KOMPAS.com - Sebuah studi yang dipublikasikan pada awal November 2020 menyatakan bahwa delirium menjadi salah satu gejala yang muncul pada penderita Covid-19.
Studi itu dilakukan para peneliti dari Universitas Oberta de Catalunya (UOC). Gejala ini terjadi khususnya pada kelompok lanjut usia (lansia).
Hal yang sama juga diungkapkan Dokter Spesialis Saraf dari Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI), dr Rubiana Nurhayati, Sp.S, seperti diberitakan Sains Kompas.com, Rabu (10/12/2020).
Di media sosial, perbincangan soal delirium ini pun ramai dalam beberapa hari terakhir.
Apa itu delirium?
Dilansir dari Medical News Today, delirium adalah perubahan tiba-tiba yang terjadi pada fungsi mental seseorang. Gangguan ini menyebabkan perubahan cara berpikir dan perilaku serta tingkat kesadarannya.
Delirium juga memengaruhi kemampuan berkonsentrasi, berpikir, mengingat, dan pola tidur seseorang.
Delirium dapat terjadi akibat penuaan, keracunan alkohol, konsumsi obat-obatan tertentu, dan kondisi medis yang mendasari.
Baca juga: Studi Ini Temukan Delirium Bisa Jadi Penanda Awal Covid-19, Khususnya pada Lansia
Jenis Delirium
Mengutip MayoClinic, para ahli dan dokter telah mengidentifikasi penyakit ini dan menggolongkan dalam 3 jenis, yaitu
- Delirium hiperaktif
Jenis ini merupakan merupakan yang paling mudah dikenali, yang ditandai dengan kegelisahan (mondar-mandir), agitasi, perubahan suasana hati yang cepat atau halusinasi, dan penolakan untuk bekerja sama. - Delirium hipoaktif
Untuk jenis ini, biasanya diketahui dengan sikap yang tidak seaktif biasanya atau berkurangnya aktivitas motorik, kelesuan, rasa kantuk yang tidak normal, atau tampak linglung pada seseorang - Delirium campuran
Untuk jenis delirium campuran memiliki tanda dan gejala yang sama antara delirium hiperaktif dan hipoaktif. Seseorang dapat dengan cepat beralih dari keadaan delirium hiperaktif ke hipoaktif.
Penyebab delirium
Delirium terjadi ketika pengiriman dan penerimaan sinyal normal di otak mengalami gangguan.
Gangguan ini kemungkinan besar disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor yang membuat otak rentan dan memicu terjadi malfungsi pada aktvitas otak.
Meski saat ini para dokter masih mencari tahu penyebab pasti delirium, namun ada beberapa penyebab yang disebut menjadi pemicunya:
- Efek dari obat-obatan tertentu atau toksisitas obat
- Keracunan alkohol atau obat
- Kondisi medis, seperti stroke, serangan jantug, penyakit paru-paru atau hati yang memburuk, atau cedera akibat jatuh
- Ketidakseimbangan metabolik, seperti natrium rendah atau kalsium rendah
- Penyakit parah atau kronis
- Demam dan infeksi akut, terutama pada anak-anak
- Infeksi saluran kemih, pneumonia atau flu
- Paparan toksin, seperti karbon monoksida, sianida atau racun lainya
- Malnutrisi atau dehidrasi
- Kurang tidur atau tekanan emosional yang parah
- Rasa sakit
- Pembedahan atau prosedur medis lain yang menggunakan anestesi
Baca juga: Studi: Covid-19 Berpotensi Merusak Paru-paru dan Gejala Jangka Panjang
Diagnosis
Untuk mengecek apakah seseorang tengah mengalami kondisi delirium atau tidak, para dokter akan memperhatikan gejala fisik dan psikologis pasien tersebut.
Dokter dapat menggunakan kombinasi penilaian kesehatan kognitif, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium untuk membantu mereka mendiagnosis delirium dan mengidentifikasi penyebab yang mendasari.
Metode penilaian CAM
Petugas perawatan kesehatan yang profesional biasanya menggunakan metode Confusion Assessment Method (CAM) untuk membantu mereka mendiagnosis delirium.
Mereka akan mencari indikasi delirium dengan beberapa aspek mental dalam penilaian CAM, antara lain:
- Acute onset: Apakah orang tersebut menunjukkan perubahan mental secara mendadak?
- Kurang perhatian: Seberapa baik mereka bisa fokus pada apa yang orang lain katakan pada mereka? Apakah mereka mengalami perubahan dalam kemampuan mereka untuk fokus?
- Pemikiran yang tidak teratur: Apakah pemikiran mereka mengikuti aliran logis atau tidak logis?
- Tingkat kesadaran yang berubah: Apakah mereka menunjukkan tanda-tanda kewaspadaan, lesu, atau koma?
- Disorientasi: Apakah mereka menunjukkan tanda-tanda disorientasi atau kebingungan selama penilaian?
- Gangguan memori: Apakah mereka kesulitan mengingat kejadian atau instruksi baru-baru ini?
- Gangguan persepsi: Apakah mereka melihat, mendengar, atau merasakan hal-hal yang tidak ada?
- Agitasi psikomotor: Adakah tanda-tanda kegelisahan, seperti gelisah, jari ditepuk, atau tiba-tiba berubah posisi?
- Keterbelakangan psikomotor: Apakah mereka menatap ke langit-langit, bertahan dalam satu posisi untuk waktu yang lama, atau bergerak lambat?
- Siklus tidur yang berubah: Apakah orang tersebut melaporkan insomnia dan kelelahan ekstrem di siang hari atau tidak?
Tes fisik
Bersamaan dengan penilaian CAM, tenaga kesehatan profesional dapat menggunakan tes lain untuk mengidentifikasi penyebab delirium,
Selain itu, ada beberapa tes yang dapat membantu pasien memeriksa ketidakseimbangan dalam kimia otak atau kadar elektrolit seseorang dan memastikan adanya kondisi medis lainnya.
Beberapa tes itu antara lain, tes darah, tes urin, tes obat dan alkohol, elektrodiografi, sinar-X pada dada, CT scan, tes fungsi hati, pungsi lumbal, dan tes tiroid.
Baca juga: Penelitian Terbaru: Gejala Covid-19 Dapat Bertahan Lebih dari 6 Minggu