Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Satwa Langka Indonesia Ini Terancam Punah, Ternyata Ini Penyebabnya

Baca di App
Lihat Foto
AFP/GETTY IMAGES via BBC INDONESIA
Seekor orangutan Sumatera korban penyelundupan satwa liar melihat dari dalam kandang, saat hendak dipulangkan dari Thailand ke Indonesia di Bandara Suvarnabhumi, Bangkok, pada Kamis (17/12/2020).
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Perburuan dan penyelundupan spesies terancam punah dan dilindungi masih terjadi di Indonesia.

Terbaru, sembilan orangutan Sumatera (Pongo abelii) berhasil dipulangkan ke Tanah Air, setelah diselundupkan dan tinggal bertahun-tahun di Malaysia.

Dikutip dari Kompas.com, Minggu (20/12/2020) sembilan orangutan itu tiba di Bandara Internasional Kualanamu, Sumatera Utara, pada Jumat (18/12/2020).

Kepala Subdit Penerapan Konvensi Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Diitjend KSDAE, Nining Ngudi Purnama Ningtyas mengatakan, orangutan tersebut diselundupkan ke luar negeri saat masih berusia 1 satu tahun.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka sudah lebih dari 5 tahun berada di luar negeri, dan saat dipulangkan ke Indonesia sudah berusia 6 tahun.

Baca juga: 9 Orangutan Dipulangkan ke Indonesia Setelah Diselundupkan di Malaysia

Satwa Asia yang terancam punah

Berdasarkan data Red List yang dirilis oleh Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN), pada tahun 2020 terdapat lebih dari 35.500 spesies di seluruh dunia yang terancam punah.

Di antaranya ada 5 spesies dari Indonesia yang tergolong dalam kondisi kritis, atau mendekati kepunahan. Orangutan Sumatera termasuk satu di antaranya.

Berikut daftar 5 satwa dari Indonesia yang terancam punah:

1. Orangutan

Orangutan termasuk spesies yang berada dalam kondisi sangat rawan punah. Ada tiga jenis orangutan di dunia, dan ketiganya berasal dari Indonesia.

Mereka adalah orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis), orangutan Sumatera (Pongo abelii), dan orangutan Kalimantan/Borneo (Pongo pygmaeus).

IUCN memberi label CR (Critically Endangered) kepada ketiga spesies tersebut, sebab populasi mereka yang cenderung mengalami penurunan setiap tahunnya.

Berdasarkan data IUCN tahun 2016, diperkirakan hanya tersisa sekitar 800 individu orangutan Tapanuli yang masih hidup.

Baca juga: 2 Orangutan yang 5 Tahun Korban Perdagangan Satwa di Thailand, Akhirnya Kembali ke Indonesia

Sementara itu, berdasarkan data yang sama, jumlah individu orangutan Sumatera yang tersisa diperkirakan sekitar 13.846 individu.

Sedangkan untuk orangutan Kalimantan/Borneo, belum dapat diketahui dengan pasti, kecuali untuk wilayah Sabah yang diperkirakan memiliki sekitar 11.000 individu pada tahun 2005.

Aktivitas manusia

IUCN menyebut, aktivitas manusia menjadi ancaman terbesar terhadap kepunahan ketiga spesies orangutan tersebut.

Aktivitas tersebut antara lain, pertambangan, pertanian dan perkebunan, pembukaan lahan untuk pemukiman, juga pembabatan hutan.  

Perburuan dan perdagangan ilegal orangutan juga kian memperburuk kelestarian spesies tersebut di alam liar.

Baca juga: Detik-detik Kepulangan 11 Orangutan ke Indonesia, Usai Diselamatkan dari Penyelundupan di Thailand dan Malaysia

2. Trenggiling Sunda

Trenggiling Sunda (Manis javanica) merupakan spesies trenggiling yang tersebar di wilayah Asia Tenggara, antara lain Myanmar, Kamboja, Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Indonesia.

Spesies ini juga mendapat label CR dari IUCN, karena tren populasinya yang terus mengalami penurunan, hingga mencapai 80 persen, dalam 21 tahun terakhir.

IUCN mengatakan, populasi trenggiling Sunda sulit diperkirakan. Selain karena kelangkaannya, juga karena sifat dari spesies ini yang hidup bersembunyi sehingga sulit melakukan pemantauan.

Ancaman utama trenggiling Sunda adalah perburuan besar-besaran, baik untuk konsumsi pribadi maupun diperdagangkan di pasar internasional.

Baca juga: 5 Aktivitas Seru di TWA Sibolangit, Lihat Rangkong dan Trenggiling

Ramuan obat

Tingginya perburuan trenggiling, sebagian besar didorong oleh permintaan di China dan Vietnam, serta nilai jualnya yang mahal. 

Di kedua negara itu, daging trenggiling dijadikan santapan mewah di restoran, dan sisiknya digunakan sebagai bahan ramuan obat tradisional.

Diperkirakan, lebih dari 280.000 trenggiling diperdagangkan di pasar Asia sepanjang tahun 2001 hingga 2018. Sebagian besar merupakan spesies trenggiling Sunda.

Para penyelundup Indonesia secara ilegal mengekspor trenggiling hidup serta daging dalam jumlah besar, terutama sejak tahun 2000, beberapa di antaranya berasal dari Kalimantan Timur.

Perburuan trenggiling Sunda merupakan ancaman terbesar di Indonesia, terutama di Sumatera, Kalimantan dan Jawa, terbukti dengan penyitaan yang melibatkan beberapa ribu trenggiling selama dua dekade terakhir.

Baca juga: Cegah Virus Corona, China Akhirnya Hapus Trenggiling dari Daftar Obat Tradisional

3. Badak Jawa

Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) merupakan spesies badak yang tinggal di pulau Jawa, namun kini hanya bisa ditemukan di daerah Taman Nasional Ujung Kulon, Banten.

IUCN juga memberikan label CR untuk spesies ini, karena hanya 33 persen dari populasinya yang diketahui mampu melakukan reproduksi.

Dikutip dari Kompas.com, 20 September 2020, jumlah kumulatif Badak Jawa menurut data terakhir Kementerian LHK, mencapai 74 individu, masing-masing 40 jantan dan 34 betina.

Jumlah tersebut termasuk dua ekor badak Jawa yang baru lahir pada tahun 2020, yaitu anak badak jantan Luther dan anak badak betina Helen.

Baca juga: Kisah Badak Sumatera, Menghindari Teroris, Melawan Punah

Untuk komposisi umur populasi badak, terdiri dari 15 ekor berusia anak-anak dan 59 ekor merupakan usia remaja-dewasa.

Direktur Jenderal Konservasi dan Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Wiratno mengatakan, ada harapan bahwa kelangsungan hidup badak Jawa bisa dilestarikan,

Meski demikian, Wiratno menyebut bahwa badak Jawa adalah spesies yang sensitif dan butuh perlindungan penuh.

Dia mengatakan, penyebab menyusutnya populasi badak Jawa di masa lalu adalah karena aktivitas perkebunan di era kolonial, perburuan untuk mengambil cula badak, dan sifat badak yang penyendiri sehingga menyulitkan terjadinya reproduksi alami.

4. Harimau Sumatera

Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan subspesies harimau asli (endemik) pulau Sumatera, Indonesia.

IUCN menetapkan status spesies ini adalah CR, karena populasinya yang sangat sedikit dan potensinya yang rawan punah.

Dikutip dari Kompas.com, 25 Juli 2020, populasi harimau Sumatera diperkirakan tidak sampai 400 ekor, berdasarkan data pada 2004.

Penyempitan habitat dan tingginya perburuan liar menjadi ancaman yang harus dihadapi oleh spesie yang hampir punah ini.

Baca juga: Dua Harimau Sumatera Masuk Perangkap BKSDA di Solok, Hampir Dibunuh Warga

Hilangnya habitat

Perluasan perkebunan kelapa sawit di pulau Sumatera merupakan pendorong utama di balik hilangnya hampir 20 persen habitat harimau Sumatera pada 2002-2012.

Perburuan liar harimau Sumatera didorong oleh permintaan bagian-bagian tubuh harimau yang banyak digunakan dalam pengobatan tradisional, terutama di China.

Meski demikian sangat banyak bukti ilmiah yang menyatakan bahwa bagian-bagian tubuh harimau Sumatera tidak memiliki nilai manfaat sama sekali dari segi medis.

5. Rangkong Gading

Rangkong gading (Rhinoplax vigil) merupakan spesies burung yang bisa ditemukan di Sumatera dan Kalimantan, juga di Thailand dan Myanmar.

Maskot provinsi Kalimatan Barat ini disebut spesies prioritas untuk konservasi karena statusnya yang makin terancam punah.

Dikutip dari Kompas.com, 30 Agustus 2019, berdasarkan data red list IUCN, mulanya rangkong gading berstatus terancam punah (near threatened), tapi pada 2015 status itu berubah menjadi kritis (critically endangered).

Yokyok Hadiprakarsa dari Rangkong Indonesia International Hemeted Hombill Conservation Society menyatakan, banyak sekali persoalan yang menyebabkan Rangkong Gading Indonesia ini menjadi berstatus kritis tersebut.

Baca juga: Cerita Petani Selamatkan Burung Langka Rangkong Badak yang Jatuh dari Langit

Lambat berbiak

Dari fakta bioekologinya, burung yang satu ini berbiak lambat dalam satu siklus. Mereka hanya akan menghasilkan 3 butir telur sekali bereproduksi. Ini lain dengan unggas pada umumnya yang menghasilkan telur banyak dan konsisten.

Kemudian, banyak orang merasa tertarik untuk mengkoleksi dan atau melakukan jual-beli aksesoris yang dibuat dari bagian tubuh rangkong gading.

Hasil perburuan rangkong gading bahkan di komersialisasikan dan dilelang dalam bentuk bervariasi, seperti cincin, gelang, ukiran, helai ekor burung dan lainnya, yang terbuat dari paruh dan bulu ekor.

Penjualan aksesoris dari rangkong gading ini paling banyak bermuara di Tiongkok, China. Dalam tahun 2012-2017 telah ditemukan sekitar 2.800 paruh rangkong gading yang berada di pasaran gelap.

Baca juga: Viral Iklan Pernyataan Putus Hubungan Keluarga, Berikut Ini Sejarahnya

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Sumber: www.iucn.org
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi