KOMPAS.com – Guna mengatasi wabah demam berdarah, Singapura membuat sebuah inovasi lain daripada yang lain.
Negara tersebut mengatasi para nyamuk penyebab Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan menggunakan nyamuk yang dibesarkan di laboratorium.
Nyamuk-nyamuk tersebut dibesarkan di laboratorium dengan di tubuhnya diberi bakteri Wolbachia.
Baca juga: Virus Corona, Wabah Demam Berdarah, dan Analisis Para Ahli...
Nyamuk tersebut merupakan nyamuk jantan yang membawa bakteri yang akan membuat para induk betina mandul karena bakteri tersebut mencegah telur menetas.
Nyamuk-nyamuk jantan ini juga dibesarkan agar mereka dapat bersaing dengan para nyamuk liar.
Dengan cara ini, populasi nyamuk dapat berkurang secara bertahap.
Baca juga: Minum Bir Bikin Rentan Digigit Nyamuk, Benarkah?
Proyek Wolbachia
Singapura yang berpenduduk sekitar 5,7 juta orang, tahun ini telah mencatat adanya 26.000 kasus demam berdarah yang melampaui rekor 2013 yang mana kasusnya ada sebanyak 22.000.
Tahun ini, demam berdarah di Singapura telah menyebabkan 20 orang meninggal di (Agustus 2020).
Sebagai perbandingan, data yang sama di tahun sebelumnya, demam berdarah hanya menyebabkan 27 orang meninggal dengan 56.000 kasus.
Baca juga: Awas Nyamuk Bertebaran saat Musim Hujan, Begini 5 Cara Membasminya
Singapura sangat serius mengatasi nyamuk-nyamuknya.
Negara tersebut bahkan mendenda orang yang melanggar peraturan anti nyamuk, seperti meninggalkan pot tanaman yang penuh genangan air.
Adapun terkait teknik baru pemberantasan nyamuk yang diberi nama Proyek Wolbachia ini dilakukan di laboratorium pemerintah.
Baca juga: Mengenal Rabbit Haemorrhagic Disease yang Terdeteksi di Singapura
Caranya, para ilmuwan membiakkan nyamuk pembawa bakteri dalam deretan palet untuk kemudian dipisahkan. Setelahnya nyamuk dilepaskan di daerah berisiko tinggi demam berdarah.
Nyamuk penyebab penyakit demam berdarah adalah nyamuk betina, sehingga nyamuk yang diberi bakteri Wolbachia adalah nyamuk jantan.
Para petugas lingkungan menggunakan semacam alat penembak untuk melepaskan para nyamuk jantan tersebut ke lingkungan.
Baca juga: Catat, Ini yang Perlu Diperhatikan tentang Penyakit Demam Berdarah Dengue
Dampak ekologis
Dengan satu klik, tutup alat tersebut terbuka dan desiran kipas membuat para nyamuk terlepas.
Alat itu sendiri diberi nama Gravitraps yang akan menerbangkan 150 nyamuk jantan.
Nantinya setelah terlepas si nyamuk jantan akan mencari pasangan betina untuk melakukan perkawinan. Namun dari perkawinan itu mereka tak akan bisa memiliki anak.
Melansir dari Strait Times, Badan Lingkungan Nasional Singapura (NEA) melakukan pelepasan nyamuk di wilayah Yishun dan Tampines yang menyumbang kasus DBD banyak di negara itu.
Baca juga: Kenapa Gigitan Nyamuk Membuat Gatal?
Proyek pelepasan nyamuk laboratorium di kota itu ditargetkan akan selesai pada Maret 2022.
"Hasil awal yang menggembirakan dari lokasi penelitian ini memberi kami keyakinan untuk memperluas pelepasan ke lebih banyak wilayah," kata Associate Professor Ng Lee Ching, direktur Institut Kesehatan Lingkungan NEA.
Mengutip dari laman NEA, pelepasan nyamuk laboratorium ini hanya menargetkan dan menekan Aedes aegypti, vektor utama demam berdarah, chikungunya maupun Zika di Singapura.
Baca juga: Mengenal Penyakit Stroke, dari Gejala hingga Pencegahannya
Adapun jenis nyamuk lain tidak terpengaruh oleh pelepasan.
Karena itulah, Nea mengklaim bahwa nyamuk Wolbachia-Aedes ini tidak memiliki dampak ekologis yang berarti.
Di Singapura setidaknya ada 180 spesies nyamuk yang teridentifikasi.
Baca juga: Sistem Kekebalan Tubuh, Gejala Parah Covid-19, dan Mutasi Virus Corona...