Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sekjen PKB
Bergabung sejak: 29 Agu 2020

Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Anggota Komisi X DPR-RI.

Menyikapi Krisis HAM Akibat Covid-19

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock
Ilustrasi Covid-19, virus corona, pasien Covid-19, pasien infeksi virus corona
Editor: Heru Margianto

SEBAGAIMANA biasa, sejak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (HAM) pada 1948, tanggal 10 Desember setiap tahun menjadi pengingat atas HAM.

Namun, pada 2020 ini, saat pandemi Covid-19 masih mengganas, hari HAM internasional tersebut semestinya dimaknai secara berbeda dari biasanya.

Krisis HAM

Terhitung sejak pertama kali teridentifikasi pada akhir Desember 2019 di Wuhan, China, wabah Covid-19 telah berlangsung hampir setahun lamanya.

Atau, telah 10 bulan lamanya, terhitung sejak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa Covid-19 telah mencapai level pandemi globa pada l1 Maret 2020.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pandemi Covid-19 telah menyebabkan krisis HAM yang tak pernah kita bayangkan sebelumnya. Selain merongrong HAM atas kesehatan, Covid-19 telah memporakporandakan pilar-pilar HAM lainnya.

Covid-19 telah membatasi Hak Asasi Pribadi (personal rights) khususnya kebebasan untuk bergerak, bepergian, dan berpindah-pindah tempat; dan hak kebebasan untuk, menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing.

Hampir 10 bulan lamanya warga tak lagi bebas berpergian, dan umat beragama tak lagi leluasa beribadah secara berjemaah.

Covid-19 juga telah merusak Hak Asasi Ekonomi (property rigths) khususnya hak untuk memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak.

Badan Pusat Statistik mencatat terdapat 29,12 juta penduduk usia kerja (14,28 persen dari total penduduk usia kerja sebanyak 203,97 juta) yang terdampak pandemi Covid-19 pada Agustus 2020.

Mereka mengalami pengurangan jam kerja hingga menjadi pengangguran, antara lain karena terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Covid-19 pun mengganggu jaminan atas Hak Asasi Sosial Budaya (social culture rights), khususnya untuk mendapatkan layanan pendidikan secara optimal.

Hampir 10 bulannya lamanya, jutaan anak-anak, remaja dan kaum muda terpaksa mendapatkan pelayanan pendidikan hanya secara daring, sehingga kurang optimal karena infrastuktur pendukung dan jaringan interbatas yang terbatas.

Hak Asasi Kesehatan

Deklarasi Universal HAM tahun 1948 menyebutkan kesehatan sebagai bagian dari hak atas standar hidup yang layak. Hak atas kesehatan kembali diakui sebagai hak asasi manusia dalam Perjanjian Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya 1966.

Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa, setiap orang berhak atas "standar kesehatan fisik dan mental tertinggi yang dapat dicapai", termasuk di dalam hak atas perawatan medis.

Berdasarkan itu, pemerintah berkewajiban untuk mengambil langkah efektif untuk "pencegahan, pengobatan, dan pengendalian epidemi, endemik, penyakit akibat kerja, dan penyakit lainnya".

Hak atas kesehatan relevan untuk semua negara, tak terkecuali Indonesia. Bahkan Indonesia telah memuat HAM sebagai nilai universal dalam Konstitusinya, baik dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 maupun dalam batang tubuh UUD 1945 dan dipertegas dalam amandemen UUD 1945, sebelum Deklarasi Universal HAM PBB.

Indonesia juga telah memiliki Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM sebagai bentuk tanggung jawab moral dan hukum Indonesia.

Sebagai anggota PBB, dalam penghormatan dan pelaksanaan Deklarasi Universal HAM tahun 1948 serta berbagai instrumen HAM lainnya, Indonesia telah meratifikasi 8 (delapan) di antara 9 (sembilan) instrumen pokok HAM internasional.

Komite PBB yang memantau kepatuhan negara terhadap perjanjian HAM internasional, menyatakan bahwa hak atas kesehatan sangat erat kaitannya dan bergantung pada perwujudan HAM lainnya, sebagaimana tertuang dalam International Bill of Rights, termasuk hak atas makanan, perumahan, pekerjaan, pendidikan, martabat manusia, kehidupan, non diskriminasi, kesetaraan, larangan penyiksaan, privasi, akses ke informasi, dan kebebasan berserikat, berkumpul dan bergerak.

Hak atas kesehatan mengatur bahwa fasilitas, barang, dan layanan kesehatan harus tersedia dalam jumlah yang cukup; dapat diakses oleh semua orang tanpa diskriminasi, dan terjangkau untuk semua, bahkan kelompok yang terpinggirkan; dapat diterima, artinya menghormati etika kedokteran dan sesuai budaya; dan sesuai secara ilmiah dan medis dan berkualitas baik.

Menyikapi secara bijaksana

Akhir-akhir ini isu HAM, khususnya hak atas kesehatan yang dirongrong oleh pandemi Covid-19 telah menjadi sorotan dan bahan perdebatan publik yang luas sehingga berpotensi membelah masyarakat Indonesia.

Menurut penulis, hal seperti itu semestinya tak perlu terjadi apabila kita menyikapi isu HAM dan Covid-19 secara hati-hati, kritis dan bijaksana.

Memang, pada 16 Maret 2020, sekelompok pakar HAM PBB mengatakan bahwa “pernyataan darurat berdasarkan wabah Covid-19 tidak boleh digunakan oleh penguasa sebagai dasar untuk menargetkan kelompok, minoritas, atau individu tertentu.

Penanganan Covid-19 juga tidak boleh dipakai sebagai kedok untuk melakukan tindakan represif, dan membatalkan perbedaan pendapat.

Namun, menurut penulis, sebaliknya warga masyarakat juga tidak dibenarkan untuk memanfaatkan isu HAM sebagai kedok untuk menguatkan sikap oposisi terhadap pemerintah yang sah dengan menghalangi upaya pemerintah dan masyarakat untuk mencegah penularan Covid-19.

Sebab, mengutamakan HAM pribadi dan kelompok sendiri, apalagi memanfaatkan isu HAM sebagai kedok politis dalam era Covid-19, berpotensi mengabaikan jaminan HAM, khususnya hak kesehatan, hak ekonomi bahkan hak hidup sebagian besar warga bangsa Indonesia.

Salah satu elemen HAM yang sensitif dalam masa pandemi Covid-19 adalah kebebasan berekspresi dan akses ke informasi penting, termasuk hak untuk mencari, menerima, dan menyampaikan informasi dalam bentuk apa pun, tanpa memandang batasan apa pun.

Secara prinsip, pembatasan yang diizinkan atas kebebasan berekspresi karena alasan kesehatan masyarakat, tidak boleh membahayakan hak itu sendiri.

Warga masyarakat juga perlu bersikap bijaksana dalam melaksanakan kebebasan untuk berkumpul supaya tidak sampai menimbulkan kerumunan massa yang sulit teridentifikasi.

Jika hal itu terjadi, maka tidak tertutup kemungkinan akan muncul kluster baru penyebaran Covid-19 yang membahayakan hak kesehatan dan hak-hak asasi lainnya dari warga masyarakat.

Pada sisi lain, pemerintah bertanggungjawab menyediakan informasi yang diperlukan untuk perlindungan dan pemajuan hak, termasuk hak atas kesehatan warga masyarakat.

Komite PBB tentang Hak ekonomi, sosial dan budaya menyatakan bahwa memberikan “pendidikan dan akses informasi mengenai masalah kesehatan utama di masyarakat, termasuk cara pencegahan dan pengendaliannya sebagai “kewajiban inti” yang harus dipenuhi oleh pemerintah.

Selain itu pemerintah harus memastikan bahwa situs web yang memberi informasi tentang Covid-19 harus dapat diakses oleh orang-orang dengan kondisi cacat penglihatan, pendengaran, dan bentuk kecacatan lainnya.

Layanan berbasis telepon juga harus memiliki kemampuan teks untuk penyandang tunarungu atau yang memiliki gangguan pendengaran.

Informasi yang sesuai usia hendaknya diberikan kepada anak-anak untuk membantu mereka mengambil langkah-langkah untuk melindungi diri mereka sendiri.

Singkatnya, pemerintah harus berkomunikasi dengan seluruh warga masyarakat menggunakan bahasa sederhana untuk memaksimalkan pemahaman mengenai Covid-19 dan dampak buruknya.

Lewat beberapa strategi yang dikemukakan di atas, penulis percaya, bangsa Indonesia dapat memiliki daya tahan dan kekuatan yang lebih besar sehingga bisa segera keluar dari masalah pandemi Covid-19, sekaligus bisa tetap menjamin HAM seluruh warganya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi