Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan
Bergabung sejak: 24 Mar 2020

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Zaman Kegelapan, Benarkah Benar-benar Gelap?

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock
Ilustrasi ksatria abad pertengahan.
Editor: Heru Margianto

AKIBAT terpengaruh apa yang ditulis oleh para sejarawan tentang tragedi Perang Salib, angkara murka praktek inkuisi menghukum mati mereka yang dianggap kafir, malapetaka wabah penyakit menular maut-hitam, sepak-terjang represif-dogmatis para penguasa gereja, penindasan rakyat miskin oleh kaum bangsawan serta aneka serba “gelap” lain-lainnya, maka saya sempat tertular kebiasaan menyebut rentang-waktu seribu tahun pada masa abad VI sampai dengan XVI sebagai Dark Ages alias Zaman Kegelapan.

Tabayyun

Namun setelah tabayyun lebih cermat menyimak apa yang ditulis oleh para sejarawan tentang zaman ke akhirnya saya memperoleh kesan bahwa apa yang terjadi pada masa Dark Ages sebenarnya tidak terlalu dark-dark amat.

Masih ada bahkan banyak peristiwa yang tidak terlalu gelap-gelap amat. Misalnya, upaya mengembangkan sistem angka Romawi demi mengekspresikan multiplying berdasar gerak bintang yang sampai masa kini masih merupakan landasan astronomi;

Membuat sistem mekanikal mesin informasi waktu dalam bentuk jam dengan duabelas angka yang sampai masa kini masih kita gunakan;

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendirikan lembaga perguruan tinggi yang disebut sebagai universitas yang sampai masa kini masih kita gunakan;

Menemukan kaca mata yang sampai masa kini masih kita termasuk saya gunakan demi membantu fungsi daya-lihat;

Eksperimen al-kimiawi sebagai landasan bio-kimia termutakhir;

Numerologi yang semula digunakan untuk meramal nasib manusia kemudian berkembang menjadi teori angka mau pun angkamologi yang sedang saya kembangkan di masa kini.

Pemikiran-pemikiran astronomis yang terus-menerus melalui proses kelirumologis berkembang menjadi beraneka ragam sains mulai dari astrofisika sampai ke kosmologi.

Proses trial and error upaya manusia melawan angkara murka wabah penyakit menular pada zaman kegelapan merupakan landasan perjuangan umat manusia melawan penyakit menular yang terus berkelanjutan terjadi sampai ke ilmu biomolekular pada masa pagebluk Corona pada awal abad XXI.

Proses

Pada hakikatnya peradaban merupakan proses (yang belum berhenti) pengembangan peradaban masa lalu termasuk peradaban yang disebut Dark Ages yang terkesan kurang beradab.

Maka saya setuju kesepakatan para antropolog mau pun para ilmuwan peradaban untuk menghindari istilah primitif. Sebab, apa yang dianggap tidak primitif pada masa kini jelas akan menjadi primitif di masa depan.

Lihat saja telepon selular yang dianggap modern pada tahun 2000 terbukti pada tahun 2020 sudah disebut sebagai sesuatu benda primitif yang masih menggunakan teknologi primitif.

Bisa saja saya menertawakan sikap dan perilaku seorang insan Aborijin dari pedalaman Australia yang terkagum-kagum ketika melihat lift di Jakarta.

Sebaliknya, saya bukan hanya terkagum-kagum namun bahkan mati total akibat tidak berdaya apa pun apabila dilepas ke pedalaman Australia yang penuh marabahaya buaya siap menelan saya.

Ojo dumeh

Seyogianya saya senantiasa berupaya berpegang teguh pada kearifan leluhur ojo dumeh agar jangan sampai takabur menghakimi kurun masa pada abad VI sampai dengan abad XVI sebagai Zaman Kegelapan.

Apabila dipandang dari nasib masyarakat pribumi Amerika, Australia, Afrika dan Asia sebenarnya zaman kegelapan justru baru dimulai pada abad XVII di mana bangsa-bangsa Eropa mulai menjajah bangsa-bangsa luar Eropa.

Seharusnya saya jangan lupa bahwa apa yang disebut sebagai peradaban pada hakikatnya merupakan suatu proses yang berasal dari masa lalu sampai ke masa kini yang masih akan terus berkembang sampai ke masa depan.

Peradaban merupakan suatu proses kelirumologis umat manusia untuk senantiasa mengoreksi kekeliruan masa lalu untuk dikoreksi pada masa kini demi senantiasa lestari secara berkelanjutan mendekatkan manusia yang pada hakikatnya mustahil sempurna ke arah kesempurnaan di masa depan.

Begitu manusia merasa sudah sempurna maka berhentilah manusia mengoreksi diri yang sebenarnya mustahil sempurna maka berarti apa yang disebut sebagai peradaban mandeg alias berhenti di tempat.

Peradaban yang tidak berkembang akibat manusia berhenti mengoreksi kekeliruan diri berarti tidak layak disebut sebagai peradaban.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi