Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rencana Dibuka Januari 2021, Kapan Idealnya Tatap Muka di Sekolah Kembali Dilakukan?

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/IDON
Pengecekan suhu tubuh terhadap siswa sekolah yang menerapkan pembelajaran tatap muka di masa pandemi Covid-19, di Kota Pekanbaru, Riau, Senin(16/11/2020) lalu.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Pemerintah berencana kembali membuka sekolah dan memulai pembelajaran tatap muka pada Januari 2021.

Hal ini disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim melalui kanal YouTube Kemendikbud (20/11/2020).

Hanya saja diberikan opsi kepada orangtua siswa untuk memilih mengizinkan atau tidak anak-anaknya mengikuti kegiatan pembelajaran tatap muka ini.

Dalam pelaksanaannya, pemerintah daerah, sekolah dan orangtua akan diberi kewenangan penuh.

Baca juga: Curhatan Seorang Guru di Tengah Pandemi Corona...

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

 Kapan idealnya pembelajaran tatap muka di sekolah dapat dimulai?

Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman menyebut jika benar sekolah kembali dibuka Januari nanti, maka hal ini adalah satu hal yang sangat membahayakan.

"Pembukaan di Januari besok berbahaya sekali, karena atas beberapa alasan," kata Dicky saat dihubungi Selasa (24/11/2020).

Positifity rate

Alasan pertama adalah angka positifity rate di Indonesia yang masih di atas 10 persen.

Menurutnya, untuk relatif aman membuka kembali sekolah angka positifity rate setidaknya 5 persen atau di bawah itu.

"Tes positivity rate kita yang sudah 9 bulan ini di atas 10 persen, akan perlu waktu untuk diturunkan menjadi 5 persen. Dan umumnya negara-negara yang lakukan dan berhasil itu perlu waktu setidaknya 3 bulan," jelas Dicky.

Baca juga: Saat Efektivitas Vaksin Pfizer Diklaim Mencapai 95 Persen...

Positive rate merupakan salah satu komponen yang dipergunakan untuk mengukur kapabilitas sebuah negara dalam mengendalikan penyebaran virus corona.

Positive rate menunjukkan rasio jumlah kasus konfirmasi positif Covid-19 berbanding dengan total tes di suatu wilayah.

Cara menghitung positive rate adalah jumlah total kasus positif dibagi dengan jumlah orang yang dites dan dikalikan 100.

Semakin rendah positive rate menunjukkan juga jumlah orang yang dites semakin banyak dan menunjukkan pelacakan kontak yang memadai.

Saat ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan standar positive rate di angka 5 persen.

Baca juga: Saat WHO Peringatkan tentang Bahaya Nasionalisme Vaksin...

Penerapan protokol kesehatan

Dicky menambahkan, keberhasilan penurunan angka positif rate bisa dicapai dengan catatan negara atau wilayah itu menerapkan 3T (testing, tracing, treatment) dan 3M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun) secara konsisten, masif, dan agresif.

Jika positivity rate masih tinggi dan sekolah tetap dibuka, maka potensi terjadinya klaster-klaster baru akan meningkat.

Ia mencontohkan negara-negara yang ada di Eropa dan Amerika.

"Bila dipaksakan, ya apa yang terjadi seperti beberapa negara Eropa kemudian Amerika. Dipaksakan pembukaan sekolah ketika test positivity rate-nya di atas 10 persen yang terjadi adalah klaster-klaster sekolah," sebutnya.

"Peningkatan kasus infeksi itu terjadi hampir 100 persen pada anak di Amerika pada saat itu," tambah Dicky.

Baca juga: Masih PJJ, Kapan KBM Tatap Muka di Sekolah Bisa Dilangsungkan?

Sebaliknya, ia mencontohkan Australia yang membuka kembali sekolah ketika tingkat positivity rate sudah di bawah 5 persen.

"Di negara seperti Australia yang dibuka sekolah ketika tes positivity rate-nya itu sudah di bawah 5 persen, di kisaran 1 atau 3 persen ya memang tidak terjadi klaster itu," sebut Dicky.

Agenda besar di Indonesia

Selain soal positivity rate, Dicky juga mencatat adanya beberapa agenda besar yang akan terjadi di Indonesia yang membuat rencana pembukaan sekolah di Januari 2021 menjadi riskan.

Agenda itu misalnya Pilkada Serentak dan libur panjang di bulan Desember nanti.

"Kalau melihat kondisi saat ini di mana rencana pilkada masih ada (di bulan) Desember, kemudian ada potensi libur, ya walaupun tidak panjang, ya tentu tidak akan (memungkinkan dibukanya kembali sekolah). Ditambah dengan sedikit testing yang masih juga belum berubah signifikan," papar Dicky.

"Apalagi itu Januari kan, setelah Desember, Januari rawan sekali. Ini yang harus dipertimbangkan," ungkap dia.

Baca juga: Selain PJJ, Adakah Metode Pembelajaran Lain yang Bisa Diterapkan?

Di luar semua itu, Dicky tidak bisa memastikan kapan waktu yang ideal untuk memulai kembali proses pembelajaran tatap muka.

Semua itu kembali lagi pada upaya 3T dan 3M yang dilakukan.

"Semakin cepat upaya-upaya dilakukan secara bersama-sama, maka akan semakin cepat pula pelonggaran-pelonggaran dijalankan. Namun yang jelas bukan Januari," katanya lagi.

Terkait kewenangan yang diberikan sepenuhnya pada Pemda dan keluarga, Dicky memberikan catatan.

"Keputusan ini tidak bisa dibebankan hanya pada orangtua dan pemda, tapi kewajiban pemerintah pusat dan daerah sebelum memberikan opsi itu adalah memastikan kondisi pandemi di wilayah tersebut sudah terkendali," pungkasnya.

Baca juga: Saat Masa Studi SMK Setara dengan Diploma Satu...

Pemerintah lepas tanggung jawab

Senada dengan pendapat Dicky, Komisi Perlindungan Anak Indoneia (KPAI) juga menyatakan kegiatan ini semestinya tidak sepenuhnya diserahkan pada Pemda.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, sebagaimana diberitakan Kompas.com (18/11/2020), menyebut semestinya Pemerintah memiliki andil lebih besar untuk memastikan semua berjalan dengan baik.

"Menyerahkan kepada pemerintah daerah tanpa berbekal pemetaan daerah dan sekolah yang dapat dikategorikan siap dan belum siap, menurut saya bentuk lepas tanggung jawab," kata Retno melalui pernyataan resminya (20/11/2020).

"Seharusnya bukan diserahkan pemda, akan tetapi dibangun sistem informasi, komunikasi, koordinasi, dan pengaduan yang terencana baik sehingga pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat bersinergi melakukan persiapan buka sekolah dengan infrastruktur dan protokol kesehatan/SOP Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di sekolah," lanjut Retno.

Baca juga: Simak, 4 Cara Mencegah Gejala Nyeri Leher Selama Sekolah dan WFH

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: 7 Tahapan Pengembangan Vaksin Covid-19
 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi