Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Tantangannya jika Sekolah Kembali Terapkan Pembelajaran Tatap Muka

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/MOHAMMAD AYUDHA
Foto dirilis Rabu (28/10/2020), memperlihatkan pelajar mencuci tangan sebalum masuk lingkungan sekolah sebelum mengikuti kegiatan Simulasi Adaptasi Kebiasaan Baru Sekolah di SMP Negeri 4 Solo, Jawa Tengah. Untuk mewujudkan pelaksanaan KBM tatap muka di tengah pandemi, Dinas Pendidikan Kota Surakarta menunjuk SMP Negeri 4 mengawali dengan melaksanakan simulasi.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengumumkan bahwa mulai semester genap tahun ajaran 2020/2021, kebijakan untuk melakukan pembelajaran tatap muka atau tidak sepenuhnya diputuskan oleh pemerintah daerah.

Peta risiko Satuan Tugas Penanganan Covid-19 nasional tidak lagi menjadi patokan untuk membuka sekolah.

Menanggapi hal ini, epidemiolog dari Universitas Griffith Dicky Budiman mengingatkan, dalam situasi seperti ini, daerah tidak bisa dibiarkan mengambil keputusan sendiri yang cenderung membahayakan pengendalian pandemi Covid-19.

"Berbahaya untuk dilakukan tatap muka, akhirnya dipaksakan yang rugi bukan hanya siswa, guru, atau masyarakat daerah situ. Tapi juga secara nasional," kata Dicky kepada Kompas.com, Jumat (20/11/2020).

Ia mengatakan, jika salah langkah, pandemi akan semakin tidak terkendali dan bisa memunculkan klaster baru.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut Dicky, tidak tepat jika keputusan hanya diberikan kepada sektor atau daerah. Semua sektor harus berperan.

Sektor sekolah berperan agar tak terjadi penularan di sekolah, pesantren, universitas, dan sebagainya.

"Dengan penutupan sekolah akan membantu menurunkan kurva," kata dia.

Baca juga: Sekolah Tatap Muka Diperbolehkan Lagi jika Sudah Penuhi 6 Syarat Ini

Tantangan

Dicky menyebutkan, tantangan terbesar saat sekolah tidak melakukan pembelajaran tatap muka ada pada anak.

"Tantangan terbesar tentu pada anak secara psikologis, terutama anak dan remaja. Universitas maupun sekolah harus diberikan dukungan psikologi untuk menjaga kesehatan mental anak," ujar Dicky.

Menurut Dicky, harus ada upaya inovatif dalam situasi pandemi ini sehingga bisa meminimalisasi dampak buruk atau negatif jika tidak ada pembelajaran tatap muka.

Dihubungi terpisah, epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo, mengatakan, tantangan pembukaan sekolah tak hanya terkait penegakan protokol kesehatan di lingkungan sekolah.

Terpenting, pengawasan siswa saat di perjalanan yaitu berangkat dan pulang sekolah.

"Padahal, di luaran risiko penularan masih tinggi?" kata dia.

Dia juga mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak konsisten dan tidak berbasis pada kesehatan masyarakat.

"Seharusnya pertimbangan pengaktifan kegiatan apa pun yang memungkinkan kontak antar warga, termasuk siswa sekolah, didasarkan atas kondisi epidemiologi yang menunjukkan tingkat risiko penularan Covid-19 di suatu wilayah," ujar Windhu.

Hal yang sama disampaikan pengamat pendidikan Doni Koesoema. Ia mengatakan, jika salah langkah maka ada risiko peningkatan kasus.

Menurut dia, emda harus memiliki data-data objektif tentang kasus dan kesiapan daerah. Tekanan orangtua tidak bisa menjadi alasan membuka sekolah jika suatu daerah belum aman.

Baca juga: Sekolah Kembali Dibuka, Mendikbud Larang Kegiatan Olahraga, Ekstrakurikuler hingga Kantin Beroperasi

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Macam-macam Penularan Virus Corona

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi