KOMPAS.com - Petugas Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) akan menjalani rapid test sebelum Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) 2020.
Rapid test terhadap para petugas KPPS ini untuk menghilangkan kekhawatiran masyarakat untuk datang ke TPS. Salah satunya akan dilakukan di Karawang dan Makassar.
Seperti diberitakan Kompas.com, Kamis (12/11/2020), sebanyak 42.000 petugas KPPS di Karawang akan dites cepat Covid-19.
KPU Karawang juga menyatakan bakal menerapkan protokol kesehatan di setiap TPS.
Ketua KPU Karawang Miftah Farid mengatakan, rapid test tersebut akan dimulai 7 hari sebelum pelaksanaan pemungutan suara pada 9 Desember 2020. Jika hasil tes petugas reaktif, maka akan langsung dilakukan tes usap di rumah sakit.
Baca juga: 16.000 Petugas KPPS di Kota Makassar Bakal Jalani Rapid Test
Bagaimana efektivitas penggunaan rapid test untuk petugas KPPS?
Epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo mengatakan, penggunaan rapid test (antibodi) di Indonesia tidak tepat.
"Rapid test berbasis antibodi sudah telanjur salah kaprah di sini digunakan untuk mendiagnosis Covid-19. Ini salah dan menyesatkan hasilnya," kata Windu kepada Kompas.com, Jumat (13/11/2020).
Windhu menjelaskan, rapid test antibodi hanya untuk kepentingan sero-surveillance.
Dia mengatakan, tes yang benar untuk diagnostik Covid-19 yaitu PCR test atau TCM Covid.
Jika menggunakan rapid test untuk screening (penjaringan), yang bisa digunakan adalah rapid test Antigen (bukan antibodi).
Dia tidak setuju jika pencoblosan dilakukan secara langsung seperti saat sebelum pademi.
"Untuk pencoblosan di masa pandemi seharusnya bukan dengan cara hadir di TPS yang berisiko tinggi untuk penularan, tapi bisa lewat pos atau e-voting. Masalahnya, tidak ada kemauan pemerintah dan DPR untuk menggunakan cara-cara aman ini," ujarnya.
Baca juga: KPU Tangsel Akan Gandeng 15 RS untuk Rapid Test 26.667 Anggota KPPS
Solusi
Menurut Windhu jalan keluarnya adalah sebagai berikut:
- Semua petugas, pemilih, saksi, dan lain-lain seharusnya sekurang-kurangnya dirapid-test Antigen atau langsung PCR test.
- Semua orang (petugas, pemilih, saksi, dan lain-lain) harus menjalankan protokol kesehatan 3-M 100%.
Dihubungi terpisah, epidemiolog dari Universitas Griffith Dicky Budiman menjelaskan hal senada.
Jika yang dilakukan adalah rapid test antibodi, maka tidak efektif dan tidak efisien.
"Enggak efektif dan enggak efisien juga. Asal rapid test-nya antigen enggak apa-apa, tetapi harus antigen ya, kalau antibodi enggak efektif," kata Dicky kepada Kompas.com, Jumat (13/11/2020).
Menurut Dicky, rapid test antigen bisa menjadi alternatif tes jika tes PCR dinilai terlalu mahal.
"Kalau yang dilakukan antibodi, itu akan tidak efektif artinya harus dicaritahu lagi, harus ada pemeriksaan berikutnya (PCR), ya jatuhnya lebih mahal jadinya," kata dia.
Dicky menjelaskan, tes antibodi mendeteksi molekul yang diproduksi seseorang ketika mereka telah terinfeksi oleh virus.
"Antibodi membutuhkan waktu beberapa hari untuk berkembang setelah infeksi dan sering tinggal di dalam darah selama berminggu-minggu setelah pemulihan, sehingga tes antibodi memiliki penggunaan yang terbatas dalam diagnosis," ujar Dicky.
Identifikasi yang salah dari Covid-19 ketika tidak ada (hasil positif palsu) dapat menyebabkan pengujian lebih lanjut, perawatan, dan isolasi orang tersebut dan kontak dekat yang tidak perlu.
Terkait tes Covid-19 yang dilakukan menjelang pilkada, menurut Dicky, tak hanya petugas yang perlu dites, tetapi pemilih juga.
"Akan sangat bagus jika dilakukan. Asal rapid test antigen ya," kata Dicky.