KOMPAS.com - Penelitian mengenai Covid-19 terus dilakukan oleh para peneliti dari seluruh dunia. Salah satunya dilakukan di negara bagian Louisiana, Amerika Serikat.
Dikutip The New York Times, 2 November 2020, Departemen Kesehatan Louisiana mengatakan dalam panduannya bahwa tes cepat atau rapid test antigen tidak disarankan untuk orang tanpa gejala yang belum pernah terpapar oleh pasien Covid-19 dan mereka yang menjalaninya harus diberitahu tentang batasannya.
Tes antigen seperti tes BinaxNOW dari Abbott Laboratories yang mencari tanda protein virus mungkin melewatkan beberapa infeksi seperti Covid-19. Rapid test itu dapat memberikan hasil positif secara tidak benar.
Baca juga: Survei Tunjukkan Banyak Orang Belum Paham OTG, Simak Penjelasannya...
Sebelumnya diketahui bahwa Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS menghabiskan 750 juta dollar untuk membeli tes dari Abbott dan digunakan di Gedung Putih.
Penasihat senior di Dewan Epidemiologi Negara dan Teritorial Jeff Engel mengatakan pihaknya khawatir bahwa orang tanpa gejala harus diskrining dengan tes reaksi berantai polimerase yang lebih mahal tetapi lebih dapat diandalkan.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) AS juga mengeluarkan peringatan tentang tes antigen, pada Selasa (3/11/2020), bahwa tes tersebut dapat menghasilkan hasil positif palsu atau salah.
Baca juga: Mengenal 9 Kandidat Vaksin Virus Corona
Masalah lebih mungkin terjadi pada populasi dengan prevalensi virus rendah atau ketika tes dilakukan dengan tidak tepat, ungkap FDA dalam sebuah pernyataan.
Tes antigen mendeteksi penanda protein unik di permukaan SARS-CoV-2.
Tes tersebut tidak memerlukan peralatan laboratorium tugas berat, dapat memberikan hasil dalam 15 menit, dan dengan biaya yang lebih murah daripada tes PCR.
Baca juga: Memahami PCR dan Rapid Test pada Hasil Lab Covid-19, Seperti Apa?
Ahli patologi di Universitas Johns Hopkins Dr Benjamin Mazer yang terlibat dalam penelitian tentang rapid test antigen itu mengatakan, sebanyak 32 persen sensitivitas sangat rendah.
Rapid test lainnya, seperti yang dibuat perusahaan Quidel,yang disebut Sofia, juga mencari potongan protein virus corona atau antigen. Itu kurang akurat dibandingkan tes berbasis PCR.
Akan tetapi rapid test itu hanya membutuhkan waktu 15-30 menit untuk mendapatkan hasilnya.
Baca juga: Virus Corona Menular Lewat Droplet dan Airborne, Apa Bedanya?
Seorang peneliti sel punca dan penulis studi David Harris mengatakan penelitian yang dilakukannya mengevaluasi hampir 2.500 orang mulai Juni hingga Agustus.
Di antara 885 orang yang pernah mengalami gejala mirip Covid-19 atau baru-baru ini terpapar virus corona, sebanyak 305 orang dinyatakan positif lewat tes PCR dan 54 orang di antaranya terlewat oleh tes antigen (18 persen).
Menurut presiden dan kepala eksekutif Quidel, Doug Bryant, angka itu mungkin lebih rendah jika kelompok uji hanya memasukkan orang-orang dengan gejala.
Baca juga: Simak, Ini 10 Cara Pencegahan agar Terhindar dari Virus Corona
Para peneliti juga menyaring virus pada 1.551 orang lain yang dipilih secara acak yang tidak memiliki gejala. 19 dari mereka dinyatakan positif dengan PCR dan hanya enam yang ditangkap oleh tes cepat Sofia.
Di antara orang-orang tanpa gejala, tes cepat Sofia juga menghasilkan lebih banyak positif palsu daripada positif yang dikonfirmasi PCR.
Tes cepat itu secara keliru mengidentifikasi tujuh peserta sebagai terinfeksi ketika mereka tidak benar-benar membawa virus corona.
Selain itu dari 13 orang asimtomatik yang tidak diidentifikasi oleh tes cepat Sofia, 12 memiliki nilai CT (ambang siklus) pada usia 30-an.
Baca juga: Ahli Sebut CT Scan Lebih Efektif untuk Diagnosis Virus Corona daripada Tes Swab