KOMPAS.com - Sebuah survei yang dilakukan oleh lembaga riset Nielsen dan organisasi PBB untuk anak (UNICEF) menunjukkan bahwa masih banyak orang yang belum memahami tentang konsep orang tanpa gejala (OTG) pada Covid-19.
Survei ini melibatkan 2.000 responden dari enam kota besar Indonesia, yaitu Jakarta, Makassar, Surabaya, Bandung, Semarang, dan Medan.
Mengutip Kompas.com, Jumat (6/11/2020), salah satu konsultan UNICEF Risang Rimbatmaja mengatakan, hasil survei menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat masih menerapkan kebiasaan 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak) secara parsial.
Baca juga: Mayoritas Penularan Covid-19 dari Pasien OTG, Bagaimana Mencegahnya?
Adapun rendahnya implementasi menjaga jarak dipengaruhi oleh aspek norma sosial dan persepsi keliru terkait protokol ini termasuk mispersepsi terhadap konsep OTG.
Sementara itu, UNICEF Communications Development Specialist Ika Syafitri menjelaskan, konsep OTG perlu lebih ditekankan dalam komunikasi dengan masyarakat.
“Tidak mudah untuk mengubah perilaku masyarakat saat pandemi,” kata Ika.
Lantas, apa sebenarnya OTG?
Konsep OTG
Dalam dokumen resmi Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 Revisi ke-5, dijelaskan bahwa istilah yang digunakan dalam pedoman sebelumnya, termasuk orang tanpa gejala (OTG) yang tergolong dalam klasifikasi baru, yaitu kasus konfirmasi.
Kasus konfirmasi sendiri adalah seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus Covid-19 yang dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium RT-PCR.
Ada dua kategori dalam kasus konfirmasi, yaitu kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik) dan kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik).
Baca juga: Virus Corona Menular Lewat Droplet dan Airborne, Apa Bedanya?
Pada kasus tanpa gejala, meskipun terpapar virus corona, pasien tidak menunjukkan gejala apa pun.
Meski demikian, orang-orang di kategori ini dapat menularkan Covid-19 kepada orang lain.
Oleh karena itu, penting untuk selalu menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah terjadinya penularan.
Pasien tanpa gejala harus menjalani isolasi selama 10 hari sejak pengambilan spesimen diagnosis terkonfirmasi, baik isolasi mandiri di rumah maupun di fasilitas publlik yang dipersiapkan pemerintah.
Baca juga: 5 Hal yang Perlu Diketahui soal OTG pada Covid-19
Pencegahan
Menilik banyaknya kasus OTG, epidemiolog Indonesia di Griffith University Australia Dicky Budiman menyampaikan, OTG ini perlu diwaspadai.
Mengutip Kompas.com, 13 September 2020, banyaknya kasus OTG di Indonesia menurut Dicky dipengaruhi oleh demografi suatu wilayah, sehingga tidak bisa disamakan dengan tiap daerah yang terdampak.
Melihat tren penyebaran kasus yang masih meluas dan meningkat, adanya orang yang positif Covid-19 namun tanpa gejala perlu segera dilacak.
Baca juga: Simak, Ini 10 Cara Pencegahan agar Terhindar dari Virus Corona
Tidak hanya agar orang tersebut bisa mendapatkan perawatan, namun juga agar tidak semakin menularkan virus corona.
Karena itu, Dicky mengingatkan agar upaya testing, tracing dan isolasi karantina sebagai strategi utama menangani pandemi semakin ditingkatkan kapasitas dan kualitasnya.
Selain itu, juga memberikan pemahaman kepada masyarakat sendiri secara keseluruhan.
"Kasus penderita tidak bergejala ini tidak boleh dibiarkan, harus dideteksi. Karena mereka mimiliki potensi untuk menyebarkan, inilah yang harus dilakukan peningkatan kualitas testing di seluruh Indonesia," jelas Dicky.
Baca juga: Berikut 5 Gejala Virus Corona Ringan yang Tak Boleh Diabaikan