Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jumlah Tes dan Kasus Corona di Indonesia Menurun, Benarkah Tren Kasus Membaik?

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock
Ilustrasi tes swab (tes usap), PCR tes untuk deteksi virus corona penyebab Covid-19.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Dalam beberapa hari terakhir, jumlah kasus infeksi virus corona yang dilaporkan Indonesia cenderung mengalami tren penurunan. 

Setelah di akhir September dan awal Oktober hampir mencapai 5.000 kasus positif harian, kini angkanya bahkan menurun di bawah 3.000-an kasus. 

Dari jumlah kasus positif yang dilaporkan selama 31 Oktober, 1-2 November 2020 tercatat berturut-turut adalah 3.143, 2.696, dan 2.618 kasus.

Angka-angka itu didapatkan dari data yang ditampilkan laman Covid19.go.id (2/11/2020).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Namun meskipun angka pelaporan kasus harian menurun, di sisi lain jumlah testing beberapa waktu terakhir juga terdapat penurunan.

Dalam catatan laman Kawal Covid, dapat dilihat adanya penurunan tes terhadap orang dan spesimen dalam beberapa waktu terakhir di Indonesia.

Baca juga: Sudah Mati, Sisa Virus Masih Bisa Terdeteksi Alat Tes PCR dalam Jangka Waktu Lama

Sebut kasus cenderung turun

Terkait kondisi tersebut, Plt Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian  Penyakit  (P2P) Kementerian Kesehatan, M. Budi Hidayat mengatakan, penurunan tersebut terjadi karena kasus juga cenderung mengalami penurunan. 

"Suspect turun jumlah sample juga turun. Di beberapa provinsi kasus cenderung turun, semoga jadi trend baik," kata Budi saat dihubungi Senin (2/11/2020).

Namun Budi tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai gap antara jumlah suspek yang masih tinggi dengan kapasitas dn jumlah orang yang dites. 

Mengacu data yang dimiliki oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO), jumlah orang terduga terinfeksi (suspected) terus meningkat terhitung sejak akhir September hingga akhir Oktober 2020.

Sementara jumlah tes atau uji pada spesimen dan orang-orang semakin menurun. Hal ini menyebabkan semakin meluasnya gap atau jarak antara suspect dengan tes yang dilakukan.

Tes rendah masalah klasik

Menanggapi penurunan kapasitas tes Covid-19 di Indonesia, epidemiolog Indonesia di Griffith University Australia Dicky Budiman menyebut, hal itu bisa sangat vital. 

Karena akibatnya secara nasional dan wilayah tidak memiliki pemahaman terhadap maping pandemi sesungguhnya.

Menurut dia, pada kondisi Indonesia rendahnya kapasitas testing menjadi masalah klasik dan belum terjadi perubahan.

"Cakupan testing yang rendah itu akhirnya menganggap banyak pengambil kebijakan melihat situasi sudah terkendali sehingga jadi missleading dalam megambil keputusan dan respons," jelas Dikcy. 

Baca juga: Epidemiolog: Adanya Jeda Tes Sebabkan Penanganan Covid-19 Belum Berhasil

Kaitan saat ini dengan jumlah kasus turun, menurutnya juga tidak memiliki argumen valid, apalagi negara yang kapasitas tesnya rendah seperti Indonesia.

Dicky menyebut, epidemiolog mempunyai pemodelan yang dapat digunakan dan sangat akuran diakai di level global, untuk membuat prediksi bagaimana tren kasus dari data yang ada. 

"Dari pemodelan ini tertinggi di angka 60 ribuan, terendah 10 ribuan, ini masih cukup tinggi kasus yang ditemukan, ini bukan hal yang biasa. Dampaknya pada gilirannya menginfeksi orang yang rawan di komunitas," jelas dia. 

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Laika, Anjing Pertama di Luar Angkasa

Kasus masih tinggi

Dari bagan pemodelan 4 institusi, Dicky menjelaskan, perkiraan rata-rata jumlah kasus sebenarnya infeksi Covid-19 baru harian di Indonesia masih tinggi. 

Keempat model tersebut berasal dari Imperial College London (ICL) dengan warna kuning, The Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) warna hijau, Youyang Gu (YYG) warna merah dan The London School of Hygiene & Tropical Medicine (LSHTM) warna biru.

"keempat model sepakat bahwa infeksi yang sebenarnya terjadi di Indonesia jauh melebihi jumlah kasus yang dikonfirmasi (dilaporkan). Akan tetapi model tidak sepakat dalam jumlahnya (rentang 10K-50K pada 2 November) dan perubahan kasus infeksi dari waktu ke waktu," kata Dicky. 

Sehingga Dicky menegaskan, indikator awal penurunan kasus infeksi Covid-19 tidak bisa berdiri sendiri. Namun lead indikator harus dikombinasi dengan postivity rate di Indonesia yang masih di atas 10 persen.

"Itu masih tinggi sekali. Bukan sesuatu yang positif. Angka kematian yang relatif stagnan di 2 digit ini signal, tahun depan bisa memiliki kasus lebih buruk, ini belum selesai dalam setahun. Kondisi ini masih rawan yang harus direpsons, yang namanya testing harus ada peningkatan merata dan setara," jelas Dicky. 

Baca juga: Selandia Baru dan Sejumlah Negara Legalkan Euthanasia, Bagaimana di Indonesia?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi