KOMPAS.com - Hari Antikorupsi Internasional atau Hari Antikorupsi Sedunia diperingati setiap 9 Desember.
Tujuan dari peringatan ini adalah mengedukasi masyarakat mengenai korupsi yang dapat menghambat pembangunan sosial dan ekonomi bagi seluruh masyarakat di dunia.
Korupsi dinilai sebagai fenomena sosial, politik dan ekonomi yang kompleks yang mempengaruhi semua negara.
Tidak ada wilayah, komunitas, atau negara yang kebal terhadap korupsi.
Baca juga: OTT KPK, Edhy Prabowo, dan Temuan Barang Mewah...
Lantas, bagaimana pemberantasan korupsi di Indonesia?
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menilai, kasus korupsi di Indonesia masih tergolong tinggi.
Oleh karena itu dibutuhkan upaya yang lebih ekstra lagi dari para aparat penegak hukum untuk memberantas kejahatan yang extraordinary ini.
"Harus ada upaya melibatkan seluruh komponen masyarakat, sehingga tidak hanya dibebankan pada aparat penegak hukum saja. Masyarakat perlu diberi kesadaran bahwa korupsi memberikan dampak besar bagi kehidupan mereka," papar Abraham saat dihubungi Kompas.com, Rabu (09/12/2020).
Baca juga: Resmi Tersangka, Berapa Harta Kekayaan Edhy Prabowo?
Musuh bersama
Abraham menyatakan, masyarakat tidak boleh bersikap skeptis atau apatis terhadap praktik korupsi yang mungkin dilihatnya.
Upaya yang dapat dilakukan supaya lebih peduli terhadap kejahatan korupsi, seperti membentuk komunitas antikorupsi dan memberikan pendidikan antikorupsi kepada anak-anak.
"Tindakan korupsi kan termasuk moralitas, jadi perlu dibentuk karakter antikorupsi, supaya tidak melakukan kejahatan tersebut," katanya menambahkan.
Baca juga: Selain Jiwasraya, Berikut Kasus Korupsi Terbesar di Indonesia
Sementara itu, menurut Erry Riyana Hardjapamekas, salah satu pimpinan KPK pada masa kepemimpinan Taufiequrachman Ruki, menganggap bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih berada dalam jalur yang benar sebagai lembaga antikorupsi di Indonesia.
"Ada dinamika regulasi akibat kegundahan politik, di samping dinamika organisasi dan ekosistem yang mempengaruhi derap langkah. Hal ini memang mengkhawatirkan, namun masih boleh optimististis. Walau tetap perlu waspada," ujarnya terpisah, Rabu (09/12/2020).
Erry menambahkan, dinamika organisasi yang dimaksudkannya adalah KPK yang organisasinya semakin besar dengan budaya kerja yang berubah.
Sedangkan, ekosistem yang mempengaruhi derap langkah merupakan iklim politik maupun lembaga-lembaga lain yang saling berhubungan dan berpengaruh bagi kinerja KPK.
Baca juga: Selain Jiwasraya, Berikut Kasus Korupsi Terbesar di Indonesia
Masih doyan korupsi
Sementara itu, terkait dengan masih adanya pejabat setingkat menteri yang tersandung kasus korupsi, menurut sosiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono ada tiga hal yang mendasari hal itu.
Pertama, yakni karena masih adanya titik-titik kelemahan dalam sistem administrasi publik dan sistem kontrol.
Kedua, adalah adanya kelemahan dari negara.
Kelemahan yang dimaksud adalah berasal dari sistem pemerintahan yang menyangkut pengendalian relasi ekonomi politik.
"Di sini para pejabat ini memiliki hak menetapkan aturan, menyetujui investasi dan sebagainya dengan para pengusaha yang memang menawarkan uang, fasilitas agar mereka mendapatkan kemudahan," ujarnya sebagaimana diberitakan Kompas.com (26/11/2020).
Baca juga: Alasan di Balik Dana Bansos yang Kerap Diselewengkan
Dalam hubungan tersebut, di dalamnya terdapat kecenderungan untuk rente atau untuk mencari keuntungan untuk dirinya sendiri.
Faktor terakhir yang sangat memengaruhi yakni adalah faktor dari integritas pejabat yang bersangkutan.
Pejabat, menurutnya boleh saja memiliki bisnis lain, asalkan yang bersangkutan mampu menjaga integritas dan amanah yang diberikan kepadanya.
"Berarti di sini menyangkut soal sistem rekrutmennya yang harus betul-betul solid dan bertanggung jawab," katanya lagi.
Oleh karena itu, dalam hal ini sistem pemilihan harus sangat selektif.
Baca juga: Selain Harun Masiku, Berikut Sejumlah Buronan Korupsi yang Kabur ke Luar Negeri
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.