KOMPAS.com - Uni Eropa (UE) mengkritik persetujuan perizinan vaksin Covid-19 Pfizer dan BioNTech oleh Pemerintah Inggris karena dianggap terlalu buru-buru.
Dikutip dari Reuters, Rabu (2/12/2020), dengan persetujuan tersebut, Inggris menjadi negara pertama yang menyetujui vaksinasi Covid-19.
Langkah memberikan otorisasi darurat kepada vaksin Pfizer dan BioNTech dianggap banyak orang sebagai kudeta politik untuk Perdana Menteri Inggris Boris Johnson.
Keputusan itu dibuat Boris Johnson di bawah proses persetujuan darurat yang sangat cepat.
Prosedur tersebut memungkinkan regulator obat Inggris untuk sementara mengesahkan vaksin hanya dalam waktu 10 hari, setelah mulai memeriksa data dari uji coba skala besar.
Baca juga: Vaksin Pfizer dan BioNTech Dinilai Aman, Akan Digunakan di Inggris
Kritik terhadap langkah Inggris
Anggota parlemen Uni Eropa bahkan lebih eksplisit dalam menyampaikan kritik mereka terhadap langkah Inggris.
"Saya menganggap keputusan ini bermasalah dan merekomendasikan agar negara anggota Uni Eropa tidak mengulangi proses dengan cara yang sama," kata anggota parlemen Uni Eropa yang merupakan anggota partai Kanselir Jerman Angela Merkel, Peter Liese.
"Beberapa minggu pemeriksaan menyeluruh oleh European Medicines Agency lebih baik daripada otorisasi pemasaran darurat yang terburu-buru dari vaksin," kata Liese, yang mewakili kelompok kanan tengah, terbesar di Parlemen Uni Eropa.
Berdasarkan peraturan UE, vaksin Pfizer harus disahkan oleh European Medicines Agency (EMA).
Akan tetapi, negara UE dapat menggunakan prosedur darurat yang memungkinkan mereka mendistribusikan vaksin di rumah untuk penggunaan sementara.
Inggris masih tunduk pada aturan UE sampai sepenuhnya meninggalkan blok itu pada akhir tahun.
"Jelas ada perlombaan global untuk mendapatkan vaksin di pasar secepat mungkin," kata anggota parlemen Uni Eropa dari kelompok sosialis, terbesar kedua di Parlemen, Tiemo Wolken.
"Namun, saya yakin bahwa lebih baik meluangkan waktu dan memastikan kualitas, efektivitas, dan keamanan terjamin dan sesuai dengan standar UE kita," ujar dia.
Baca juga: Inggris Izinkan Penggunaan Darurat Vaksin Covid-19 Buatan Pfizer
Tanggapan EMA
European Medicines Agency (EMA), yang bertanggung jawab untuk menyetujui vaksin Covid-19, turut memberikan tanggapannya.
EMA menyebutkan, prosedur persetujuan yang lebih lama lebih tepat, karena didasarkan pada lebih banyak bukti dan memerlukan lebih banyak pemeriksaan daripada prosedur keadaan darurat yang dipilih oleh Inggris.
Badan itu menyatakan akan memutuskan pada 29 Desember 2020, apakah akan memberi otorisasi sementara vaksin dari pembuat obat AS Pfizer Inc dan mitranya dari Jerman BioNTech SE.
Seorang juru bicara Komisi Eropa, eksekutif Uni Eropa, mengatakan, prosedur EMA adalah mekanisme regulasi yang paling efektif untuk memberikan akses semua warga negara UE mendapatkan vaksin yang aman dan efektif karena didasarkan pada lebih banyak bukti.
Country Manager Pfizer Inggris, Ben Osborn pun ikut memberikan tanggapan.
"Kami telah menyediakan paket data lengkap, data tidak buta, kepada kedua regulator. Menurut saya, yang Anda lihat hanyalah perbedaan dalam proses dan garis waktu yang mendasarinya, bukan perbedaan dalam pengiriman data," ujar dia.
June Raine, Kepala Badan Pengatur Obat dan Produk Kesehatan Inggris (MHRA), menilai, cara kerja MHRA sama dengan semua standar internasional.
"Kemajuan kami sepenuhnya bergantung pada ketersediaan data dalam tinjauan bergulir kami dan penilaian ketat kami serta saran independen yang kami terima," kata dia.
Baca juga: Akibat Salah Tes, 1.300 Orang di Inggris Dinyatakan Positif Covid-19
Prosedur darurat
EMA memulai tinjauan atas data awal dari uji coba Pfizer pada 6 Oktober 2020.
Prosedur darurat bertujuan untuk mempercepat kemungkinan persetujuan, yang biasanya membutuhkan setidaknya 7 bulan sejak penerimaan data lengkap.
Regulator Inggris meluncurkan tinjauan bergulirnya pada 30 Oktober 2020, dan menganalisis lebih sedikit data daripada yang tersedia untuk EMA.
"Idenya bukanlah menjadi yang pertama tetapi untuk memiliki vaksin yang aman dan efektif," ujar Menteri Kesehatan Jerman, Jens Spahn.
Mengenai prosedur darurat yang digunakan oleh Inggris, dia menilai, negara-negara UE telah memilih prosedur yang lebih menyeluruh untuk meningkatkan kepercayaan terhadap vaksin.
"Jika Anda mengevaluasi hanya sebagian data seperti yang mereka lakukan, mereka juga mengambil risiko minimum," kata mantan Kepala EMA, Guido Rasi, kepada sebuah radio Italia.
"Secara pribadi saya mengharapkan tinjauan yang kuat dari semua data yang tersedia, yang belum dilakukan oleh Pemerintah Inggris untuk dapat mengatakan bahwa tanpa Eropa, Anda yang diutamakan," ujar dia.
Baca juga: NHS Inggris Lakukan Uji Tes Darah untuk Deteksi Lebih dari 50 Jenis Kanker
Rencana vaksinasi
Dikutip dari CNN, Kamis (3/12/2020), Menteri Kesehatan Matt Hancock mengatakan, Inggris akan mulai meluncurkan vaksin tersebut pekan depan.
Setiap penerima vaksin Pfizer dan Biontech membutuhkan dua dosis dan akan ditetapkan sesuai dengan prioritas klinis.
Panel ahli independen, Komite Bersama Vaksinasi dan Imunisasi (JCVI), telah merekomendasikan agar penghuni panti jompo dan staf divaksinasi terlebih dahulu.
Panel merekomendasikan bahwa orang yang harus divaksinasi sesuai dengan usia, dimulai dengan orang yang lebih tua dari 80 tahun serta petugas kesehatan/
Usia akan terus menjadi faktor penentu, dengan orang dewasa yang lebih tua divaksinasi hingga mereka yang berusia di atas 50 tahun.
Pakar JCVI juga menyarankan agar pekerja di Layanan Kesehatan Nasional (NHS) Inggris dan mereka yang secara klinis dianggap sangat rentan terhadap virus corona harus diprioritaskan pada fase awal vaksinasi.
Mereka yang dianggap rentan termasuk pasien kanker, mereka yang menggunakan obat-obatan yang melemahkan sistem kekebalan, dan mereka yang memiliki penyakit paru-paru parah, penyakit ginjal parah, dan kondisi kesehatan lainnya.
Baca juga: Sejumlah Petugas Medis di AS Enggan Jadi Pihak Pertama yang Terima Vaksin Covid-19