Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Penjelasan Mengapa Kebijakan Rapid Test Antigen Tidak Dilakukan Sejak Awal Pandemi

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG
Warga mengikuti rapid test massal yang digelar di SD Negeri 01-03 Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (24/11/2020). Total warga Petamburan yang ikut uji rapid test massal dari Polda Metro Jaya ini berjumlah 273 warga. Dari jumlah itu, hanya 5 yang dinyatakan reaktif Covid-19.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Sejumlah pemerintah daerah menerapkan kewajiban melampirkan rapid test antigen atau Polymerase Chain Reaction (PCR) bagi masyarakat yang akan memasuki wilayahnya.

Pemerintah pusat diketahui telah mengganti aturan perjalanan, yang sebelumnya menggunakan rapid test antibodi menjadi rapid test antigen mulai 18 Desember 2020.

Tak sedikit yang mempertanyakan mengapa kebijakan rapid test antigen ini baru diterapkan saat ini.

Mengapa pemerintah tidak menerapkan kebijakan ini ketika awal-awal pandemi melanda Indonesia dulu?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Ramai soal Penerima Vaksin Gratis Covid-19 Harus Jadi Peserta BPJS Aktif, Benarkah?

Baru ditemukan

Menjawab pertanyaan itu, Kompas.com menghubungi Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2ML) Direktorat Jenderal (Ditjen) P2P Kemenkes dr Siti Nadia Tarmizi.

Nadia yang juga sebagai Juru Bicara Vaksin Covid-19 Kemenkes mengatakan, rapid test antigen ini menurut dia baru ditemukan.

Pada awal-awal pandemi Covid-19 melanda Indonesia, lanjut Nadia, alat tes yang ditemukan baru rapid test antibodi.

"Kan rapid test antigen ini baru ditemukan. Awal-awal dulu itu yang ditemukan memang baru rapid test antibodi," kata Nadia saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (19/12/2020).

Hanya saja, Nadia belum mengetahui secara persis kapan ditemukannya rapid test antigen ini.

Dia menambahkan, setelah dilakukan penelitian soal rapid test antigen ini dan diketahui hasilnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun memberikan rekomendasi penggunaannya.

"Jadi memang research-nya juga baru selesai, seperti itu. Akhirnya menjadi rekomendasi WHO," ucap Nadia.

Baca juga: Daftar Vaksin Covid-19 yang Kantongi Izin dan Digunakan Sejumlah Negara


Banyak pertimbangan

Hal senada juga diungkapkan oleh Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof. Wiku Adisasmito.

Wiku mengungkapkan, rapid test antibodi memang lebih dulu ditemukan ketimbang rapid test antigen.

"Coba cek di internasional apakah RDT Antigen untuk Covid-19 sudah ditemukan sebelum RDT Antibody," terang Wiku saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (19/12/2020).

Sementara itu, Sekretaris Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes Azhar Jaya mengungkapkan, banyak pertimbangan mengapa pemerintah kini menggunakan kebijakan rapid test antigen.

Salah satunya, yakni dengan semakin meningkatnya kasus Covid-19, maka rapid test antibodi dipandang tidak sudah sesuai.

"Banyak pertimbangannya. Yang jelas dengan semakin meningkatnya kasus maka untuk rapid test antibody dipandang sudah tidak sesuai lagi," terang Azhar kepada Kompas.com, Sabtu (19/12/2020).

Baca juga: Arab Saudi Mulai Kampanye Vaksinasi Covid-19, Vaksin Apa yang Dipakai?

Beda rapid test antibodi dan antigen

Lebih lanjut, Nadia juga menjelaskan beberapa perbedaan dari rapid test antibodi dan rapid test antigen.

Tes rapid test antibodi dikatakannya yakni untuk memeriksa kadar antibodi yang dikeluarkan seseorang.

"Sementara untuk rapid test antigen, hal itu memastikan bahwa virusnya yang dikeluarkan," kata Nadia.

Selain perbedaan tes antibodi dan mengetes keberadaan virus, cara penggunaan keduanya juga berbeda.

Jika rapid test antibodi, sampel ayng diambil adalah darah, sedangkan rapid test antigen mengambil lendir seseorang yang dites melalui swab.

"Rapid test antigen ini juga dipandang lebih sensitif dan lebih spesifik," kata Nadia.

Baca juga: Tidak Setiap Vaksin Cocok untuk Semua Orang, Berikut Saran Epidemiolog

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: 6 Vaksin Covid-19 yang Ditetapkan untuk Vaksinasi di Indonesia

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi