Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sempat Trending di Twitter, Ini Rekam Jejak Said Didu...

Baca di App
Lihat Foto
Ambaranie Nadia K.M
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Topik mengenai Said Didu sempat ramai dibicarakan di jagat media sosial pada Kamis (24/12/2020).

Ramainya pembahasan mengenai Said Didu disinyalir setelah dirinya dilaporkan ke Bareskrim Polri pada hari ini, Rabu (23/12/2020).

Dikutip dari Kompas TV, mantan Sekretaris Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu dilaporkan setelah dinilai oleh pihak pelapor telah melakukan penghinaan terhadap Menteri Agama, Yaqut Cholil Quomas.

Baca juga: Risma dan Fenomena Penghinaan terhadap Pejabat...

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Adapun bentuk penghinaan yang dimaksud yaitu terkait twit Said Didu di Twitter, yang mengatakan bahwa Presiden menginginkan Menteri Agama seperti ini untuk ‘menggebuk’ Islam.

Namun, tak hanya kali ini saja mantan Sekretaris Kementerian BUMN tersebut mendapat sorotan tajam dari publik.

Baca juga: Kabinet Jokowi, Sandiaga Uno, dan Adegan Politik Kekuasaan...

Berikut sepak terjang Said Didu yang kerap menjadi sorotan:

Kasus Freeport

Said Didu pernah melayangkan kritikan yang cukup pedas kepada pemerintah terkait akuisisi saham PT Freeport Indonesia.

Kebijakan pemerintah dalam pembelian saham Freeport Indonesia lewat PT Inalum menurut yang bersangkutan bisa merugikan negara.

Said Didu juga menilai langkah Pemerintah Indonesia melalui PT Inalum untuk mengambil alih 51,2 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI) tidak luar biasa.

Menurut dia, capaian itu tidak perlu diluapkan secara berlebihan karena pemerintahan sebelumnya juga pernah melakukan hal serupa.

Yakni, ketika Indonesia mengambil PT Inalum dari Jepang dengan membayar pakai APBN.

Baca juga: Indonesia Masuk 10 Negara Produsen Emas Terbesar, Berapa Banyak Emas yang Tersisa di Bumi?

Perampokan Jiwasraya

Selain itu, Said Didu juga pernah menyatakan adanya indikasi tindak pidana korupsi dalam kasus gagal bayar polis yang terjadi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

"Terjadi perampokan (di Jiwasraya). Perusahaan yang sangat sehat pada 2016-2017, lalu defisit puluhan triliun di tahun berikutnya, berarti ada penyedotan dana yang terjadi," kata dia seperti diberitakan Kompas.com (19/12/2019).

Said juga tak melihat kemungkinan adanya masalah gagal bayar di Jiwasraya disebabkan oleh kesalahan dalam proses berbisnis.

"Tidak mungkin kalau hanya risiko bisnis, karena ekonomi di 2018 biasa-biasa saja kok, tidak seperti 1998. Enggak mungkin bocor sampai puluhan triliun, kalau risiko bisnis enggak sebesar itu," kata dia.

Baca juga: Selain Jiwasraya, Berikut Kasus Korupsi Terbesar di Indonesia

Kritik kebiasaan Jokowi resmikan jalan tol

Kebiasaan Presiden Joko Widodo dalam meresmikan jalan tol, turut membuat Said Didu gerah.
Menurut Said Didu hal itu bagian dari pencitraan saja.

Sebab, kata dia, proyek jalan tol bukanlah proyek pemerintah, melainkan proyek yang dikerjakan oleh BUMN.

"Setahu saya yang meresmikan tol itu mungkin hanya satu satunya hanya Pak Harto. Tentunya bukan kerja pemerintah," kata Said seperti diberitakan Kompas.com (13/2/2019).

Baca juga: Daftar BUMN yang Punya Bisnis Hotel

Lebih lanjut, Said menjelaskan bahwa Bangsa Indonesia miliki risiko besar dari kebijakan publik yang berbasis pencitraan seperti itu.

Hal itu kata dia juga sangat berbahaya bagi BUMN. Sebab menurutnya, BUMN akan rusak bila ditunggangi oleh pencitraan politik.

Bahkan, Said juga menilai pemerintahan Jokowi sudah memaksa BUMN untuk membeli proyek-proyek jalan tol dengan harga mahal.

Baca juga: Kabinet Jokowi, Sandiaga Uno, dan Adegan Politik Kekuasaan...

Bersitegang dengan Luhut

Sebelum adanya laporan ke Bareskrim baru-baru ini, Said Didu juga pernah dilaporkan oleh Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Asal mula tuntutan ini bermula dari kanal YouTube Muhammad Said Didu.

Kala itu, Said Didu diwawancarai Hersubeno Arief dan video wawancara berdurasi 22 menit itu diunggah.

Baca juga: 3 Tokoh Dunia Ini Diajak Bangun Ibu Kota Baru, Siapa Saja?

Dalam video tersebut, Said Didu menyoroti soal isu persiapan pemindahan ibu kota negara baru yang masih terus berjalan di tengah usaha pemerintah dan semua pihak menangani wabah Covid-19.

Said Didu mengatakan, hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah tidak memprioritaskan masalah kesejahteraan rakyat umum dan hanya mementingkan legacy.

Said Didu menyebutkan bahwa Luhut ngotot agar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tidak "mengganggu" dana untuk pembangunan IKN (ibu kota negara) baru dan hal tersebut dapat menambah beban utang negara.

Baca juga: Luhut Minta Penumpang Kereta Api Lakukan Rapid Test Antigen, Ini Tanggapan PT KAI

Sebelumnya, Said Didu melayangkan surat klarifikasi kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.

Namun, surat klarifikasi tersebut tidak membuat Luhut mengurungkan niatnya untuk melaporkan Said Didu ke pihak berwajib.

Akhirnya, Said Didu dipanggil Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri untuk dimintai keterangan sebagai saksi, Senin (4/5/2020).

Hal itu merujuk surat panggilan bernomor S.Pgl/64/IV/RES.1.14/2020/Dittipidsiber tertanggal 28 April 2020.

Baca juga: Indonesia Disebut di Bawah Sistem Politik Kebangsawanan, Seperti Apa Penjelasannya?

(Sumber: Kompas.com/Penulis: Devina Halim, Ade Miranti Karunia, Akhdi Martin Pratama, Yoga Sukamana, Murti Ali Lingga | Editor: Diamanty Meiliana, Bambang P. Jatmiko, Erlangga Djumena)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi