Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Kelam Penerbangan Selandia Baru, Pesawat Tabrak Gunung di Antartika

Baca di App
Lihat Foto
NSF/Josh Landis/United States Antarctic Program
Kawah Gunung Erebus di pulau Ross, Antartika
|
Editor: Jihad Akbar

KOMPAS.com - Selandia Baru memiliki catatat kelam pada dunia penerbangan. Pada 28 November 1979, pesawat Air New Zealand menabrak Gunung Erebus di Antartika.

Melansir History, 22 November 2019, sebanyak 257 orang penumpang dan awak pesawat meninggal dunia.

Selama 1970-an, perjalanan udara ke Antartika menjadi lebih populer, karena turis berusaha melihat benua yang terisolasi dan misterius di dasar dunia secara langsung.

Di Ross Ice Shelf, Selandia Baru, orang-orang bisa melihat pemandangan yang luar biasa. Namun perjalanan itu menimbulkan bahaya, karena penerbangan ke Antartika bisa bermasalah.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengutip BBC, 28 November 2019, penerbangan Air New Zealand bernomor TE901 itu dipimpin pilot Kapten Jim Collins.

Air New Zealand mulai mengoperasikan penerbangan wisata di atas Antartika dua tahun sebelumnya, dan mereka sukses besar. Penerbangan tersebut menawarkan kemewahan kelas satu dan pemandangan yang menakjubkan di atas es yang tak ada habisnya di ujung dunia.

Baca juga: Lubang Misterius di Es Laut Antartika, Ilmuwan Menduga Ini Penyebabnya

Bagaimana pesawat itu jatuh?

Sekitar tengah hari, pilot Kapten Jim Collins menerbangkan dua putaran besar melewati awan untuk membawa pesawat turun ke ketinggian sekitar 2.000 kaki (610 meter) dan menawarkan pandangan yang lebih baik kepada penumpangnya.

Dengan asumsi berada di jalur penerbangan yang sama dengan penerbangan sebelumnya dan melewati McMurdo Sound yang luas, dia tidak akan melihat ada masalah.

Di dalam pesawat DC 10, orang-orang sibuk mengambil foto atau merekam film pemandangan di luar kabin. Banyak dari foto-foto ini kemudian ditemukan di reruntuhan dan masih dapat dikembangkan.

Mereka berharap melihat es dan salju di kejauhan, tapi justru gunung depan mereka. Sesaat sebelum jam 1 siang, alarm pesawat berbunyi. Enam detik kemudian pesawat itu langsung meluncur ke sisi Gunung Erebus.

Sementara, orang-orang di bandara yang menunggu berjam-jam kebingungan dan mengira pesawat kehabisan bahan bakar. Operasi pencarian dan penyelamatan pun digelar.

Baca juga: Polisi Selandia Baru Perkenalkan Hijab sebagai Seragam Resmi Mereka

Nahas, puing-puing pesawat tersebut ditemukan di lereng Gunung Erebus, Pulau Ross. Tidak ada penumpang yang ditemukan selamat pada peristiwa tersebut.

Dari hasil penyelidikan, terdapat dua alasan utama penyebab kecelakaan tersebut. Pertama, pilot diberi pengarahan jalur penerbangan yang berbeda dari yang dimasukkan ke komputer pesawat.

Tim mengira rute mereka sama dengan penerbangan sebelumnya, melewati es dan air di McMurdo Sound. Padahal, jalur yang dilintasi itu melewati Pulau Ross dan gunung berapi setinggi 3.794 meter, Gunung Erebus.

Penyebab kedua adalah fenomena cuaca yang dikenal sebagai whiteout. Ini yang kemungkinan besar telah menentukan nasib pesawat.

Baca juga: Lubang Ozon di Antartika Disebutkan Makin Membesar dan Membuat Rekor, Apa Dampaknya bagi Kehidupan?

Whiteout adalah warna putih cahaya antara salju putih atau es di bawahnya dan awan di atasnya menciptakan ilusi visibilitas yang jelas.

Pilot memercayai jalur penerbangan otomatis, dengan asumsi warna putih yang dilihatnya melalui jendela kokpit hanyalah es dan salju di air di bawah, bukan wajah gunung.

Menurut catatan BBC, kecelakaan itu menewaskan 227 penumpang dan 30 awak. Empat puluh empat orang tidak pernah diidentifikasi selama operasi pencarian dan pemulihan.

Tragedi itu membuat Selandia Baru yang kala itu populasinya hanya tiga juta orang terguncang.

"Itu terjadi pada saat negara yang relatif muda berada dalam periode penting dalam menemukan narasi baru untuk identitasnya," kata sejarawan Universitas Canterbury Rowan Light.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi