Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini dalam Sejarah: Presiden Rene Mouawad Tewas dalam Ledakan Bom di Beirut

Baca di App
Lihat Foto
AP PHOTO/HUSSEIN MALLA
Ilustrasi ledakan di Beirut, Lebanon
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Hari ini, 31 tahun yang lalu, tepatnya pada 22 November 1989, Presiden Lebanon Rene Mouawad tewas saat sebuah bom meledak di sebuah jalan di Beirut Barat saat iring-iringan mobilnya lewat. 

Saat itu, ia baru menjabat sebagai presiden selama 17 hari.

Bom tersebut meledak pada pukul 13.45 waktu setempat di Bustros Bolevard di distrik Sanayeh. 

Saking kuatnya, limusin Mercedes antipeluru yang dikendarai presiden terlempar dari jalan. 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Presiden AS John F Kennedy Tewas Ditembak

Kronologi

Melansir AP, 23 November 1989, seorang juru bicara polisi mengatakan, Mouawad tewas seketika dalam ledakan tersebut.

Ledakan ini terjadi beberapa menit setelah presiden mengadakan acara perayaan Hari Kemerdekaan Lebanon.

Dalam peristiwa tersebut, sedikitnya 23 orang lainnya dilaporkan tewas, termasuk 10 pengawal Mouawad.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: John F Kennedy Terpilih sebagai Presiden Termuda AS

Sementara, dua tokoh pemerintah lainnya, Perdana Menteri Selim al-Hoss (muslim Sunni) dan Juru Bicara Parlemen Hussein al-Husseini (muslim Syiah) berada di dalam mobil di belakang presiden.

Mereka dapat lolos dan selamat dari ledakan maut tersebut.

Sebelumnya, sempat dilaporkan bahwa Mouawad tidak terluka dalam ledakan tersebut. Juru bicara polisi pun menolak mengatakan alasan laporan awal itu. 

Salah satu petugas polisi penjinak bom kala itu, Kolonel Mohammed Khashab mengungkapkan bahwa bom tersebut disembunyikan di dalam sebuah toko kecil dan diledakkan dengan remote control.

Setelah kejadian tersebut, tidak ada pernyataan langsung terkait pihak yang bertanggung jawab atas bom ini. 

Baca juga: Deretan Kejadian di Gedung Kejaksaan Agung, dari Kebakaran hingga Temuan Bom Saat Pemeriksaan Djoko Tjandra

Ketegangan kondisi politik

Seperti diketahui, Mouawad dipilih sebagai presiden pada 5 November 1989 dalam sebuah sesi khusus dari Parlemen yang dilaksanakan di dalam wilayah di bawah kendali pasukan Suriah.

Melansir New York Times, 23 November 1989, pertemuan saat itu diakukan untuk meratifikasi persetujuan yang dicapai anggota Parlemen di Taif, Arab Saudi, untuk mengalihkan sejumlah kekuasaan golongan Kristen kepada Muslim.

Namun, salah satu pasukan golongan Kristen yang setia, Jenderal Aoun, menolak keputusan tersebut dan bersumpah akan mengumpulkan pasukannya untuk melawan apa yang ia anggap sebagai konspirasi ini.

Baca juga: Ledakan di Beirut Lebanon Disebut Mirip Peristiwa Bom Hiroshima

Oleh karena itu, Jenderal Aoun dituduh sebagai tokoh di balik pengeboman tersebut dan disebut telah mengancam Presiden Moawad dalam tiga hari terakhir.

Namun demikian, Jenderal Aoun bukan satu-satunya orang yang menolak pemerintahan yang baru itu. 

Para fundamentalis Islam yang didukung Iran telah memperingatkan anggota Parlemen Muslim Syiah yang meratifikasi perjanjian dan memilih Moawad untuk tidak kembali ke desa asal mereka. 

Kurang dari 24 jam sebelum kematiannya, Presiden Mouawad memberikan pidato pertamanya dan menyerukan kepada masyarakat untuk "berkumpul, bersukacita, bersatu kembali, dan membangun negara".

"Keputusan untuk mencapai keselamatan telah dibuat dan akan dilaksanakan apa pun hambatannya. Kami tidak akan membiarkan keserakahan dan keinginan dari siapa pun yang menghalangi perdamaian," kata Mouawad.

Baca juga: Melihat Dua Drone Canggih Turki, Pengubah Permainan di Suriah

Di sisi lain, Jenderal Aoun juga menyampaikan pidatonya sendiri pada malam perayaan kemerdekaan. Ia menuduh Mouawad sebagai "alat dari pasukan pendudukan Suriah".

Setelah Moawad tewas, malam harinya, para tokoh politik Lebanon pun berkumpul dalam sesi yang menegangkan di Beirut Barat untuk mendiskusikan penerus atau pengganti presiden.

Sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor Hoss mengatakan, pemerintah mencoba menghindari terjadinya kekosongan kekuasaan yang akan mengacaukan rencana perdamaian yang telah disetujui bulan sebelumnya. 

Baca juga: Potret al-Hol, Kamp Pengungsian ISIS di Suriah

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi