Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Heboh Meteorit Diklaim Berharga Miliaran Rupiah, Ini Kata Lapan

Baca di App
Lihat Foto
handout
Josua Hutagalung (33), menunjukkan bongkahan batu yang diduganya benda langit (meteor) yang jatuh menimpa kediamannya di Dusun Sitahan Barat, Desa Satahi Nauli, Kecamatan Kolang, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sabtu (1/8/2020).
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Beberapa hari terakhir, salah satu yang menjadi perhatian publik adalah batu meteorit yang jatuh di Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, dan diklaim laku dijual dengan harga tinggi. Ada yang menyebut laku Rp 200 juta, hingga ditawar miliaran rupiah.

Batu meteorit itu jatuh di atas rumah Josua Hutagalung (33) yang berlokasi di Dusun Sitahan Barat, Desa Satahi Nauli, Kecamatan Kolang, Kabupaten Tapanuli Tengah, pada 1 Agustus 2020.

Apakah batu meteorit memang istimewa sehingga laku dijual dengan harga tinggi?

Peneliti dari Pusat Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Andi Pangerang mengatakan, dari sisi sains, meteorit tersebut tidak istimewa.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Secara sains tidak istimewa. Singkat kata, meteorit atau benda jatuh alamiah bukanlah benda yang berbahaya, lintasannya sulit diprediksi, tidak terdapat nilai ilmiah ataupun mengancam keamanan dan keselamatan," kata Andi kepada Kompas.com, Jumat (20/11/2020).

Oleh karena itu, lanjut dia, Lapan tidak menindaklanjuti temuan tersebut dan batu meteor itu dapat dimiliki oleh penemunya.

"Tidak masalah jika dimiliki secara pribadi atau dikomersialisasikan. Sehingga apabila dibeli ataupun dijual sangat mahal, bukan ranah kami lagi," ujar dia.

Baca juga: Harga Jual Batu yang Diduga Meteor Rp 26 Miliar, Ini Penjelasan Astronom

Istimewa jika berukuran besar

Menurut Andi, batu meteorit istimewa jika ukurannya relatif besar (>300 m) dan mengancam keamanan serta keselamatan masyarakat.

Sementara, batu meteorit yang ditemukan Josua seberat 1,7 kilogram dan ukurannya tidak terlalu besar.

Jika menemukan meteorit yang besar, masyarakat dapat melaporkannya kepada Lapan melalui berbagai platform, misalnya surat elektronik atau media sosial.

Mengutip keterangan tertulis Lapan, meteorit yang jatuh di daerah Tapanuli, Provinsi Sumatera Utara sama seperti umumnya meteorit.

Berdasarkan peraturan yang berlaku, benda jatuh antariksa telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan pada Pasal 58 dan 59.

Pada Pasal 58 UU tersebut, yang termasuk benda jatuh antariksa ada 2 jenis yaitu benda alamiah (meteorit) dan benda buatan manusia (sampah antariksa).

Meteorit umumnya tidak berbahaya, kecuali dampak tumbukannya ketika jatuh ke Bumi.

Akan tetapi, sangat kecil kemungkinan mengenai manusia.

Baca juga: Media Asing Ramai Beritakan Josua Jual Batu Meteor Senilai Rp 26 Miliar

Sampah antariksa memiliki potensi bahaya dari kandungannya, seperti sisa bahan bakar yang beracun atau muatan nuklir.

Selain itu, meteorit tidak dipantau oleh Lapan karena lintasannya tidak dapat diperkirakan. Berbeda dengan meteorit, sampah antariksa dipantau oleh Lapan karena lintasannya dapat diperkirakan.

Sesuai dengan Pasal 59 UU No 21 tentang Keantariksaan, Lapan wajib mengidentifikasi benda jatuh antariksa.

Hal tersebut sudah dilakukan untuk kasus di Tapanuli, dengan menyatakan benar bahwa batu itu merupakan benda jatuh antariksa yang masuk dalam kategori benda alamiah atau meteorit.

Meteorit biasa jatuh di suatu tempat di Bumi.

Secara umum, meteorit bisa dimiliki oleh setiap orang yang menemukannya, kecuali ada nilai ilmiah atau terkait keamanan dan keselamatan yang perlu ditindaklanjuti oleh Lapan.

Meteorit bukan benda berbahaya. Dari segi ukuran, meteorit yang jatuh di Tapanuli itu bukan sesuatu yang istimewa.

Oleh karena itu, Lapan tidak menindaklanjuti temuan tersebut.

Baca juga: Harga Batu Meteor Josua Disebut Rp 25 M, Jared Collins: Saat Ini Tidak Ada Meteorit dengan Nilai Seperti Itu

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi