Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hadapi Cuaca Ekstrem, Apa yang Bisa Dilakukan Masyarakat?

Baca di App
Lihat Foto
AMANDA PUTRI
Warga nekat melitas di DAM Kali Apu di Desa Wonolelo, Kecamatan Sawangan, Magelang, yang baru beberapa minggu selesai dibangun, kembali rusak diterjang lahar dingin. Hingga Sabtu (5/11), material lahar dingin masih berada di tengah jembatan, mengakibatkan aktivitas warga terganggu. Jembatan itu menjadi akses terdekat bagi warga Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali untuk menuju pusat Kecamatan Selo. Kompas/Amanda Putri (UTI) 05-11-2011
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan adanya potensi cuaca ekstrem pada 21-27 November 2020.

Mengutip Kompas.com, 23 November 2020, cuaca ekstrem adalah kondisi cuaca yang tidak biasa dan menimbulkan dampak kerugian baik jiwa maupun harta.

Beberapa hal yang bisa terjadi saat cuaca ekstrem antara lain banjir, longsor, banjir bandang, hujan es, dan sebagainya.

Baca juga: Kapan Musim Kemarau 2020 Berakhir dan Musim Penghujan di Indonesia Dimulai?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lantas, apa yang bisa dilakukan masyarakat saat cuaca ekstrem terjadi?

Kepala Sub-Bidang Iklim dan Cuaca BMKG Agie Wandala menjelaskan, jika cuaca ekstrem sudah terjadi dan menyebabkan banjir, longsor, atau banjir bandang, maka masyarakat harus bertahan di tempat yang aman.

"Bangunan yang permanen tidak dapat terhempas karena arus air. Harus dipastikan aman buat seluruh anggota keluarga, baik anak-anak atau manula," katanya pada Kompas.com, Rabu (25/11/2020).

Baca juga: Indonesia Disebut Alami Gelombang Panas, Ini Penjelasan BMKG

Tapi jika cuaca ekstrem belum terjadi, maka masyarakat harus mengenali kondisi tempat tinggalnya dan potensi terdampak cuaca ekstrem.

"Masyarakat mulai membiasakan mengetahui apakah sebenarnya tempat/rumah di mana mereka berada itu rawan atau memiliki kerentanan tinggi terhadap bencara banjir/longsor/banjir bandang tidak," kata dia.

Hal itu, menurut Agie bisa dilakukan dengan beberapa cara.

Baca juga: Berikut Analisis Ahli Hidrologi UGM soal Banjir Jakarta di Awal Tahun 2020

Observasi kondisi lingkungan bisa dilakukan dengan bertanya pada sesepuh desa atau orang yang berpengalaman.

"Jika kita mengetahui wilayah kita adalah zona yang rentan, maka diri sendiri dan keluarga harus mengetahui apa yang disebut zona evakuasi, jika terjadi bencana hidrometeorologi tersebut. Bisa dilatih langkah apa yang harus dilakukan," kata Agie.

Lalu, jika masih awam bisa menghubungi BMKG/BPBD/relawan untuk mengetahui bagaimana cara evakuasi yang baik.

"Pointnya adalah harus mulai membangun pemahaman dan kebiasaan sesuai kerentanan di mana kita sering beraktivitas," ungkapnya.

Baca juga: Mengenal Sabo Dam, Solusi Penanggulangan Banjir Lahar Gunung Merapi...

Petir

Saat musim hujan, badai petir sering terjadi.

Hal ini membuat masyarakat harus menyesuaikan diri dengan tidak berlindung di bawah pohon.

"Kebiasaan masyarakat yang beraktivitas di luar ruangan, seperti di persawahan yang luas, maka justru kita tidak boleh berlindung di bawah pohon. Karena petir cenderung mencari tempat yang tinggi," tuturnya.

Menurutnya masyarakat bisa berlindung di rumah atau bangunan permanen.

Baca juga: Waspada Hujan Disertai Petir di Pulau Jawa, Ini Penjelasan dan Imbauan BMKG...

Hujan lebat

Saat hujan lebat dan masyarakat masih berada di jalan, tidak disarankan untuk berlindung di bawah jembatan.

"Karena akan menganggu lalu lintas dan membayakan jika jembatannya tidak permanen," ujarnya.

Dia mengatakan masyarakat bisa berteduh di rumah atau bangunan permanen.

Baca juga: Ada Potensi Cuaca Ekstrem dalam Sepekan Mendatang, Ini Imbauan BMKG

Banjir lahar dingin

Agie menjelaskan lahar dingin termasuk kategori banjir bandang atau secara spesifik mud flow, karena membawa muatan/partikel keras dan padat.

"Hal ini bahaya karena bisa menimbulkan friksi yang kuat. Sangat berbahaya jika kita berada di jalur aliran lahar dingin," kata dia.

Rumah-rumah yang berada di bantaran sungai maupun jembatan yang pendek rentan terhadap bahaya lahar dingin.

Baca juga: Erupsi Merapi dan Sejarah Letusannya...

Agie menyarankan untuk tidak menyeberang ketika ada banjir lahar dingin atau banjir bandang. Disarankan menunggu di tempat yang aman.

Selain itu, jika lahar dingin terjadi, masyarakat harus mengenal mitigasi bencana.

"Masyarakat yang tinggal di bantaran sungai mungkin secara budaya memang tidak bisa ditinggalkan karena memang tanah/rumah tinggal yang mereka miliki berada di sana. Maka sudut pandanganya adalah mitigasi," kata Agie.

Baca juga: Mengenal Sabo Dam, Solusi Penanggulangan Banjir Lahar Gunung Merapi...

Dia mengatakan, masyarakat harus memanfaatkan informasi peringatan dini ketika hujan lebat terjadi di hulu sungai agar masyarakat di bantaran sungai memiliki critical time untuk menyelamatkan harta benda mereka.

Agie juga mengingatkan, konteks pengungsian juga harus dikelola dengan baik dengan berkomunikasi dengan pemerintah setempat.

"Apalagi ketika kondisi Covid-19, setiap pengungsian sementara harus juga memenuhi protokol kesehatan," imbuh dia.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Letusan Hebat Gunung Tambora yang Mengubah Dunia

KOMPAS.com/Dhawam Pambudi Infografik: Cuaca Panas, Waspada "Heat Stroke"

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi