Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kolumnis
Bergabung sejak: 16 Mei 2017

Mantan wartawan harian Kompas. Kolumnis 

Ignasius Jonan dan Perbincangan Meditatif Doa Sang Katak

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM
Perbincangan Pemimpin Redaksi Kompas.com Wisnu Nugroho (Inu) dengan mantan Menteri Perhubungan Ignasiun Jonan dalam program Beginu di channel Youtube Kompas.com.
Editor: Heru Margianto

BINCANG-bincang santai mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri Perhubungan dan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) Ignasius Jonan dengan Pemimpin Redaksi Kompas.com, Wisnu Nugroho (Inu) memberi aura sejuk.

Anda dapat menyaksikan perbicangan itu di kanal Youtube Kompas.com baru-baru ini. Sampai kini perbincangan itu masih terpampang di youtube

Mendengar perbincangan Jonan dan Inu, bagi saya seperti mendengar perbincangan yang meditatif. Tenang namun menghanyutkan.

Berbeda sekali dengan ingar bingar perdebatan publik di media sosial juga layar kaca yang penuh dengan gaya padu atau perang mulut. Saya pernah menonton tayangan padu ini di salah satu stasiun televisi soal salah ketik Undang-undang Cipta Kerja dan kerumunan (unjuk rasa) di masa pandemi Covid-19. Riuh. Gaduh. Bising.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kegaduhan perbincangan dengan gaya padu tersaring oleh keheningan tayangan percakapan  Jonan dan Inu itu. Paling tidak bagi saya.

Perbincangan meditatif

Bila bagian-bagian tertentu percakapan ini saya ulang, saya merasa masuk di alam meditatif. Bagi saya ini mengurangi rasa ngeri berlebihan tentang pandemi virus Corona dan suasana bising debat (gaya padu) yang memekakkan telinga.

Jonan dan Inu duduk santai. Suara dan ritme bicara kedua orang ini semula terasa monoton tapi lama-lama menjadi seperti suara gemercik pancuran kecil di kaki gunung di wilayah pedesaan. Suara mereka terasa sejuk.

Dengan suara nada tidak menggebu, Inu membawa Jonan bercerita awal Sang Pembaharu perkeretaapian Indonesia ini diminta oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (2007-2009) Sofyan Djalil untuk bekerja di kereta api. Jonan harus meninggalkan dunia perbankan ke transportasi umum, kereta api.

“Cobalah, kalau nanti gagal atau tidak berhasil, biarkan itu menjadi tanggungjawab saya,” kata Sofyan Djalil yang ditirukan Jonan.

Jonan memuji dan tertarik pada sikap Sofyan. Keberatan Jonan hilang dan ia mau kerja di situ sebagai pimpinan tertinggi KAI, direktur utama.

Jonan mengatakan, para pemimpin perusahan kereta api sebelumnya sebagian besar punya latarbelakang pendidikan tinggi di bidang trasportasi umum.

Tapi, ia melihat sampai saat itu, 2009, apa yang telah dilakukan para pendahulunya tidak dilihat oleh masyarakat sebagai perubahan kultur atau kemajuan.

Jonan ingin mengubah kultur di dunia kereta api. Ia memilih dari hal kecil, nampak sepele, tidak terpandang, yakni WC atau toiet.

Dia menghitung waktu, satu hari bisa memunculkan satu atau dua WC bersih di stasiun kereta api. Ia meminta dalam satu bulan sejumlah WC di dalam ruang kerja para pimpinan harus bersih dan nyaman.

Apa yang diakukan Jonan menumbuhkan harapan di kalangan pegawai KAI. Harapan itu muncul dalam proses waktu dalam suasana yang sederhana dan kecil. Tidak dimulai dengan yang besar dan “wah”.

Harapan muncul bukan dari tingkat atau level tinggi, tapi dari hal kecil dan sederhana. Sesuatu yang kecil perlahan menjadi besar dan dirasakan masyarakat luas di negeri ini. Terjadilah revolusi kultural di dunia kereta api. Jonan menjadi legenda perkeretaapian Indonesia.

Tentang menurunnya keuntungan finansial kereta api di Indonesia karena virus Corona ini pernah saya tanyakan kepada pengamat kebijakan publik Agus Pambagio pada Agustus 20020 lalu.

“Untuk menghadapi situasi saat ini, KAI perlu dipimpin sekelas Jonan,” ujar Agus saat itu.

Kemudian di bulan September direksi KAI baru mengubah logo atau simbol KAI. Saya minta komentar hal ini, Agus hanya mengatakan, “kurang kerjaan”.

Apakah ini tidak menelan biaya banyak di masa paceklik ini, Agus mengulangi lagi ucapannya, “Makanya saya katakan kurang kerjaan”.

Kembali ke perbincangan Inu dan Jonan. Inu terus menggiring Jonan masuk ke perenungan hidup maestro kereta api ini. Dibahas soal tokoh tokoh idola seperti Napoleon Bonaparte, Mahatma Gandhi, sampai ke Ibu Theresa dari Kalkuta.

Sebelumnya, kedua orang ini bicara soal perjalanan generasi. Jonan mengemukakan, orang yang lebih banyak melihat matahari atau berusia lanjut lebih banyak memiliki “kebijaksanaan” ketimbang “kaum muda” atau kaum “milenial”.

Tapi, kata Jonan, orang tua juga perlu belajar dari orang muda. Misalnya, soal laptop dan internet. Sampai di sini pembicaraan berkisar tentang penggunaan mesin ketik dan komputer (laptop).

Jonan bercerita pengalamannya membuat skripsi dengan mesin ketik. Dia harus hati-hati jangan sampai salah ketik. Kalau salah ketik, dosennya bisa menyuruhnya untuk mengulangi membuat paper yang baru.

“Kalau sekarang, mengubah salah ketik mudah dilakukan,” ujar Inu.

Soal salah ketik ini, saya malah teringat dengan debat gaya “padu” di layar televisi antara dua tokoh dari dua partai pendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Ma’ruf Amin.

Salah seoran tokoh itu adalah perempuan, pernah belajar tentang hukum di Amerika Serikat lalu menjadi pegawai Istana. Perbincangan yang gaduh.

Perempuan ini padu dengan tokoh dari salah satu fraksi di DPR. Dengan mata melotot, mulut berbusa-busa dan suara tinggi penuh emosi, kedua tokoh ini debat gaya padu tentang “salah ketik” di naskah Undang-undang Cipta Kerja.

“Seru dan memalukan,” ujar seorang pengamat politik yang yang saya hubungi paruh bulan November lalu.

Doa Sang Katak

Kemudian perbincangan Inu dan Jonan sampai ke buku. Ia merasa lebih menikmati bila baca buku kertas, bukan di laptop atau internet.

Jonan senang sekali dengan buku Anthony de Mello dengan judul Doa Sang Katak-Meditasi dengan dongeng. Ia sering membeli buku itu kemudian diberikan kepada teman-temannya.

“Saya juga senang membaca buku itu,” kata Inu.

Sabtu, 5 November 2020, saya kontak lewat telepon ke Inu dan mengatakan, “Mas Inu saya juga sering baca buku ini berulang-ulang, semakin lama semakin enak.”

Buku itu berisi banyak dongeng. Dari puluhan dongeng, saya pilihkan dua dongeng: “Doa Sang Katak” dan “Menjadikan Naga sebagai Sahabat”.

Saya ringkas dengan bahasa saya sendiri dongeng katak itu.

Seorang pendoa yang suci terganggu oleh suara riuh rendah seekor katak raksasa di suatu malam. Ia berteriak kepada katak itu memintanya untuk diam. Karena pendoa ini orang suci, katak diam.

Tapi muncul suara di dalam diri pendoa. Suara itu mengusik hatinya. Mungkin Tuhan senang dengan suara katak bertalu-talu itu daripada alunan doa mazmur.

Pendoa mendebat suara hatinya dengan berkata, apakah suara katak bisa berkenan pada Tuhan? Suara itu terus bergema.

Akhirnya pendeta itu berteriak kepada Sang Katak: bernyanyilah! Berkoak-koaklah katak raksasa itu diiringi suara katak-katak lainnya, riuh.

Pendoa memperhatikan suara katak-katak itu. Suara yang gaduh lambat laun terdengar seperti nyanyian. Harmoni.

Ia merasa tidak terganggu lagi, bahkan bisa menikmati. Suara-suara katak itu memperkaya keheningan malam dalam doanya.

Dongeng lain.

Seseorang datang ke psikiater dengan keluhan tiap malam didatangi seekor naga berkepala tiga yang mengerikan. Ia stress berat, takut, tidak bisa tidur sampai ingin bunuh diri.

Sang Pikiater mengatakan akan berusaha menolongnya, tapi ini membutuhkan waktu satu atau dua tahun dan perlu uang tiga ribu dollar.

“Tiga ribu dollar?” tanyanya.

Lebih baik, saya pulang dan berusaha bersahabat dan berdamai dengan naga kepala tiga itu.

***

Barangkali hidup kita seperti orang yang datang ke psikiater seperti cerita di atas. Kehidupan di sekitar kita penuh dengan kegaduhan hingga memunculkan naga kepala tiga di benak kita.

Tapi, kedamaian ternyata bisa ditemukan di tengah keriuhan seperti pendeta suci yang menemukan harmoni di tengan kebisingan suara katak. Koak-koak katak terdengar seperti nyanyian.

Tidak mudah memang bersahabat dengan pandemi plus menjadikan tontonan televisi atau keriuhan media sosial yang penuh gaya padu terdengar seperti nyanyian merdu penuh harmoni.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi