Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mitos dan Fakta Terkait Vaksin Virus Corona

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK/solarseven
Ilustrasi vaksin Covid-19
|
Editor: Jihad Akbar

KOMPAS.com - Sejumlah negara telah menyetujui penggunaan darurat vaksin virus corona.

Bahkan, ada negara yang telah memulai program vaksinasi, misalnya Amerika Serikat dan Inggris.

Meski begitu, sebagian masyarakat masih meragukan efektivitas dan keamanan dari vaksin Covid-19.

Beragam mitos dan kabar palsu atau hoaks terkait vaksin virus corona pun menyebar di masyarakat. 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa saja mitos yang beredar di masyarakat dan bagaimana fakta yang sebenarnya?

Vaksin virus corona tidak bisa diberikan kepada orang yang memiliki alergi.

Melansir CNN, Jumat (18/12/2020), faktanya vaksin Covid-19 memang tidak diberikan pada orang yang memiliki alergi tertentu.

Namun, para ahli mengklaim hanya terdapat sedikit zat-zat yang akan berbahaya jika diberikan kepada orang dengan alergi tertentu, misalnya polietilen glikol.

Profesor dari George Washington University dan peneliti uji klinis vaksin Moderna, Dr. Elissa Malkin menyatakan, adanya reaksi orang yang memiliki alergi terhadap pemberian vaksin merupakan risiko yang wajar.

Baca juga: Update Corona di Dunia: 77 Juta Kasus | Kemanjuran Vaksin Sinovac | Negara-negara yang Menutup Perbatasan

Vaksin virus corona akan mengubah DNA.

Mitos ini beredar ketika pembuatan vaksin Pfizier dan Moderna menggunakan materi genetik mRNA. Faktanya, vaksin tersebut tidak dapat mengubah DNA.

Vaksin virus corona lebih berbahaya daripada Covid-19.

Faktanya, tidak ada efek samping berbahaya dalam uji coba vaksin Pfizier dan Moderna. Covid-19 tetap jauh lebih berbahaya dari efek samping vaksin.

Terdapat setidaknya 1 persen dari orang yang tertular virus corona meninggal dunia, 10-20 persen dirawat di rumah sakit, dan 30 persen pasien postif Covid-19 mengalami gejala jangka panjang (long covid).

Sementara, dituliskan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) pada 25 Agutus 2020, reaksi paling umum terjadi setelah menerima vaksin ialah nyeri di bagian tubuh yang disuntik (84,1 persen), merasa kelelahan (62,9 persen), sakit kepala (55,1 persen), nyeri otot (38,3 persen), menggigil (31,9 persen), nyeri sendi (23,6 persen), dan demam (14,2 persen). 

Efek samping tersebut dapat hilang dengan cepat dan efeknya tidak lebih berbahaya daripada terpapar Covid-19.

WHO menyatakan efek samping yang terjadi secara serius akibat vaksinasi sangat jarang terjadi, karena pembuatan dan uji coba vaksin sudah dilakukan secara akurat.

Baca juga: [VIDEO] Joe Biden Disuntik Vaksin Covid-19 di Depan Umum, Minta Rakyat AS Tak Ragu

  • Mitos:

Vaksin virus corona dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh.

  • Fakta:

Mengutip laman University of Maryland Medical System, 16 Desember 2020, pemberian vaksin Covid-19 tidak berdampak pada sistem kekebalan tubuh.

Sebagaimana anak-anak yang menerima berbagai vaksin berdekatan dan memiliki sistem kekebalan tubuh baik, orang dewasa yang akan divaksinasi pun tidak akan terganggu sistem kekebalan tubuhnya.

  • Mitos:

Seseorang yang merasa kebal tidak perlu ikut vaksinasi Covid-19.

  • Fakta:

Menggunakan vaksin virus corona dapat melindungi diri sendiri dan orang-orang sekitar. Sebab, bisa meminimalisir penularan penyakit yang ditularkan dari satu orang ke orang lain.

Semakin banyak orang yang divaksinasi, maka semakin kecil kemungkinan suatu penyakit.

Baca juga: Singapura Jadi Negara Pertama Asia yang Terima Vaksin Pfizer-BioNTech

  • Mitos:

Vaksin dapat menyebabkan autisme.

  • Fakta:

Faktanya, berbagai penelitian dari berbagai dunia membuktikan tidak ada kaitan antara pemberian vaksin dengan terjadinya autisme.

  • Mitos:

Pemberian vaksin Covid-19 dibarengi dengan penanaman microchip pada tubuh manusia.

  • Fakta:

Terdapat beberapa anggapan pemberian vaksin Covid-19 akan dibarengi dengan penanaman microchip. Microchip tersebut dapat dilancak dan dikendalikan oleh seseorang dengan teknologi 5G.

Faktanya, informasi terkait vaksin dan microchip tersebut adalah teori konspirasi yang disebarkan oleh beberapa orang.

Baca juga: Facebook Hapus Konten Palsu Vaksin Virus Corona di Israel

  • Mitos:

Pernah terinfeksi virus corona, tidak perlu menerima suntikan vaksin.

  • Fakta:

Melansir CDC, 25 Agustus 2020, pasien Covid-19 memang telah memiliki antibodi setelah tertular virus corona. 

Akan tetapi, antibodi tersebut hanya dapat bertahan dalam jangka waktu 3-4 bulan saja, selebihnya seseorang akan kembali rentan terkena infeksi.

Dengan melakukan vaksin, tubuh menjadi lebih memiliki sistem kekebalan yang lebih baik dengan jangka waktu yang lebih lama.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi