KOMPAS.com- Epidemiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Bayu Satria Wiratama mengatakan, pemerintah sebaiknya menetapkan harga untuk tarif rapid test antigen.
Pada Rabu (16/12/2020), pemerintah mengeluarkan syarat baru melakukan perjalanan yaitu membawa hasil rapid test antigen.
Aturan ini berlaku mulai 18 Desember 2020 hingga 8 Januari 2021.
Seperti diketahui, saat ini harga rapid test antigen di Indonesia bervariasi. Dari penelusuan Kompas.com di sejumlah situs dan pusat informasi berbagai rumah sakit, kisaran harga rapid test antigen antara Rp 300.000 hingga ada yang lebih dari Rp 600.000 (termasuk konsultasi dan vitamin).
Menurut Bayu, penentuan harga ini perlu dilakukan pemerintah,
"Penetapan harga tetap diperlukan agar tidak terjadi permainan harga oleh beberapa pihak," ujar Bayu, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (17/12/2020).
Sebelum keluarnya aturan baru ini, syarat perjalanan adalah membawa hasil rapid test antibodi.
Saat pemberlakuan aturan ini, pemerintah juga menetapkan harga rapid test antibodi maksimal Rp 150.000.
Baca juga: Kisaran Harga Rapid Test Antigen Covid-19 Bervariasi, Rp 350.000 hingga Rp 499.000
Rapid test antigen lebih baik dibandingkan rapid test antibodi
Bayu mengatakan, rapid test antigen memang lebih baik dibandingkan rapid test antibodi.
"Rapid antigen memang lebih baik daripada rapid antibodi untuk melakukan screening orang-orang yang berisiko memiliki Covid-19," kata Bayu.
Ia menyebutkan, rapid test antigen mampu melakukan deteksi terhadap virus.
"Bukan antibodi yang dihasilkan sehingga bisa mendeteksi lebih awal daripada tes antibodi yang di mana baru muncul beberapa hari sampai minggu setelah infeksi," ujar dia.
Untuk deteksi awal Covid-19, tes antigen dinilai lebih baik dibandingkan tes antibodi.
Rapid test antigen akan mendeteksi keberadaan virus sehingga bisa lebih bagus dan cepat dalam mendeteksi seseorang terkena Covid-19 atau tidak.
Sementara, rapid test antibodi secara umum mendeteksi saat pasien menjelang sembuh.
"Antibodi biasanya baru terdeteksi ketika pasien Covid-19 menjelang sembuh atau sudah tidak sakit lagi," kata dia.
Baca juga: 4 Hal yang Perlu Diketahui soal Rapid Test Antigen
Isolasi mandiri
Bayu juga berpesan, jika hasil rapid test antigen positif, maka yang bersangkutan disarankan langsung melakukan isolasi mandiri, dengan tetap menghubungi dinas kesehatan (Dinkes) setempat.
"Jadi kalau periksa mandiri terus positif, isolasi mandiri sambil kontak puskesmas atau Dinkes di daerah tempat tinggal," ujar dia.
Untuk orang tanpa gejala (OTG), lanjut Bayum dapat melakukan isolasi mandiri dengan memastikan menjaga diri dari orang di rumah atau ke tempat lain.
"Gejala ringan bisa juga (isolasi mandiri). Tapi, tetap wajib mengabari otoritas kesehatan setempat," kata dia.
Seperti diberitakan Kompas.com, 4 September 2020, rapid test antigen memerlukan spesimen swab orofaring atau swab nasofaring. Sementara, rapid test antibodi menggunakan sampel darah.
Rapid test antigen sering pula disebut swab antigen yang dinilai lebih akurat dibandingkan tes antibodi karena dapat mengidentifikasi virus dalam sekresi hidung dan tenggorokan.
Pemeriksaannya dapat dilakukan di tempat yang mempunyai fasilitas biosafety cabinet.
Rapid test antigen dapat digunakan untuk mendeteksi kasus orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) pada wilayah yang tak mempunyai fasilitas pemeriksaan Reverse Transcriptase-Polumerase Chain Reaction (RT-PCR).
Namun, tes ini hanya sebagai screening awal yang harus tetap dikonfirmasi dengan tes RT-PCR.
Rapid test antigen dikatakan dapat mendeteksi protein virus corona saat virus di tubuh seseorang berada di tingkat paling menular.
Baca juga: Rapid Test Antigen Jadi Syarat Perjalanan, Ini Bedanya dengan Rapid Test Antibodi dan PCR