Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Kabar Surat dan Kartu Pos di Era Digital?

Baca di App
Lihat Foto
Thinkstockphotos.com
Ilustrasi
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Sebelum teknologi komunikasi berkembang dengan pesat seperti sekarang, menulis dan mengirim surat menjadi pilihan utama untuk melakukan komunikasi jarak jauh.

Surat ditulis di secarik kertas, dimasukkan ke dalam sebuah amplop, lalu dibubuhi perangko di atasnya.

Surat kemudian dibawa ke kantor pos untuk dikirimkan ke alamat yang dituju.

Baca juga: Viral Satu Keluarga Diusir Saat Berteduh di Pos Polisi, Ini Penjelasan Kepolisian

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dengan adanya surat, seseorang yang terpisah jauh masih bisa mengirimkan kabar, meski harus menunggu beberapa hari atau minggu sebelum surat itu sampai ke tujuannya.

Selain itu, pada masa ketika surat menjadi pilihan utama komunikasi jarak jauh, muncul sebuah istilah menarik, yaitu "sahabat pena".

Sahabat pena adalah dua orang yang tidak pernah bertemu, namun menjalin ikatan pertemanan dengan cara bertukar surat.

Ajakan untuk menjadi sahabat pena bisa dengan mudah dijumpai di halaman-halaman surat kabar Indonesia pada tahun 60-an hingga 90-an.

Baca juga: Ruangguru Mundur dari Platform Digital Kartu Prakerja, Apa Dampaknya?

Surat di masa sekarang

Berkat kecanggihan teknologi komunikasi, berkirim kabar kini tidak lagi perlu menunggu waktu lama. Pesan bisa dikirim dan diterima pada waktu yang sama.

Komunikasi jarak jauh juga semakin berkembang dengan semakin lazimnya kepemilikan telepon, internet, dan kini telepon pintar.

Terlebih lagi, kini ada banyak layanan aplikasi chat yang mempermudah komunikasi, seperti LINE, WhatsApp, dan Telegram.

Baca juga: 6 Fitur Baru WhatsApp, Bagaimana Menggunakannya?

Lantas, masih adakah yang orang yang mengirim kabar melalui surat?

Corporate Secretary PT Pos Indonesia (Persero) Tata Sugiarta mengatakan, sejak kehadiran surat elektronik (e-mail) industri surat-persuratan mengalami distraksi yang luar biasa.

Tata mengatakan, di era kiwari, hampir tidak ada orang yang bersedia menunggu lama untuk menyampaikan dan menerima kabar.

Baca juga: Sering Terima SMS Penawaran atau Penipuan? Ini Cara Melaporkannya...

Hal tersebut semakin terasa dengan kepopuleran teknologi pesan singkat (SMS) yang hadir bersamaan dengan booming penggunaan telepon seluler di Indonesia.

"Karena perkembangan teknologi semakin dahsyat. Dengan munculnya SMS, itu kan memotong jalur pengiriman berita, terutama teks," kata Tata saat dihubungi Kompas.com, baru-baru ini.

Tata mengatakan, pada masa sekarang, surat-surat pribadi atau personal letter, sudah bukan menjadi bisnis yang digeluti Kantor Pos di seluruh dunia.

"Akhirnya pos seluruh dunia bergeser core bisnisnya, dari mengirimkan surat menjadi mengirimkan paket. Artinya, kirim-kirim surat itu sudah tidak ada," kata Tata.

Baca juga: 4 Fitur Baru WhatsApp, Sudahkah Anda Menggunakannya?

Masih ada pengiriman dokumen

Tata mengatakan, pengiriman surat yang bersifat pribadi melalui Pos Indonesia sudah tidak ada lagi, namun volume pengiriman surat-surat yang bersifat dokumen masih banyak.

Hal tersebut bisa dilihat di kantor Sentral Pengolahan Pos (SPP).

"Volume surat masih banyak, yang sekarang kita sebut sebagai dokumen," kata dia.

Baca juga: Simak, Ini Cara Aman Terima Paket Saat Pandemi Corona

Tata menyebut ada beberapa jenis dokumen yang pengirimannya mengunakan jasa Pos Indonesia, salah satunya surat lamaran pekerjaan.

"Walaupun sekarang sudah banyak surat lamaran yang dikirim melalui e-mail, tapi beberapa instansi masih meminta lamaran itu secara fisik. Seperti lamaran pegawai negeri tahun lalu," kata Tata.

"Tahun-tahun lalu itu, kalau enggak salah di bulan-bulan Agustus, meledak itu volume surat lamaran. Karena memang diminta dikirimkannya melalui pos," imbuhnya.

Selain surat lamaran pekerjaan, dokumen lain yang biasa dikirim melalui Pos Indonesia adalah yang sifatnya corporate, misalnya billing statement (tagihan).

"Ada beberapa orang, baik itu billing statement telepon, asuransi, dan sebagainya, masih dikirmkan melalui surat fisik. Karena ada beberapa orang yang mungkin tidak terlalu familiar dengan e-mail," kata Tata.

Baca juga: Mengenal Asuransi Jasa Raharja, dari Lingkup Jaminan hingga Cara Klaim

Bagaimana nasib kartu pos?

Mengenai nasib kartu pos di era digital seperti sekarang ini, Tata menyebutnya sebagai sebuah fenomena yang unik.

Pasalnya, ketika surat pribadi sudah tidak lagi diminati, kartu pos justru masih bisa bertahan dan memiliki penggemar tersendiri.

"Mengenai kartu pos, ini justru yang unik. Kartu pos di seluruh dunia itu masih dipakai orang. Sehingga, perangko sampai hari ini kan masih terbit, karena kartu pos itu dikirimkannya memakai perangko," kata Tata.

Baca juga: Sudah Dibuka, Berikut Link Daftar Online Wisata Labuan Bajo dan Taman Nasional Komodo

Dia mengatakan, kartu pos saat ini dipakai untuk kebutuhan wisata. 

"Misalnya saya hari ini mengunjungi Paris, Perancis. Untuk menandai saya sudah di Paris, saya akan kirim kartu pos. Dari Paris ditujukannya ke saya sendiri, tetapi ke alamat di Indonesia. Kebiasaan seperti itu masih ada di kalangan pelancong-pelancong dunia," ujar Tata.

Meskipun hal itu sebenarnya bisa digantikan dengan mengunggah foto di media sosial, seperti Instagram dan Facebook, namun Tata menilai, keotentikan kartu pos memiliki nilai tersendiri yang membuatnya tetap diminati oleh para pelancong.

"Orang-orang itu masih, beberapa yang hobinya travelling, itu masih menggunakan kartu pos sebagai penanda bahwa dia sudah pergi ke suatu tempat," kata Tata.

Baca juga: Rekomendasi Wisata Murah di Jakarta, Jogja, dan Malang, Tiket Masuk Rp 5.000-Rp 10.000

Komunitas Postcrossing

Selain masih secara aktif digunakan oleh para pelancong dari berbagai belahan dunia, Tata mengatakan bahwa saat ini ada komunitas internasional bernama Postcrossing, yang mewadahi para penggemar kartu pos dari seluruh dunia.

Informasi lengkap mengenai komunitas Postcrossing bisa dilihat di laman postcrossing.com dan Instagram @postcrossing.

"Pelopor dan yang menggerakkan itu orang Swiss kalau enggak salah. Anggotanya puluhan ribu, ya masih banyaklah. Indonesia termasuk salah satu yang paling rajin mengirimkan kartu pos," kata Tata. 

Baca juga: Nomor WhatsApp Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Muti Diretas, Ini Kronologinya...

Dia menjelaskan, ada perbedaan antara kegiatan Postcrossing di masa sekarang dengan mengirim kartu pos pada zaman baheula.

"Ketika dia mau kirim, dia foto kartu posnya sebelum dikirim. Nanti dia kirim melalui Instagram atau medsos, dan tag temannya yang akan dikirimi 'Tunggu ya, kartu posku akan berangkat'. Nanti begitu sampai, si penerima akan memotret lagi 'Wah, kartu posmu sudah sampai. Perjalanannya dua bulan'. Itu kan menjadi sesuatu yang unik," katanya lagi.

Tata mengatakan, orang-orang menyebut bisnis pengiriman kartu pos ini sebagai snail mail. 

Baca juga: Dari Hobi Karyawan hingga Menelurkan Atlet Berprestasi, Ini Sejarah PB Djarum

"Snail mail ini karena teknologinya menggunakan perangko. Satu, perangko itu tidak tercatat, kalau menggunakan yang lain misalnya EMS (Express Mail Service), itu kita bisa track and trace, tapi kalau mengirimkan menggunakan perangko itu tidak bisa di-track and trace," kata Tata.

"Jadi surat itu akan melayang-layang ke mana-mana, akhirnya sampai juga di tujuan. Mungkin dengan waktu yang cukup lama. Nah, waktu pengiriman inilah yang menjadi unik bagi para penggemar Postcrossing ini untuk berkirim-kirim kartu pos," imbuhnya.

Tata mengatakan, berkirim kartu pos di era sekarang bukan lagi dengan tujuan memberi kabar, melainkan sebagai sebuah hobi.

Yakni, sebuah kesenangan menikmati sensasi menunggu kartu pos yang sekian lama terapung-apung hingga akhirnya sampai ke rumah.  

Baca juga: Mengenal Tato Maori yang Dimiliki Menlu Selandia Baru

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi