Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WHO: Resistensi Antimikroba Sama Bahayanya dengan Pandemi

Baca di App
Lihat Foto
AFP/FABRICE COFFRINI
Sekretaris Jenderal Badan Kesehatan Dunia (WHO) Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi pers di Jenewa pada 30 Januari 2020. Tedros mengumumkan status darurat dunia atas virus corona yang hingga saat ini, sudah membunuh 212 orang di China.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan tentang tumbuhnya resistensi antimikroba yang sama berbahayanya dengan pandemi virus corona.

Mengutip laporan AFP, Sabtu (21/11/2020), Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyebut masalah ini sebagai "salah satu ancaman kesehatan terbesar sepanjang waktu".

Resistensi sendiri semakin tumbuh pada beberapa tahun terakhir karena penggunaan berlebih obat-obatan, baik pada manusia maupun hewan ternak.

"Resistensi antimikroba mungkin tidak terlihat sedarurat pandemi, tetapi sama bahayanya," kata Tedros.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut dia, resistensi antimikroba ini mengancam perkembangan medis dan membuat kita tidak memiliki pertahanan terhadap infeksi yang saat ini dapat diobati dengan mudah.

Baca juga: Ahli Sebut Resistensi Antimikroba Harus Segera Ditangani

Resistensi antimikroba

Kebanyakan orang umumnya hanya mengenal antibiotik. Antibiotik sendiri adalah bagian dari antimikroba.

Melansir Kompas.com, 24 November 2019, mikroba melingkupi di dalamnya berbagai jenis organisme, yaitu virus, bakteri (bios/biotik), jamur, protozon ataupun parasit.

Oleh karena itu, antimikroba merupakan obat yang penting untuk mengobati infeksi pada manusia dan hewan yang diakibatkan organisme jahat mikroba yang menyerang tubuh.

Adapun sifat dari antimikroba adalah menghambat perkembangbiakan organisme jahat tersebut. 

Dokter Purnawati Sujud SpA mengatakan, antimikroba ini baik untuk pengobatan. Akan tetapi, jika tubuh sudah resisten (menolak) terhadap antimikroba ini, maka penyakit akan sulit disembuhkan.

"Setiap kali antibiotik digunakan, timbul juga risiko adanya resistensi antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat atau kurang bijak akan semakin memperparah situasi tersebut," kata Purnamawati dalam acara media briefing Pekan Kesadaran Antimikroba Dunia 2020 yang dilakukan daring pada Rabu (18/11/2020). 

Baca juga: 6 Strategi Turunkan Angka Resistensi Antimikroba di Indonesia

Dampak dan bahayanya

Saat seseorang terkena gempuran mikroba yang resisten, dia berpotensi mengalami sakit yang lebih berat dan risiko kematian lebih tinggi.

"Jadi perlu diingat, antibiotik itu bahaya. Kalau kita makan antibiotik, nanti bakteri di badan (berpotensi) jadi bakteri resisten," kata Purnamawati.

Sejak ditemukan pada tahun 1920, antibiotik telah menyelamatkan puluhan juta nyawa. Namun, bakteri mulai membangun resistensi pada obat yang sama.

Resistensi antibiotik adalah masalah sangat serius yang dihadapi seluruh dunia.

Bakteri yang kebal terhadap berbagai jenis antibiotik disebut Superbugs.

Orang yang terinfeksi Superbugs sangat sulit disembuhkan dan terapinya membutuhkan biaya yang sangat mahal. Beberapa kasus berakhir menyebabkan cacat permanen, bahkan kematian.

Penyakit infeksi bakteri, seperti pneumonia, TBC, gonorrhoea, salmonellosis, dan keracunan darah dari tahun ke tahun semakin sulit diobati dengan antibiotik.

Federasi Internasional untuk Asosiasi dan Produsen Farmasi (IFPMA) mengatakan, Superbug telah menyebabkan banyak korban.

"Sekitar 700.000 orang secara global meninggal dunia setiap tahunnya karena resistensi antimikroba," kata pihak IFPMA.

Baca juga: Situs Kuno Pemujaan Kaisar Berusia 1.500 Tahun Digali di China Utara

Korban meninggal 10 juta

Mereka menilai, tanpa adanya tindakan yang kuat untuk memastikan penggunaan tepat pada antibiotik yang sudah ada, angka tersebut dapat meningkat hingga 10 juta pada 2050.

WHO mengatakan, resistensi antimikroba membahayakan keamanan pangan, perkembangan ekonomi, dan kemampuan planet untuk melawan penyakit.

Resistensi menjadi pemicu meningkatnya biaya layanan kesehatan, admisi rumah sakit, kegagalan pengobatan, penyakit yang parah, hingga kematian.

WHO bergabung dengan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan meluncurkan tim baru untuk mengadvokasi aksi darurat dalam melawan ancaman ini.

"Kami membutuhkan aksi yang terkoordinasi di seluruh dunia untuk mengawasi infeksi, mengimplementasikan langkah pengendalian yang dibutuhkan, dan meningkatkan kesadaran gobal terhadap penggunaan antibiotik yang meluas," kata Wakil Ketua Tim Perdana Menteri Sheikh Hasina dari Bangladesh.

Baca juga: 5.000 Pasien Akan Jalani Uji Coba Tahap 3 Antibodi Corona AstraZeneca

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi