Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Akan Lakukan Uji Coba Gabungan Vaksin Oxford dan Sputnik V

Baca di App
Lihat Foto
THE RUSSIAN DIRECT INVESTMENT FUND/Handout via REUTERS
Seorang peneliti bekerja di dalam laboratorium di Institut Penelitian Gamaleya selama proses pengetesan dan produksi vaksin virus corona di Moskwa, Rusia, pada 6 Agustus 2020. Rusia mengklaim menjadi negara pertama yang menciptakan vaksin virus corona, dan diberi nama Sputnik V.
Penulis: Mela Arnani
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Ilmuwan Inggris dan Rusia direncanakan akan menggabungkan suntikan vaksin virus corona Oxford/AstraZeneda dan Sputnik V untuk menguji perlindungan yang dihasilkan.

Uji coba akan dimulai pada akhir tahun, didanai oleh Russian Direct Invesment Fund (RDIF), yang juga mendanai pengembangan vaksin Sputnik V produksi Gamaleya Rusia.

RDIF menuturkan, telah menghubungi AstraZeneca mengenai kemungkinan penggabungan vaksin pada 23 November lalu.

"Keputusan AstraZeneca untuk melakukan uji klinis menggunakan salah satu dari dua vektor Sputnik V guna meningkatkan kemanjuran vaksinnya merupakan langkah penting menyatukan upaya dalam memerangi pandemi," kata Kepala Eksekutif RDIF Krill Dmitriev seperti dikutip dari The Guardian, Sabtu (12/12/2020).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AstraZeneca menegaskan, pihaknya tengah mempertimbangkan penilaian kombinasi berbagai vaksin dan akan segera memulai penjajakan dengan Gamaleya Institute terkait keberhasilan penggabungan vaksin keduanya.

Baca juga: Kasus Terus Menanjak, Ini 11 Gejala Infeksi Covid-19 yang Harus Diwaspadai

Vaksin yang dikembangkan

Vaksin Oxford/AstraZeneca dan suntikan Sputnik V Rusia menggunakan versi modifikasi dari adenovirus, virus flu biasa.

Vektor virus dari gen penyebab penyakit dihilangkan dan dimodifikasi untuk membawa instruksi genetik, membuat protein lonjakan virus corona yang diteruskan ke sel manusia.

Protein lonjakan virus corona yang diproduksi akan memicu respons kekebalan yang melindungi terhadap penyakit Covid-19.

Baca juga: Profil AstraZeneca, Penyedia 100 Juta Vaksin Corona untuk Indonesia

Masalah potensial dari vaksin ini adalah kekebalan anti-vektor, yakni jika sistem kekebalan sebelumnya telah menemukan jenis adenovirus yang digunakan dalam vaksin, kemungkinan akan dihancurkan sebelum vaksin dapat memicu respons kekebalan.

Hal tersebut membuat kelompok peneliti Universitas Oxford memilih menggunakan adenovirus simpanse dibandingkan manusia.

Akan tetapi, kekebalan anti-vektor juga dapat mengurangi keefektifan suntikan penguat, jika melibatkan penyuntikan virus yang sama untuk kedua atau ketiga kalinya. Mencampur vaksin yang berbeda dapat memberikan solusi.

Baca juga: Selain Inggris, Berikut Negara yang Telah Izinkan Penggunaan Vaksin Covid-19 Pfizer

Konsep penggabungan vaksin

Konsep penggabungan vaksin dikenal sebagai heterologous prime-boost, telah digunakan dalam program vaksinasi penyakit lain

Berbeda dengan vaksin AstraZeneca, Sputnik V menggunakan dua vektor adenovirus manusia yang berbeda untuk mencoba memicu respons imun yang lebih kuat dan jangka panjang.

Vaksin Sputnik V diklaim mempunyai kemanjuran lebih dari 95 persen, sebanding dengan vaksin yang dikembangkan Pfizer dan Moderna.

Baca juga: Saat Rusia Memulai Vaksinasi Sputnik V di Moskow...

Kendati begitu, belum diketahui secara pasti komponen yang akan diuji bersama dengan vaksin AstraZeneca.

Sementara itu, Ketua Gugus Tugas Vaksin Inggris Kate Bingham mengatakan, uji coba vaksin AstraZeneca yang dikombinasikan dengan suntikan Pfizer kemungkinan besar akan dimulai pada Januari.

"Ini berkaitan dengan mencoba memicu tanggapan kekebalan dan respons daya tahan," kata Bingham.

Baca juga: Vaksin Virus Corona dari Rusia Sputnik V, Bagaimana Cara Kerjanya?

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: 6 Vaksin Covid-19 yang Ditetapkan untuk Vaksinasi di Indonesia

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi