Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RS Swasta Buka Pre-Order Vaksin Covid-19, Haruskah Ikut Pesan dari Sekarang?

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock/Amazein Design
Ilustrasi vaksin corona, vaksin Covid-19, vaksin
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Sejumlah rumah sakit swasta mulai memberikan penawaran pre-order vaksinasi Covid-19 mandiri kepada masyarakat.

Salah satu RS swasta yang terkonfirmasi membuka pre-order vaksin Covid-19 adalah RS Universitas Islam Indonesia (UII) di Bantul, DI Yogyakarta.

Kompas.com, Jumat (11/12/2020), memberitakan, Direktur RS UII Widodo Wirawan mengatakan, vaksin yang disediakan RS UII sama seperti dari pemerintah, meski ia tidak secara spesifik menyebut merek vaksin yang ditawarkan.

Dia menyebutkan, harga vaksin berkisar Rp 450.000 sampai Rp 500.000 per dosis suntikan.

Widodo mengatakan, Kementerian Kesehatan dan asosiasi rumah sakit sudah meminta rumah sakit untuk mendata warga yang memesan vaksin. 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain RS UII Yogyakarta, pre-order vaksin Covid-19 juga ditawarkan oleh RSU Bunda Jakarta. Informasi penawaran vaksin diunggah oleh akun Instagram RSU Bunda Jakarta pada Sabtu (12/12/2020).

Baca juga: 6 Negara yang Setujui Penggunaan Vaksin Covid-19 Pfizer

Haruskah ikut pesan vaksin dari sekarang?

Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, mengatakan, masyarakat sebaiknya tidak terburu-buru untuk ikut pre-order vaksin Covid-19.

Dia menyebutkan, jika masyarakat bersedia mengeluarkan dana mandiri untuk membeli vaksin, maka setidaknya menunggu terlebih dulu hingga merek vaksin yang ditawarkan jelas, dan memenuhi kriteria.

"Vaksinnya itu harus jelas dulu yang mana. Yang jelas harus aman dan punya efektivitas yang memadai, minimal 90 persen. Sejauh ini baru tiga, Pfizer, Moderna, dan Oxford (AstraZeneca)," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (12/12/2020).

Dicky mengatakan, pemerintah harus memastikan bahwa merek vaksin Covid-19 yang ditawarkan oleh rumah sakit harus sudah terbukti memenuhi kriteria secara standar ilmiah, baik global maupun nasional.

"Kalau tiga itu kan sudah (Pfizer, Moderna, Oxford). Karena ini kan vaksin diberikan kepada orang sehat, ya jangan sampai ada potensi yang memperburuk kesehatan," kata Dicky.

Baca juga: Tidak Semua Warga Dapat Vaksin Gratis, Ini Dampaknya Menurut Epidemiolog

Tidak seharusnya dikomersilkan

Dicky berpendapat, dalam situasi pandemi Covid-19 yang masih berlangsung dan sudah ditetapkan sebagai bencana nasional, tidak ada dasar yang cukup untuk mengkomersilkan vaksin maupun terapi lainnya.

"Lha kita mau mengendalikan wabah, tapi kok malah jualan. Itu secara etika rasanya tidak pantas sama sekali," kata Dicky.

Dari sisi regulasi, menurut dia, vaksin Covid-19 akan masuk kategori imunisasi program khusus, yang berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi, ditanggung atau diselenggarakan oleh pemerintah.

"Kalau mau (komersil) cabut dulu status pandeminya, atau cabut dulu status bencana nasionalnya," ujar Dicky.

Dicky juga berpandangan, vaksin Covid-19 sangat erat kaitannya dengan strategi herd immunity atau kekebalan kelompok untuk mengendalikan pandemi virus corona.

"Kekebalan kelompok ini punya prasyarat-prasyarat keberhasilan. Salah satunya adalah kesukarelaan dari masyarakat, dan (vaksin) digratiskan," kata Dicky.

Baca juga: Selain Indonesia, Berikut Negara yang Menggunakan Vaksin Sinovac

Pengaruh terhadap keberhasilan herd immunity

Dicky menyebutkan, ada tiga prasyarat yang harus dipenuhi agar strategi herd immunity bisa tercapai, yaitu:

  • Vaksin harus aman dan punya efektivitas yang memadai
  • Angka reproduksi Covid-19 harus ditekan serendah mungkin, setidaknya 1 
  • Cakupan dari vaksinasinya mendekati 100 persen

Menurut Dicky, dengan berbagai masalah yang muncul selama berjalannya pandemi, seperti adanya teori konspirasi seputar Covid-19, dan dampak ekonomi yang dirasakan masyarakat, maka akan sulit untuk mencapai cakupan vaksinasi yang optimal.

"Cakupan itu bisa karena orang sudah punya pemahaman 'Enggak ada itu Covid-19'. Kan banyak sekarang yang merasa 'Covid-19 ini bohongan'. Kelompok orang seperti ini tidak bisa diabaikan," kata Dicky.

"Jangankan 10 persen, 1 persen kelompok orang seperti ini di satu wilayah bisa jadi masalah kok," kata dia.

Biaya vaksin juga akan menjadi beban bagi masyarakat. Kriteria masyarakat miskin yang akan menerima vaksin gratis, menurut Dicky, masih belum jelas.

"Jadi akan ada juga kelompok yang boro-boro mau bayar (vaksin), karena untuk kehidupannya saja dia masih kesulitan," kata Dicky.

Dicky mengatakan, dua faktor yang telah ia paparkan sebelumnya, merupakan beberapa alasan yang menjadikan vaksinasi pada masa pandemi seharusnya digratiskan.

"Kalau diprofitkan atau dikomersialkan, itu akan menjauhkan dari keberhasilan strategi vaksinasi itu sendiri," kata Dicky.

Baca juga: Tak Hanya AS, Meksiko Juga Beri Izin Darurat Vaksin Covid-19 Pfizer

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Mengenal Vaksin Sinovac

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi