiki selama gelombang kedua, perawat perlu dilatih untuk mengelola tim dokter dan mendelegasikan tugas, daripada hanya berfokus pada perawatan praktis pasien," kata dia.
Baca juga: Simak, Ini 10 Cara Pencegahan agar Terhindar dari Virus Corona
Seruan kenaikan gaji
Royal Collage of Nursing (RCN) menyerukan tidak hanya lebih banyak perawat yang terlatih untuk perawatan kritis, tetapi juga kenaikan gaji 12,5 persen untuk profesi tersebut.
"Krisis Covid-19 telah memberi pemerintah kesempatan bersejarah untuk memperbaiki beberapa kesalahan tentang bagaimana keperawatan dihargai," kata kepala eksekutif perguruan tinggi Donna Kinnair.
"Selama bertahun-tahun, gaji kami tidak mencerminkan nilai kami. Sudah waktunya bagi staf perawat untuk dibayar secara adil," lanjutnya.
Baca juga: Berikut 5 Gejala Virus Corona Ringan yang Tak Boleh Diabaikan
Sementara itu, melansir Worldometers, kasus virus corona di dunia telah mencapai 46.344.512 hingga Minggu (1/11/2020) pagi.
Setidaknya 1.199.341 orang menjadi korban dari virus yang menyerang saluran pernapasan tersebut.
Sementara orang atau pasien yang dikabarkan sembuh dari penyakit Covid-19 mencapai 33.444.839.
Baca juga: 5 Hal yang Perlu Diketahui soal OTG pada Covid-19